00. Awal Mula

317 38 3
                                    

Demak, 2003




Hidup di kota kabupaten, apalagi posisinya masih pelosok, udah jelas banyak perbedaan kultur yang ada di masyarakat kalo dibandingkan dengan kehidupan kota besar.

Orang-orang di kota besar yang mayoritas kerja di kantor atau instansi sudah pasti memprioritaskan pendidikan demi pekerjaan yang mereka inginkan itu.

Beda dengan masyarakat desa, yang lingkungan mereka dikelilingi sawah atau perkebunan, sehingga mayoritas mata pencaharian mereka nggak jauh dari petani, tukang ladang, atau ada beberapa yang jualan di pasar.

Kesimpulan pendeknya, masyarakat desa nggak terlalu mementingkan pendidikan tinggi untuk bisa bekerja di daerah mereka.

Tapi nggak sedikit juga anak muda desa yang merantau ke kota besar untuk meneruskan pendidikan, atau sekadar mencari pekerjaan yang gaji mereka bisa lebih tinggi daripada penghasilan di desa.

Di samping itu, kultur yang biasa terjadi di desa adalah remaja remaji yang melakukan pernikahan dini. Tak sedikit dari mereka yang baru lulus SMP atau SMA sudah memutuskan menikah.

Hal itu juga yang terjadi pada Marshella Rahmawati, atau yang biasa dipanggil Shella ini. Dia sudah ngelahirin anak waktu umurnya dua puluh tahun.

Dua tahun lalu, lima bulan setelah kelulusan SMK, Shella dan pacarnya menikah. Hubungan pacaran mereka lumayan lama, yaitu empat tahun. Tepatnya ketika Shella masih sekolah SMP di tingkat akhir.

Sebenarnya Shella dan pacarnya yang terpaut satu tahun di atasnya itu sudah rencana mau nikah usai Shella lulus SMP. Tapi hal itu ditentang mbak Santi, kakak perempuan Shella satu-satunya.

Mbak Santi bilang, seenggaknya Shella lanjut sekolah dulu sampai SMA. Ya jelas sih kakaknya itu setengah hati Shella menikah di usia dini, soalnya mbak Santi ragu Shella bisa memasuki babak baru kehidupan yang disebut pernikahan. Meski nyatanya teman seusia Shella banyak yang sudah menikah di umur yang sangat dini.

Ditambah lagi, pacar Shella yang kerja di ekspedisi antar provinsi jadi buruh angkut membuat mbak Santi semakin kepikiran kalau Shella  beneran nikah setelah SMP. Gimana enggak, pasti Shella bakal sering ditinggal suaminya itu yang pulang saja bisa sebulan sekali.

Mbak Santi bukannya nggak percaya, tapi sebagai saudara kandung satu-satunya dan sebagai kakak, dia menginginkan yang terbaik buat adiknya.

Ayah mereka sudah meninggal, cuma  ada ibu yang masih tinggal bersama Shella di desa. Tepatnya di desa Guntur, Kabupaten Demak. Mbak Santi yang notabene sudah nikah ikut suaminya pindah di rumah yang mereka beli di daerah Pucang Gading.

"Seenggaknya kalau kamu punya ijazah SMA ya Shel, kamu masih bisa ngelamar kerja di kota yang gajinya UMR. Di pabrik, atau jadi kasir di Indomaret, atau SPG. Zaman sekarang apa-apa mahal, inget nanti kalau udah punya anak, kebutuhan makin banyak. Jangan ngandalin gaji suamimu tok." Itu kalimat yang diucapkan mbak Santi saat Shella niat mau menikah habis lulus SMP.

Shella sih nurut saja dengan mbaknya. Mbak Santi ini termasuk dari segelintir orang di desanya yang berambisi dan senang belajar. Habis lulus SMA mbak Santi pindah kos di Semarang. Dia ngambil kuliah sore di salah satu universitas swasta di sana, sedang pagi harinya dia bekerja.

Shella adalah orang yang berbanding terbalik dengan mbak Santi. Shella nggak terlalu memikirkan belajar sejujurnya, tapi alasan dia menurut pada kakaknya itu karena di matanya (termasuk di mata ibunya) apa saja yang dibilang mbak Santi itu benar, dan nggak ada maksud lain selain kebaikan.

Pacar Shella bukanlah orang asing. Bahkan rumah mereka berhadapan. Kalau orang Jawa bilang sih, pék nggo (ngèpék tonggo), alias menikah dengan tetangga sendiri.

Sejauh empat tahun ini, Shella baru paham ada intrik di dalam keluarga suaminya setelah mereka menikah. Bukan hal yang tabu kan kalau di dalam keluarga ada yang sensitif dengan pembagian warisan.

Ardian, nama suami Shella. Anak lelaki satu-satunya dan anak terakhir dalam keluarganya. Tiga kakak perempuan Ardi, yang sekaligus jadi kakak ipar Shella sudah nikah semua. Di lingkaran keluarga Ardi pun semuanya menikah di usia sangat dini. Ardi sendiri yang cari pekerjaan sehabis lulus SMP daripada milih melanjutkan sekolah. Ya kan mau nikah sama Shella nggak dibolehin mbak Santi.

Intrik keluarga Ardi dirasakan Shella sewaktu ayah Ardi meninggal di usia pernikahan Shella baru satu tahun. Ardi nggak bisa pulang lantaran pekerjaannya. Jadi Shella cuma sendirian, ikut mengurus pemakaman ayah mertuanya dengan semua kakak ipar dan keluarga Ardi.

Tepat setelah dimakamkan, Shella melihat perubahan sikap kakak ipar beserta suami dari kakak ipar Shella yang menggunjing tentang Ardi di depan Shella. Posisi Shella rasanya nggak enak banget.

Pada intinya mereka nggak setuju kalo Ardi dapat bagian warisan paling banyak dari ayah mereka.

Ibu Ardi sudah pergi lebih dulu sebelum ayahnya, jadi Shella nggak bisa berbuat apa-apa selain diam. Dulu dia deket banget sama ibu Ardi sewaktu masih hidup. Seenggaknya kalo ibu Ardi ada, kakak-kakak Ardi nggak berani macem-macem.

Lalu saat Ardi pulang, Shella cerita semuanya ke suaminya itu. Ardi menanggapi dengan senyum simpul, seolah tahu hal itu bakal terjadi.

Dan besoknya Ardi datang ke rumah kakak tertuanya, bilang kalau dia menolak warisan ayahnya. Dia juga bilang nggak akan ngambil sepeserpun dari warisan itu. Mereka sempat ribut di sana, antara Ardi dengan kakak perempuan dan para kakak iparnya. Sampai akhirnya mereka sepakat untuk tidak berurusan lagi satu sama lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RUKUN TETANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang