Seminggu berlalu, dan aku masih belum cukup puas.
Kiranya sudah ada tujuh mayat yang telah aku kumpulkan dalam ruangan yang sempit ini. Dan masing-masing dari mereka tentu sudah tidak memiliki tubuhnya yang lengkap lagi. Maksudku, Martha—istri si pria tuksedo hijau lumut—telah kehilangan dua tungkai dan hidung mancungnya. Belum lagi si Seokjin, gelandangan yang kutemukan mati di pinggiran jalan yang telah kehilangan seluruh tubuhnya. Singkatnya, hanya tersisa kepalanya saja.
Ah, bukankah ini terlihat menyenangkan? Semua ini seolah permainan yang tengah kukendalikan seorang diri. Aku hanya perlu berpura-pura menjadi anak manis dan memasang tampang yang polos.
Namun, dari desas desus yang kudengar, para warga desa sedikit banyak merasa resah sebab beberapa kerabatnya yang baru meninggal dinyatakan menghilang begitu saja. Padahal bunga-bunga yang bertaburan di atas tanah makamnya juga belum kering, dan mereka tentu bertanya-tanya siapakah orang tidak waras yang mau mencuri tubuh orang mati? Well, kurasa kalian sudah tahu jawabannya bukan?
Barangkali aku patut bersyukur sebab tidak ada satu pun warga yang mencurigaiku. Kupikir itu karena wajah polos yang selalu kutunjukkan selama ini, hingga mereka benar-benar tertipu. "Tidak. Tidak mungkin pelakunya Yoongi. Pemuda itu terlalu manis untuk dijadikan tersangka dalam kasus yang meresahkan kita saat ini," ujar kepala desa saat salah seorang warga menuduhku.
Jadi, membaringkan diri kembali dengan satu tangan yang mendekap sisa mayat Jimin, aku kembali hanyut dalam balutan malam yang sunyi, tenggelam dalam rajutan mimpi, dan tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang berdiri di sudut ruangan dengan mata memerah menahan tangis. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Eat My Friend | ✔
Fanfiction[COMPLETED] Tentang Yoongi dengan segala hal yang ada dalam petak otaknya. ©pratiwikim, 2019