Bab 1

7 4 0
                                    

"Cupu, kerjain tugas gue," ucap Kayla Almeta pramana-gadis cantik yang selalu bertindak semaunya.
"Ta-tapi, tugas aku be-belum selesai," jawab gadis berkacamata itu
Kayla bertepuk tangan. "Udah berani ngelawan gue!"

Kayla menatap intens gadis yang tengah menunduk di hadapannya. "Liat gue!"
Gadis berkacamata itu bergeming, dia terus menunduk karena terlalu takut pada orang yang ada di hadapannya, terlebih lagi dia tahu bahwa tak akan ada seorang pun yang dapat menolongnya saat ini.

"Liat gue!" Kayla mendongakkan paksa kepala gadis berkacamata itu.
"Jangan pernah berani ngelawan gue, ngerti," ucapnya setengah berbisik.
Gadis itu mengangguk.
"Kalo sampai lo ngelawan gue lagi, lo bakal tau akibatnya." Kayla melepas cengkramannya dengan kasar.
"Kerjain sekarang." Kayla melempar bukunya di hadapan gadis malang itu.

Mau tidak mau, suka tidak suka, gadis itu, bahkan semua orang di sekolah itu harus menuruti semua perkataan Kayla. Tak ada yang berani melawan gadis angkuh nan keji itu, karena mereka tak ingin terlibat masalah dengan Kayla-anak pemilik perusahaan besar sekaligus ketua yayasan di sekolahnya.

Dengan nama yang melekat padanya, membuat gadis itu bertingkah semaunya dan selalu merendahkan orang lain.

Gadis malang itu-Nadya menangis sesegukan di balik bilik toilet. Rasanya Tuhan tidaklah pernah adil kepadanya. Baik di rumah maupun di sekolah, selalu saja memberikan rasa sakit yang teramat dalam untuknya.

Gadis itu meremas jarinya. "Sakit..."
"Tuhan, aku sudah lelah," ucapnya lirih.
Nadya menggeleng. "Ngga. Aku ngga boleh putus asa. Semuanya pasti akan berakhir."

Nadya tersenyum masam, air mata tak henti-hentinya keluar dari pelupuk mata gadis itu.

***

"Assalamualaikum." Wanita tengah baya masuk ke dalam kelas dengan diikuti seorang siswi.

Semua murid menengok ke arah sumber suara. "Waalaikumusalam," jawab mereka serempak.

"Hari ini, kalian mempunyai teman baru. Ayo, perkenalkan diri kamu," ucap wanita itu pada siswi di samping kirinya.

Siswi itu menggangguk dan tersenyum ramah. "Perkenalkan nama saya Cindy Olivia Lais, saya pindahan dari Surabaya, dan saya harap kalian mau berteman dengan saya," ucap gadis berparas cantik itu.

"Jangankan berteman, jadi pacar, gue juga mau kok," ucap salah satu siswa yang langsung dibalas dengan sorakan oleh semua murid.
"Cindynya yang ngga mau sama cowok burik kayak lo," ucap Dito.
"Lagian Cindy itu tertariknya sama gue. Iyakan Sin?" Dito menaik-turunkan alisnya.

Cindy tersenyum. "Jadi teman aja," ucapnya yang langsung mengundang gelak tawa seisi kelas. Tidak, bukan seisi kelas. Ada gadis yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan sinis dan mengintimidasi.
"Awas aja kalo dia sampai kecentilan dan sok kecantikan," batin Kayla.

"Udah-udah!" teriak wanita paruh baya itu.
Seluruh kelas terdiam.
"Kamu duduk di samping Nadya ya." Wanita itu menunjuk bangku kedua yang ditempati seorang gadis berkacamata.
Cindy mengangguk. "Baik bu. Terima kasih."
Wanita itu tersenyum ramah. "Ibu permisi dulu. Sebentar lagi guru kalian akan datang, jadi jangan kemana-mana."

Cindy menghampiri gadis berkacamata yang gurunya sebut dengan nama Nadya.

Cindy mendudukkan diri di bangku kosong sebelah gadis itu. "Hai, nama kamu Nadya ya?"
Nadya menengok ke arah Cindy. "I-iya."

Cindy mengulurkan tangan kanannya. "Nama aku Cindy."
Dengan ragu-ragu, Nadya menjabat tangan Cindy. "Nadya."
"Salam kenal ya." Cindy tersenyum ramah pada gadis berkacamata itu
Nadya menggangguk sambil tersenyum.

***

Tringg...tringg
Bel istrirahat berbunyi nyaring, membuat seisi kelas berhamburan keluar.

"Ke kantin yuk," ucap Cindy.
"Ka-kamu ngajak aku," ucap Nadya tak percaya.
Cindy menggangguk. "Yuk."

Cindy menggenggam telapak tangan Nadya, membuat gadis itu terus menatap Cindy dan tersenyum simpul ke arah gadis cantik yang menggandengnya.

"Yah...ngga ada tempat duduk." Cindy mengengok ke kiri dan ke kanan, berharap dia menemukan kursi kosong untuk ditempatinya.
"Kita makan di kelas aja," saran Nadya
Cindy kembali tersenyum dan mengangguk setuju.

"Kamu mau makan apa?" tanya Cindy pada Nadya.
"Aku roti sama susu kotak aja."
"Oke."
"Bu, rotinya dua sama susu kotaknya dua," pesan Cindy
Cindy mengulurkan tangan untuk mengambil makanan yang dipesannya. "Berapa bu?"
"22.000," ucap wanita paruh baya yang dipanggil ibu oleh Cindy.
"Ini bu." Cindy memberi selembar uang dua puluh ribu dan selembar uang dua ribu.

"Ini." Nadya mengulurkan selembar uang dua puluh ribu
Cindy menolak. "Ngga usah. Anggap aja sebagai bukti awal pertemuan dan pertemanan kita." Cindy tersenyum.
"Makasih."
Cindy mengangguk. Mereka meneruskan langkah kembali ke kelas untuk menyantap makanan yang baru saja mereka beli.

Bruk...Cindy tersungkur ke belakang karena seorang pemuda menabraknya tanpa sengaja.

"Sorry." Pemuda itu mengulurkan tangan untuk membantu Cindy berdiri.
Cindy meraih tangan pemuda itu.
"Lo ngga kenapa-napa?" tanya pemuda itu khawatir.
Cindy menggeleng. "Ngga kok."
"Lo siswi baru?" tanya pemuda itu ragu-ragu.
"Iya. Kenalin nama aku Cindy." Cindy mengulurkan tangannya.
Pemuda itu menjabat tangan Cindy. "Dimas Rajendra."

Lagi-lagi gadis itu-Kayla, memberi tatapan tidak suka pada Cindy.
Gadis itu mengeraskan rahangnya dan tersenyum sinis ke arah Cindy, membuat siapa pun yang melihatnya tertunduk takut.

***

Cindy dan Nadya memakan makanan yang dibelinya tadi sambil bercerita dan sesekali tertawa. Tiba-tiba,
Braakk...
Seseorang memukul keras meja kedua gadis itu.

Keduanya sontak mendongak, dilihatnya seorang gadis yang menatap dingin mereka berdua.

"Kayla." Nadya menunduk.
Cindy mengernyitkan dahi menatap Nadya yang terlihat sangat takut pada gadis yang bernama Kayla itu.

Kayla menunjuk ke arah Cindy. "Gue peringatin, jangan pernah kecentilan sama siapapun di sekolah ini apalagi sama Dimas."

Cindy berdiri dan menghempas tangan Kayla. "Tenang aja, aku bukan cewek yang suka kecentilan kayak kamu."

Kayla bertepuk tangan. "Berani banget lo sama gue."
"Lo bakal tau akibat dari perkataan lo barusan." Kayla pergi meninggalkan Cindy dengan penuh amarah dan kebencian.

Nadya memegang pergelangan tangan Cindy dan mengisyaratkan untuk duduk. Cindy menurut, dia mendudukkan diri kembali di samping Nadya.
"Kamu jangan pernah berurusan sama Kayla," ucap Nadya dengan mimik wajah serius.
Cindy mengernyitkan kening. "Kenapa?"

The Secret Of Darkness GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang