Mark's POV
- Mark Lee / 마크이
• idol
• loved by everyone
• a good boy
• taking care of everythingDadaku rasanya berdebar sangat kuat-hingga aku tak bisa berfikir jernih. Apakah yang kulakukan benar? Atau malah hanya menambah masalah?
Layar ponselku sudah menunjukkan orang yang sedang kuhubungi sudah mengangkatnya. Tapi hanya senyap yang kudapati, beberapa detik berlalu dan keadaan masih saja sama. Sial, aku semakin merasa gila.
"H-halo?"
Suara helaan nafas terdengar. Benar, ini pasti dia.
"Ada apa Mark Lee?"
Mataku membesar mendengar suara itu kembali memanggil namaku dengan jelas. Benar-benar jelas hingga aku merasa seperti kembali ke masa lalu. Ketika nama lengkapku dipanggil, itu berarti suatu hal penting terjadi di antara kami dan saat ini-hal itu memang benar.
"Son Silla, bagaimana kabar ibumu?"
Tidak ada lagi respon darinya hingga beberapa menit yang menegangkan. Otakku terus berputar agar memprediksi sesuatu yang akan diutarakannya.
Apakah dia marah?
Berteriak?
Mencaciku?
"Kau masih saja tidak bisa berbasa-basi?"
"Hah?" diluar ekspektasiku. Dia malah bertanya begitu, seakan mengejek tapi aku sama sekali tak merasa keberatan. Responnya membuatku lega.
"Dia baik dan memutuskan menjual hotel itu."
Aku tersenyum melihat bagaimana dia terlihat ikhlas akan apa yang terjadi setahun lalu. Kembali kebelakang saat dia terlihat emosi sambil meneriakiku- tipikal Silla yang tak mudah menerima keputusan orang lain. Semuanya pasti menguar, dia memaafkanku dan beban itu akan hilang.
"Kau adalah salah satu orang yang paling kepercaya, Silla. Hubungan dan masa lalu yang baik pasti bisa membuat kita berteman lagi." ujarku. "Our memories will never ended, just like our relationship."
Kembali tidak ada jawaban langsung darinya, lebih lama dari jeda sebelumnya. Hingga di menit ke tiga, suara lantangnya. "Mark Lee, I don't want memories. I want you."
Salah. Aku benar-benar salah sangka kali ini. Dia masih tetap Son Silla- gadis di luar nalar itu.
-
Silla's POV- Son Silla / 손신라
• fashion design student
• ambitious
• the rebel one
• independent
"Dia meneleponmu?"Kuanggukkan kepala dengan seadanya, tidak tahu apakah menceritakan padanya akan berhasil. Tapi saat ini aku tak punya pilihan, dia yang paling mengerti masalah ini. Tentang aku, perasaanku dan Mark Lee.
"Take him back. Jadikan dia temanmu, mungkin perlahan perasaan kalian akan kembali." ujarnya.
Aku menggeleng,"Nope."
Dia Menghela nafas panjang dan meletakkan kembali mojito, "Kau tak mau bersabar dan opsi milikku terlalu naif-tebakku."
"Kau tahu persis isi otakku."
"Tidak selalu." balasnya sambil memutar mata. "Namun pahami kalau kau punya masalah lain jika masih ingin kembali padanya."
"Apa?" aku benar-benar penasaran hingga tubuhku tegak karena tak sabar.
"Hingga kini, kau tak punya alasan kuat kenapa seorang Mark Lee meninggalkanmu. Apakah karena dia tidak bisa mentolerir tingkah lakumu? Ingin bebas?-" dia tersenyum dengan tampang meremehkan yang benar-benar kubenci.
Kutarik tali tudung pada hoodie hitam pemberianku tiga tahun lalu yang sekarang menjadi favoritnya dengan sentakan keras hingga dadanya menubruk meja diantara kami.
"Ah! Dasar cewek barbar!"
"Lanjutkan perkataanmu!"
"Dia naksir ibumu atau selingkuh karena mendapatkan wanita lain yang lebih baik."
Dengan itu dia pergi meninggalkanku sendiri membuat semuanya semakin runyam karena otak yang terus menerus kalut saat ini.
"YA! KAU TAK BISA MENINGGALKANKU BEGINI. "
"KAU BILANG PADAKU ATAU MARK LEE SIH?!"
Aku juga tidak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
playback | mark lee ; chaeyoung son
Fanfiction"I don't want memories. I want you."