• 02. let it go?

172 26 5
                                    

Mark's POV

Pagi ini dengan nafas gusar, aku mulai melakukan kegiatan pagi. Membereskan tempat tidur, mandi, dan keluar dari kamar. Hari ini aku menginap di dorm unit lamaku sebagai perayaan perilisan album baru.

"Hyung akan pergi?"

Mendapati Haechan, Jeno, Jaemin, Renjun, Jisung dan Chenle yang sudah bersiap dengan pakaian rapih padahal semalam mereka tidur jam 4 pagi setelah bermain kartu di ruang tv membuatku harus berfikir beberapa saat hingga otak ini menemukan jawaban pasti.

Ah, mereka akan mengisi acara di program musik.

"Tidak tahu," balasku seadanya sambil bergabung dengan mereka yang masih malas-malasan.

"Biasanya hyung akan keluyuran kalau sedang libur begini." sambung Chenle di sebelahku.

"Aku ingin istirahat."

Haechan tertawa dan membalikkan badan untuk menatapku, "Lucu sekali bilang ingin istirahat, padahal tahun lalu walaupun berada di 3 unit. Hyung masih berusaha pergi keluar."

Dalam hitungan detik, enam dari mereka ikut sambung-menyambung untuk menyampaikan pendapat mengenai aku dan rutinitasku di tahun itu. Tentang bagaimana lelah, sigap dan kecerobohanku. Walaupun kelelahan karena mengantuk ataupun jadwal, mulut mereka tak berhenti untuk terus bicara-dasar remaja.

Manajer datang dan mereka pun pergi meninggalkan aku sendiri di dorm. Benar-benar sunyi tanpa suara apapun yang menguar. Kuambil bungkusan berisi bibimbap tuna yang di bawakan manajer kami dan segelas air untuk sarapan. Sambil membunuh waktu aku berusaha menemukan laptopku yang sekarang berada di dekat tv. Keadaannya masih hidup-padahal sebelum tidur aku sudah menyuruh Jisung untuk mematikannya.

Aku mencari folder dimana aku menyimpan film untuk di tonton saat senggang tapi mataku malah menangkap hal lain. Judul lain yang membuatku penasaran kembali dengan isinya.

Lee & Son 08. 20. 2017

Sudah lama sekali semenjak terakhir kali aku tak membukanya. Bahkan aku lupa masih menyimpan semua ini. Dengan menimbang berbagai hal, aku berusaha membukanya.

Di dalamnya masih banyak folder-folder lain yang menyusun kenangan-kenangan itu dengan rapih, sesuai waktu. Kubuka satu-persatu dan berada di bagian akhir.

•.....
•summer 2018
•winter 2018
•autmn 2018

Siang itu di Hawaii yang terik. Silla berlari dengan cepat menuju air setelah membalurkan sunblock hanya tipis pada tubuhnya.

"Mark! Cepat!"

Tanpa menghiraukannya aku masih memakai sunblock dengan tebal dan rata. Jangan sampai manajer memarahiku karena kulit terbakar juga menjadi menggelap. Bisa jadi masalah besar nantinya.

Beberapa saat kemudian aku mengikutinya kesana. Rambutnya basah dengan tangan yang di rentangkan lebar untuk merasakan hempasan ombak yang menerjang tubuh kecilnya. Wajahnya begitu polos tanpa riasan apa pun yang sering dia poles hingga merubah tampangnya menjadi lebih tegas.

Saat ini yang kulihat adalah Son Silla yang bahagia dan lepas. Dari setiap saat yang kuhabiskan bersamanya. Bila diurutkan dengan daftar, Silla paling terlihat bahagia saat ini.

Dia berbalik, menemukanku di sana yang masih diam memperhatikan betapa cantik dan berharganya dia. Giginya terlihat diiringi oleh gelak tawa yang lebih hangat.

"Mark, aku senang. Kali ini semuanya sempurna."

Kubuang nafas panjang dan sesegera mungkin menyingkirkan benda itu dari hadapanku sebelum tangan dan otak yang tidak singkron ini penasaran dengan isi folder itu lagi. Ini sudah lebih dari setahun namun rasa terbiasa belum ada menghampiriku.

Son Silla adalah orang pertama yang membuatku jatuh cinta. Jatuh cinta di kelas 7 padanya merupakan hal yang tak kuduga. Matanya bulat, tubuhnya mungil, langkahnya yang lincah, suaranya yang tajam, senyumnya yang hangat-ah aku masih ingat hal-hal kecil yang membuatku memujanya. Bukan sejenis pandangan pertama tapi benar-benar mencintai perlahan dan mendalam. Pesona Son Silla akan perlahan menenggelamkan, setiap saat akan selalu ada hal yang mampu membuatku tercengang akan betapa sempurnanya dia dimataku.

Kami berada di kelas yang sama hingga kelulusan tetapi tidak pernah sedekat itu. Namun di smester terakhir, kami mulai bertukar nomor telepon karena tugas kelompok dan itu merupakan berkat untukku. Pertemanan kami berjalan dengan baik hingga tahun kedua sma, aku dan dia meningkatkan hubungan kami menjadi kekasih- di luar dugaanku, akhirnya aku bisa memiliki Son Silla.

Namun untukku butuh banyak usaha karena perbedaan kami. Aku semakin giat menjalani masa trainee sedangkan dia yang sibuk dengan dunia luar. Bahkan pengalaman berkencannya yang lebih banyak dari pada aku yang sama sekali tidak ada, bisa menjadi masalah. Aku tidak peka, kurang perhatian dan tak mampu mengimbangi bagaimana gaya hidup Silla.

Menjadi kekasihnya berarti aku harus mampu untuk berada di sisinya sehingga bukan salahnya jika mencari orang lain yang bisa dia jadikan sandaran karena keterbatasanku. Bukannya aku tak percaya pada Silla. Apalagi kadang dia masih berhubungan dengan beberapa mantan pacarnya- yang dia anggap teman biasa, tetapi sebagai lelaki aku selalu berusaha menutupi betapa paranoidnya hal itu. Harusnya aku yang ada di sepanjang harinya, menghiburnya, menolongnya- penyesalanku ini masih saja bergulir.

Jika sekarang adalah akhir dari hubungan percintaan kami yang bahkan tidak bisa kuikhlaskan, apakah bisa kami berada di penyederhanaan dari itu- menjadi sahabat?

playback | mark lee ; chaeyoung sonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang