Jakarta

622 37 0
                                    

"Bandung enak nggak?"

Kino menatap bingung, "apanya?" tanyanya langsung

Hui membuka mata sambil menerawang langit - langit kamar.

"Suasana atau apalah,"

"Enak sih, tapi lebih enakan Jakarta," jawab Kino membuat Hui heran.

"Kenapa, Bandung kan adem Jakarta panas," tanya Hui mengheran.

"Bandung nggak ada kakak, aku jadi merindu kayak Dilan," jawab Kino sambil pout.

Hui terkekeh pelan, lucu sekali sih pacarnya ini.

Sudah lebih dari dua tahun berpisah karena study masing - masing, sekalinya bertemu ternyata makin manis Kinonya. Ah dia jadi makin sayang kan kalau begini.

"Salah sendiri nggak mau disusulin, kamu pikir saya nggak kangen sama kamu, gitu?" tangannya meraih kepala Kino mendekat ke wajahnya, membuat posisi Kino yang duduk harus menunduk.

Hui menidurkan kepalanya di paha Kino.

Cup

"Bisa jaga hati kamu setahun lagi untuk kakak? Saya janji selesaikan semua dengan cepat," kata Hui setelah mengecup dengan sayang kening Kino.

Yang lebih muda tersenyum, mengangguk dengan yakin.

"Setahunmu nggak ada apa - apanya dibanding lima tahunku dengan Jakarta, kak,"

"Maaf,"

Hui meminta maaf, pada Kino dan Jakarta.

"bukan salahmu, kak. Takdir yang sudah tentukan semuanya, membuat kisah kita menjadi suram di jakarta," Kino tersenyum, sembunyikan sedihnya karena teringat Jakarta.

Tempat yang ia pijak sekarang ini.

"Saya merasa bersalah bukan karena apa, tapi karena yang membuat kamu buta adalah tangan saya," Hui menatap tepat di mata Kino.

Membuat sang empunya meneteskan bulir bening untuk kesekian kalinya.

"Maafkan kebodohan saya dulu, Kino. Saya tau kamu sudah memaafkan, tapi rasanya itu belum cukup untuk meredakan sesak dihatimu," lagi - lagi perkataan Hui membuat tangisnya meluncur.

"Lima tahun, kak. Aku berusaha terbiasa dengan semuanya, caci maki dan olok karena kekurangannku. Aku sama sekali nggak menyangka itu kamu, dengan alasan karena benci melihatku yang lemah,"

Hui tau, dia memang jahat.

"Jakarta, saksiku yang selalu meraung karenanya," Kino tersenyum di sela tangis yang menderas.

"Maafkan saya,"

"Alasanmu gila, kak. Tapi nggak tau kenapa hati ini nggak bisa membencimu walau ingin, yang aku tau aku sudah Jatuh cinta," Kino menjeda, "lagipula aku sekarang sudah kembali melihat dunia, dan semua itu karena kakak, terimakasih" harusnya Hui yang berterimakasih karena bisa mendapat malaikat seperti Kino.

"Waktu itu saya belum sadar adanya rasa yang hadir, dan selalu menampiknya dengan berbuat kejam. Tapi sekarang saya meyakin dengan semuanya,"

Tangan Hui menunjuk kancing ketiga kemeja yang dipakai Kino.

"setahun lagi, itu boleh buat saya?" tanyanya dengan senyum menawan.

Ada kejujuran jelas dimata Hui. Kino mengangguk keras, mau sekali.

"bodoh, nggak seharusnya kakak bertanya,"

"Terimakasih, tunggu saya membawa keluarga ke Bandung. Menjemputmu untuk bersanding di Jakarta,"






















---
Sepertinya ini lebih ke kancing daripada Jakarta :)

Naughty Boy; Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang