Kemanapun kaki berlari, sekencang apapun mulut memaki, selama nyawa masih menyatu dalam raga, takkan ada yang selamat dari tajamnya lidah manusia.
🥀
Mentari mulai memancarkan sinar saat Rara berjalan menyusuri koridor sekolah. Beberapa kali ia melambaikan tangan pada cowok yang dikenalnya di kelas lain. Tak jarang langkahnya terhenti sejenak karena meladeni cowok iseng.
Melewati ambang pintu kelas XI IPA 1, Rara hampir terjengkang saat ransel pink yang tersampir di bahunya ditahan oleh cowok. Dengan jahil cowok bernama Bagas itu tertawa saat Rara menggembungkan pipi dan memukul lengan si pelaku tanpa daya yang berarti. Setelahnya, tawa Rara pun melebur jadi satu dengan tawa milik Bagas dilanjut obrolan basa-basi.
Kegiatan sepele yang hebatnya mampu menarik perhatian kaum hawa. Tatapan bengis terlempar pada Rara seolah membuat keadaan mereka baru saja terancam. Meskipun jarak terbentang, tapi ekor mata Rara dapat menangkap pergerakan dua cewek yang menyembul dari kelas XI IPA 2.
"Ganjen banget deh, kenapa semua cowok deket sama dia?" seloroh cewek berambut kuncir kuda yang menjatuhkan pandangan pada Rara.
"Tapi kasian sih ke mana-mana jadi sendirian," imbuh cewek lainnya dengan suara yang sengaja dikeraskan.
"Yaiyalah. Siapa juga yang mau temenan sama dia? Yang ada pacar temen sendiri entar diembat lagi."
Terakhir yang mampu Rara dengar adalah cekikikan dan derap langkah kaki. Rara tak ambil pusing. Telinganya sudah kebal mendengar sindiran. Bukan hanya dari kelasnya sendiri, tapi kelas lain pun ikut melontarkan kata-kata pedas hanya karena Rara bergaul dengan kaum adam ketimbang kaum hawa.
Setelah berpamitan dengan Bagas, Rara melanjutkan langkah menuju kelas XI IPA 3. Bersiap menjadi asing saat gerombolan anak perempuan tertawa nyaring.
🥀
Hari ini Rara meliburkan diri mencari Lovenymous Prince. Ia tak mau menghabiskan waktu istirahat tanpa makan secuil nasi seperti hari sebelumnya. Bisa-bisa surat wasiat yang ia tulis tempo hari betulan sampai ke tangan ayahnya. Uh, memalukan.
Sejak disindir pagi tadi, pikiran Rara melayang menyisakan hampa di relungnya. Demi mengusir rasa aneh yang perlahan menggerogoti kebahagiaannya tersebut, ia izinkan kakinya membawa Rara ke mana pun di jam istirahat pertama setelah menghabiskan bekal makan siangnya.
Dengan gontai, Rara melangkah tanpa tujuan. Sembari menyusuri lorong sekolah, kamera yang biasa ia kalungi di leher membekukan momen apapun yang ditangkap lensanya, seperti; beberapa siswa bercengkerama, tiang bendera, bahkan tanaman hias yang sengaja disimpan di sudut bangunan. Fokus lensa yang diarahkan sembarang pun menuntunnya pada satu foto yang berhasil menghentikan Rara. Kaki gadis itu menepi di sisi lapang basket saat gerombolan anak cheers berkumpul di tengahnya. Satu gadis berambut panjang bergelombang mengunci perhatian Rara.
Dia Yona, ketua baru ekskul cheers. Gadis cantik bertubuh proporsional itu dengan nyaman berbincang dengan anggotanya. Sesekali tertawa dan tak ada habisnya mengumbar senyuman. Melihat itu, gigi Rara gemeretak tak nyaman. Hatinya tak lagi lapang menampung rasa iri yang menyebar.
Rara abadikan momen itu demi mengalihkan perasaannya. Ia biarkan kamera jadi saksi kepiluan hati di mana rasa iri tersimpan dalam gambar dua dimensi.
Tanpa menjauhkan kamera dari wajah, Rara memutar tumit hendak melanjutkan perjalanan. Namun, matanya di balik lensa kamera tiba-tiba mendapati seseorang dengan jarak yang sangat dekat. Wajah Rara terantuk kamera dan refleks jarinya menekan tombol shutter bersamaan dengan kaki yang melangkah mundur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovenymous Prince - TAMAT
Teen Fiction°° Aku yang keliru atau kamu yang menipu °° Charra Ruby Maharani alias Rara. Gadis ceria yang tak kenal lagi apa itu mimpi sejak sepeninggal ibunya. Baginya, hidup adalah mengikuti arus bukan menerjang arus yang takkan pernah bisa ditebak sedalam ap...