I.N dan Yuna: Melodi yang Tercipta di Antara Tawa
I.N, mahasiswa tingkat satu jurusan Musik di Universitas Hanbit, adalah sosok yang sederhana namun penuh pesona. Dengan gitar yang selalu ada di tangannya dan senyum polos yang jadi ciri khasnya, dia sering menghabiskan waktu di studio musik kampus, mencipta lagu atau sekadar menikmati keheningan. Hidupnya berjalan biasa saja—sampai Yuna, mahasiswi baru jurusan Desain, masuk ke dunianya seperti angin sepoi yang membawa warna baru.
Pertemuan pertama mereka terjadi di lapangan kampus saat orientasi mahasiswa baru. I.N diminta tampil membawakan lagu pembuka oleh panitia, dan di bawah sinar matahari pagi, dia memetik gitar dengan santai, suaranya lembut mengalun di udara. Yuna, yang berdiri di barisan depan bersama temen-temen seangkatannya, tak bisa menahan diri untuk tak memperhatikan. "Wah, kakak itu keren banget mainnya!" serunya pada temen di sampingnya, matanya berbinar penuh kekaguman. I.N, yang mendengar sorak kecil dari kerumunan, melirik ke arah Yuna tanpa sengaja. Senyum lebar Yuna dan cara dia bertepuk tangan dengan semangat membuat I.N tersenyum kecil—tanpa dia sadari, itu adalah pertama kalinya Yuna menempel di pikirannya.
Sejak hari itu, Yuna mulai sering muncul di sekitar I.N, terutama di studio musik. Awalnya, dia bilang cuma “iseng mampir” karena suka lihat orang main alat musik. Tapi lama-lama, kehadirannya jadi rutinitas yang I.N nantikan. Yuna selalu datang dengan energi yang meledak-ledak—membawa sketsa desainnya untuk ditunjukkan, atau sekadar duduk di sudut sambil mengobrol tentang hal-hal random. "Kak, lagu yang tadi tentang apa? Aku tebak, tentang bunga!" katanya suatu hari, sambil tertawa renyah. I.N menggeleng, "Bukan, tentang laut. Tapi kalau kamu bilang bunga, aku bikin yang tentang bunga besok." Yuna langsung bersorak, "Janji ya, Kak!"
Romantisme mereka tumbuh dari momen-momen kecil yang tak terduga. Suatu sore, saat I.N sedang mencoba melodi baru, Yuna datang dengan dua gelas es teh dari kantin. "Kak, aku bawa ini buat kita! Main gitar kan capek, harus segarkan tenggorokan," katanya sambil menyodorkan satu gelas, jari-jarinya sedikit dingin karena memegang es. I.N menerimanya, tangannya tak sengaja menyentuh tangan Yuna, dan ada detik hening di mana mereka saling pandang. "Makasih, Yuna," katanya pelan, tapi matanya tak bisa lepas dari senyum Yuna yang cerah seperti matahari sore.
Hari-hari berikutnya, Yuna mulai ikut latihan band kecil I.N. Dia tak bisa main alat musik, tapi dia jadi "penutup" unofficial—selalu tepuk tangan paling keras setiap lagu selesai, atau bawa cemilan buat semua anggota, meski I.N selalu dapat porsi lebih banyak. "Kak I.N harus makan lebih banyak, biar kuat nyanyi!" katanya sambil menyodorkan sandwich homemade, matanya penuh perhatian. I.N hanya tertawa, "Kamu bikin aku takut gemuk, Yuna." Tapi diam-diam, dia suka cara Yuna peduli—sederhana, tulus, dan tanpa pretensi.
Puncaknya terjadi saat malam hujan di kampus. I.N sedang terjebak di studio karena lupa bawa payung, dan hujan turun deras tanpa tanda-tanda berhenti. Dia duduk di dekat jendela, memetik gitar pelan, sampai pintu studio terbuka dengan suara berisik. Yuna masuk, bajunya sedikit basah, tapi dia tersenyum lebar sambil mengangkat payung kecil. "Kak, aku tahu kakak nggak bawa payung! Untung aku cepet lari ke sini," katanya, napasnya tersengal karena berlari dari gedung sebelah. I.N terdiam, lalu tertawa kecil. "Kamu kok tahu aku di sini?"
"Yuna detektif, Kak!" jawabnya sambil mengibaskan rambut basahnya, tetesan air kecil jatuh ke lantai. I.N bangkit, mengambil jaketnya dari tas, dan dengan gerakan lembut, dia meletakkannya di pundak Yuna. "Kamu yang basah, malah aku yang diselametin," katanya, suaranya rendah dan hangat. Yuna memandangnya, wajahnya merona, tapi dia tak bisa bicara apa-apa—hanya tersenyum, dan detik itu terasa seperti melodi yang tak perlu kata-kata.
Malam itu, mereka duduk berdua di studio, mendengar hujan sambil I.N memainkan lagu yang dia janjikan—lagu tentang bunga. "Bunga yang ceria, yang nggak takut hujan," katanya sambil melirik Yuna, dan Yuna tertawa, "Itu aku banget, Kak!" Tapi di dalam hati I.N, dia tahu lagu itu lebih dari candaan—it’s about her. Cara Yuna membawa tawa ke dalam hidupnya, cara dia membuat studio yang biasanya sepi jadi penuh warna, dan cara dia selalu ada tanpa I.N minta.
Saat lagu selesai, Yuna bersandar di meja, matanya menatap I.N dengan penuh kelembutan. "Kak, aku suka dengerin kakak main. Jangan berhenti ya," katanya pelan. I.N mengangguk, "Aku nggak akan, kalau kamu masih mau denger." Dan di situlah I.N menyadari, hatinya sudah jatuh—bukan pada gitarnya, bukan pada musiknya, tapi pada Yuna, gadis yang datang seperti bunga di tengah hujan, yang tak pernah dia sangka akan jadi nada paling indah dalam hidupnya.
Tapi I.N tak tahu, di balik senyum Yuna, ada perasaan lain yang tersembunyi—cinta untuk Yugyeom, senior yang dia kagumi dari jauh. Dan di sinilah romantisme mereka mulai bercampur dengan drama yang tak terelakkan.
To Be Continued...

KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled Hearts (✔️)
FanfictionCinta Segitiga sudah biasa. Bagaimana dengan cinta segiempat??? !@#$%&*