17. Istirahat~

142 29 3
                                    

Aku membiarkan diriku menabrakkan diri ke pintu yang sudah di buka. Bahkan sudah tidak peduli tatapan mereka yang di dalam saat aku menarik nafas banyak-banyak.

"Asha apa yang telah kau lakukan kepada Lan?" tanya Ardeys.

"Main kejar-kejaran," kata Asha terdengar ceria.

"Kejar-kejaran ... hah ... hah ... shambil ... hah ... hah ... rintangan ... hah ... hah ..."

"Baiklah, baik. Aku mengerti jadi tenangkan saja dirimu," kata Ardeys yang terdengar khawatir.

Aku menarik nafas banyak-banyak dan menghembuskan perlahan, mencoba menenangkan diriku sendiri. Setelah beberapa detik aku merasa sudah mulai lebih baik.

"Tenanglah ia akan terbiasa," kata Asha santai.

"Dia berbeda denganmu," kata Ardeys yang terdengar kesal.

"Ayolah Ardeys, memangnya kau ibunya?" tanya Asha yang mengambil makanan kecil dari meja.

"Aku tidak ..."

"Mangkannya, aku bingung Ardeys kenapa jadi laki-laki sih? Padahal pas banget jadi cewe," sambungku dengan wajah bingung.

"Apa?!"

"Benar kan! Ternyata ada yang berpikiran sama!" kata Asha yang menggenggam tanganku seperti adu panco.

"Tentu saja!" seruku semangat yang membalas genggaman Asha sama semangatnya.

"Kenapa tidak kalian yang menjadi laki-laki saja?" tanya Ardeys yang terdengar malas.

"Entahlah," kata Asha ringan.

"Soalnya sudah di tentukan, mau bagaimana lagi?" tanyaku sambil menaikan kedua bahuku.

Ardeys melihat aku dan Asha sembari menghembuskan nafas pasrah. "Lan, apa yang terjadi pada lututmu?" tanya Ardeys yang mendekatiku dan berlutut.

"Oh? Aku hampir lupa sama yang ini," kataku sambil melihat lututku sendiri.

"Kapan terluka?" tanya Asha.

"Saat aku menjatuhkanmu itu, lututku yang terkena tanah terlebih dahulu dan luka deh," kataku ceria.

"Hm-hm! Jagoan memang harus berani terluka bukan?" kata Asha yang menepuk-nepuk pundakku.

"Jagoan dari mana Asha? Baru hari pertama kau sudah membuat anak orang terluka, bagaimana sih?!" tanya Ardeys khawatir.

"Memangnya dia anakmu Ardeys?" tanya Asha yang terdengar kesal.

Aku memandang Ardeys yang sedang gelagapan. "Papih~"

"Siapa yang papih?!" tanya Ardeys kesal dengan wajah yang memerah.

"Buuuh, padahal seru juga kalau punya papih atau datang ke dunia ini dengan wujud anak kecil," kataku dengan ekspresi ngambek yang di buat-buat.

"Kalau kau datang dengan wujud seperti itu dipastikan akan dianggap anak jenius dan akan dipuja-puja di dunia ini," kata Asha dengan ekspresi berpikir.

"Ugh, aku nggak berharap sampai di puja-puja sih tapi kalau jadi anak kecil 'kan bisa pergi kapan saja. Kalau nggak suka tinggal pergi, mungkin pada bilang "Dia cuman anak-anak" begitu bukan?" tanyaku semangat.

"Iya juga! Kalau seperti itu caranya aku juga mau kembali menjadi anak-anak yang bisa menikmati hidup dengan tanpa beban seperti itu!" seru Asha yang sama semangatnya.

"Berhenti memikirkan hal-hal yang tidak penting. Bukankah kalian hidup sudah seperti anak kecil tanpa beban?" tanya Ardeys yang menunjukkan wajah kesalnya.

Lost WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang