Intro

23.5K 1K 25
                                    

Intro - Musician

Andra menghentikan petikan jari-jarinya di senar gitar saat ke sekian kalinya merasakan otaknya tidak berfungsi dengan baik untuk menciptakan lagu. Biasanya hanya dengan memegang alat musik, semua ide akan mengalir dengan deras dan dalam waktu singkat musisi itu bisa menyelesaikan satu buah lagu.

Kali ini berbeda. Sudah hampir empat tahun musisi ini tidak dapat menciptakan lagunya sendiri. Musisi? Ia bahkan tidak pantas lagi menyandang predikat itu di saat dirinya tidak mampu lagi menciptakan sebuah lagu. Selama empat tahun ini, profesi yang dilakukan pria itu hanya mengurus perusahaan manajemen artis miliknya dan rekan-rekannya. Penyanyi, tentu saja masih. Saat ini Andra masih merupakan leader dan vokalis di band legendaris bernama Orion. Tapi menciptakan lagu adalah hidupnya, dan saat ini ia bahkan tidak dapat melakukan hal itu.

Apa ini karena ia kehilangan inspirasinya? Muse - nya?

Muse dalam hal ini bukan merupakan band rock alternatif-nya Matthew Bellamy. Muse yang dimaksud adalah inspirasi. Dalam mitologi Yunani, Muse merupakan dewi-dewi yang menjadi inspirasi terciptanya karya seni. Sama seperti Yoko Ono yang merupakan muse -nya John Lennon, musisi seperti Andra pun memiliki muse tersendiri.

Dan seseorang yang menjadi muse untuk Andra meninggalkannya empat tahun lalu. Sejak itu Andra tidak bisa lagi menciptakan satupun lagu.

Andra tidak perlu selalu menggunakan alat musik agar ide-idenya bermunculan. Tidak perlu berada di tempat yang sepi dan nyaman, ataupun harus selalu berada di dalam studio musik. Ide-ide itu biasanya dapat bermunculan dimanapun sehingga pria itu selalu siap mengaransemennya di Medly iPad nya.

Namun, Andra memerlukan seorang muse. Muse yang selama empat tahun ini tidak bisa ia temukan.

***

Intro - Journalist

"Nikah?"

Keempat jurnalis yang sebelumnya sedang sibuk mengetik di depan laptop masing-masing ini terkejut dengan penuturan tiba-tiba salah satu sahabat mereka. Awalnya mereka terlihat sangsi, hingga akhirnya percaya saat melihat senyuman lebar di wajah Varsha. Dengan heboh dan histeris mereka memeluk Varsha, yang baru saja mengumumkan lamaran sang kekasih beberapa hari lalu.

"Ya ampun Beb, aku seneng banget dengernya!"ujar Sania masih memeluk Varsha sementara yang lain sudah duduk di tempat masing-masing. "Akhirnya ada satu lagi yang mengikuti jejak gue jadi Emak-emak,"

Varsha terkikik mendengar komentar Sania, sahabatnya yang kini tengah hamil muda itu.

"Kok Emak-emak sih, Beb? Mahmuuuddd ~"kata Sally.

"Mamah Muda tetep aja Emak-emak,"ucap Eva.

"Lagian, Sania udah nggak muda lagi keulesss. Dia kan udah 28,"ujar Dianna.

"Sialan lo! Lo tuh yang tua, 29 tahun!"ucap Sania sebal.

"Heh! Mau jadi Emak ngomongnya masih aja pake tempat sampah!"balas Dianna.

Varsha tertawa melihat kehebohan sahabat-sahabatnya ini. Menghabiskan waktu bersama dengan mereka selalu menjadi momen yang menyenangkan. Apalagi di rumahnya yang selalu sepi ini. Karena tinggal sendirian, mereka berlima lebih sering menghabiskan waktu hangout di kebun belakang rumah Varsha, bahkan saat menulis berita di hari Minggu.

Di kebun belakang rumah gadis itu terdapat satu pohon mangga. Bale-bale yang cukup besar diletakkan di bawah kerindangan pohon membuat kebun kecil itu terasa nyaman dan sejuk untuk dijadikan tempat kumpul. Apalagi tempat untuk bekerja santai, seperti menulis berita di akhir pekan setelah sebelumnya mewawancara narasumber via telpon.

"Jadi kapan lamaran resminya?"tanya Eva.

Senyuman di wajah Varsha perlahan lenyap. "Nanti. Kalau aku udah bisa menghubungi Ayah,"

Keempat sahabatnya yang mengerti bagaimana masalah Varsha dengan sang ayah langsung berusaha mengalihkan topik.

"Trus kalian pengennya nikah kapan?"tanya Sally.

Senyum Varsha kembali terbit. "Dia pengennya dalam lima bulan ini. Karena waktunya sempit jadi walaupun belum lamaran resmi, dia udah mau nyiapin macam-macam. Dia udah nyiapin desainer juga untuk kebaya sama gaun pernikahan,"

"Gils! Gercep amat ya cowok lo!"ujar Dianna.

Varsha hanya bisa tertawa. Meskipun memang terkesan terburu-buru, namun gadis itu sangat gembira. Itu menandakan Indra serius sekali dengannya kan.

"Gue ngantuk, Beb,"keluh Sania kemudian berbaring di bale-bale.

"Eits, jangan tidur Beb! Berita udah kelar belum?"tegur Eva.

"Belum sih, tapi anak gue ngantuk,"

Sally berdecak. "Emaknya pinter nyari alasan ya,"

"Biarin. Lagian deadline-nya jam 5. Sekarang aja baru jam 12,"ucap Sania masa bodo.

Varsha yang tidak mengerjakan apapun kemudian ikut berbaring di sebelah Sania. Di antara sahabat-sahabatnya ini, hanya dia yang sudah bukan reporter lagi. Gadis itu baru beberapa bulan ini diangkat menjadi asisten redaktur atau asred di media tempatnya bekerja. Berbeda sekali dengan reporter yang sibuk sejak pagi hingga jam deadline, pekerjaan asred baru mulai sibuk di sore hari saat memulai editing berita yang dikirim reporter hingga waktu cetak koran.

"Lo enak banget sih Beb, masih nyantai jam segini,"tutur Sania.

"Lebih enak jadi reporter tau. Asred bikin bosen, di kantor mulu,"kata Varsha. Kemudian ia menatap daun-daun pohon mangga yang melambai tertiup angin.

"Beb,"panggil Varsha.

"Hmm?"

"Setelah nikah nanti aku pasti bahagia kan?"

Sania kemudian berbaring miring ke arah Varsha lalu memandang wajah sendu sahabatnya itu. Sahabatnya yang selama bertahun-tahun ini hanya tinggal sendirian di rumah ini, tanpa keluarga. Sekarang sahabatnya ini jatuh cinta dan akan segera memulai keluarganya sendiri.

"Pasti akan lebih bahagia,"

Dengan masih menatap ke atas, Varsha tersenyum. Cinta dan keluarga. Hal yang selama ini diimpikan oleh Varsha akan segera terwujud kan?

***

Wedding DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang