Rinai

7 1 0
                                    

Hujan Punya Cerita

Rinai adalah engkau
Menetes di pipi dan menderas 
Rinai adalah engkau
Menganak sungai
Menyauhkan rasa
Tenggelam! 
Karam!

Hujan
Adalah aku
Berkali terjatuh dan kembali
Untukmu
Hujan 
Adalah aku
Rerintik yang payah menafsir rinai

====

Namaku Rinai. Menilik dari usia yang menginjak ke dua puluh enam, rasanya tak pantas masih disebut gadis. Mungkin lebih tepatnya wanita dewasa yang masih bersikap kekanak-kanakkan. 
Ouh! Terkadang aku membenci KTP. Sebuah angka yang menyadarkan jika tak pantas bergelut dengan urusan cinta ala anak muda.

Terbelenggu dalam satu labirin kisah segitiga.
Sayangnya, aku berkali terjatuh karenanya!
Keadaan memerangkapku di antara hujan dan petir yang menyambar.
Sementara aku?
Rinai kecil tersudut di balik jeruji sunyi.
Oktober tahun lalu adalah awal kegamangan dimulai.
Hujan dicerca para bidadari yang menuntut pelangi.

"Jadi pacarku atau aku akan gangguin kamu setiap hari?"
ancam seorang gadis berambut sebahu.
Empat gadis lain di sampingnya menuntut hak serupa.
Sementara pria yang ditanyai pasi.
Berkali menolak dengan berbagai argumen yang diharap bisa mematahkan asa mereka.

Dari kejauhan aku terkekeh geli. 
Diorama klasik ini cukup menghibur.
Aku mulai asik memberi nama pada masing-masing mereka.
Gadis berambut panjang sebahu kuberi nama satu.
Gadis berambut warna pirang, kuberi nama dua.
Gadis bermata sipit, namanya tiga.
Gadis berambut keriting, namanya empat.
Dan terakhir, gadis yang berambut panjang sepunggung.
Yang paling cantik dan terkesan anggun dari yang lainnya kuberi nama lima.

"Ayo, siapa yang kau pilih?" paksa gadis kedua.

Si pria tetap menggeleng.
Para gadis terlihat berang.
Mereka mulai bersikap anarki. Mengelilingi Si pria dan mendorong tubuh kurus tersebut. Seolah mengoper bola ke sana-sini. 

Pemandangan yang kulihat tak lagi menarik tatkala menangkap pasi wajah si pria. Aku mendekat.

"Apa yang kalian lakukan?" bentakku, menghentikan aksi ke lima gadis tersebut.
Si pria dengan tak tahu malunya bersembunyi di balik tubuh rampingku yang lebih pendek darinya.

"Kamu yang siapa? Kenapa ikut campur urusan kami?" cerca gadis pertama. 
"Kamu siapanya dia? Ah sepertinya mau ngegebet dia juga ya?" timpal gadis kedua.

Mataku menyipit menatap ke lima gadis yang tertawa di hadapan.
Mereka semua gadis yang rupawan. Hampir tak ada cela kecuali satu, akhlak.
Gadis ke tiga mendorong bahuku.

"Pergi sana!" usirnya.
"Kalian yang pergi! Jangan pernah ganggu pacarku lagi!" balasku.
Ke lima pasang mata tersebut membeliak, memandangku.
"Pacar? What? Imposible! Gak usah ngaku-ngaku deh!" komentar gadis ke lima.
"Tanya aja sendiri sama orangnya kalau gak percaya!"

Aku tak mau kalah. Tatapan mereka beralih pada Si pria yang kini berdiri di sampingku.
Dia mengangguk. Mengisyaratkan jika ucapanku benar adanya.

"Ini pacarku. Jadi, kalau kalian masih punya malu silakan pergi dan jangan ganggu aku lagi," terang Si pria, mendekap bahuku.

Aku menoleh. Memandang tubuh jangkung di sisiku.
Dari mana bocah ini memiliki keberanian seperti itu? Padahal sudah jelas jika tadi dia terlihat ketakutan setengah mati.
Si pria yang merasakan komentar pada tatapan tajamku menyengir.
Dia menurunkan tangannya dari bahuku.
Ke lima gadis tadi masih sibuk berargumen penolakan namun pada akhirnya berlalu.
Aku menghela napas lega. Fiuhh!
.
"Hai, Pendek. Makasih ya!"
komentarnya.
Manik hazel tersebut mengerling genit. Bibir tipisnya melengkung memperlihatkan gigi singgul.
Aku melipat tangan.

Hujan Punya CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang