Part 1

14 0 0
                                    

Jumat malam adalah waktu yang paling menyenangkan bagi Dimas, bocah berusia lima tahun, yang selalu menati kepulangan sang ayah. Sang ayah bekerja sebagai sales dari sebuah perusahaan rokok, dan mengharuskannya keluar kota dari hari senin sampai hari jumat.

Sudah terbayang oleh-oleh yang akan dibawa ayahnya saat pulang, martabak bangka keju coklat kesukaannya, serta mainan baru yang akan dia dapat dari sang ayah di waktu tersebut.

Namun, Sudah satu bulan ini, bocah kecil itu tak lagi mendapat buah tangan dari sang ayah. Jangankan buah tangan, pelukan hangat dan ciuman dari sang ayah pun tak lagi dia dapatkan. Kini saat sang ayah pulang, hanya pertengkaran kedua orangtuanya lah yang dia saksikan, dan akan selalu berakhir dengan kepergian sang ayah, dan tangisan sang ibu di sofa depan Televisi.

Sama seperti malam ini.

"Masih ingat pulang, kamu bang?! Tumben gak kerumah si janda?!" Dengan tangan berlipat dada, Lasti, sang istri menghujani pertanyaan kepada Andi, suaminya.

Lelaki berkaos polo putih yang masih berdiri di pintu, menatap tajam kepada istrinya. "Boro-boro disiapin air teh atau kopi. Suami belum masuk rumah aja udah dicurigain. Ini yang buat aku males pulang." Andi mendengus kesal dan berjalan melewati wanita berwajah oval yang berdiri di hadapannya.

"Mau sampai kapan bang pura-puranya?" Mimik wajah wanita yang menggunakan daster bunga-bunga itu terlihat datar.

"Sampai kamu berhenti nuduh aku." Andi menghempaskan bokongnya ke sofa, sambil meluruskan kakinya ke atas meja. "Ambil minum, aku haus ...!" Perintahnya kepada sang isteri yang masih berdiri di dekat pintu.

Walaupun kesal, masih juga dituruti perintah orang yang pernah mengisi hatinya dengan berbagai warna itu.

Dukk ....

Dihempaskan kasar gelas ke atas meja oleh Lastri.

"Kenapa gak minta minum dengan si janda, Bang?" Lastri mendengus pelan.

"Sudahlah Lastri, hentikan semua omong kosongmu itu, aku capek," kilah Andi sambil meminum air yang disuguhkan kepadanya. "Mo sampai kapan kamu kaya gini, tiap aku pulang cuma ngajak ribut dan nuduh yang gak jelas!!" Bentak Andi dengan suara keras.

Tak terima dibentak, akhirnya Lastri pun naik pitam, dia sampai mengacungkan telunjuk ke hadapan Andi, "Kamu pikir aku bodoh, Bang, hah ...."

"Jangan kamu pikir, aku hanya wanita rumahan yang tidak tau kelakuan suaminya di luar, yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan janda dari pada anak isterinya di rumah ..!!" Setengah berteriak Lastri meluapkan emosi dan rasa sakit yang selama ini dipendam dalam hati.

"Dasar isteri kurang ajar kamu ya ...." Dengan wajah geram Andi berdiri dan menghampiri Lastri yang sudah emosi.

Plaakkkk ....

Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi wanita muda itu. Didorongnya wanita yang masih meringis sambil memegang pipi itu hingga tersungkur ke dinding di belakangnya.

Wanita berparas cantik tersebut hanya diam dan menatap suaminya dengan penuh amarah dan kebencian. Sudah kering air matanya saat tahu sang suami yang selalu ditunggu kehadirannya itu bermain api dibelakangnya.

Braakkkk ....

Pintu dibanting dengan keras. Andi pergi tanpa kata meninggalkan isterinya yang masih terpaku atas perlakuannya itu.

Habis sudah ketegaran Lastri, tujuh tahun pernikahannya, tak pernah sekali pun sang suami bersikap kasar terhadap dirinya, apalagi sampai membentak dan menampar.

Bening kristal yang sudah menumpuk di ujung mata akhirnya jatuh juga. Tersungkur Lastri ke lantai sambil menangis terisak, ia takut tangisannya membangunkan sang jagoan yang telah terlelap.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Luka Hati, Ketika Cinta PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang