1.1 Rasa Sakit Yang Menyesakkan (1)

3.8K 245 3
                                    

Isi dari sebuah gelas bertangkai kembali ludes setelah Angie Stanton menghabiskan anggur merah untuk kesekian kalinya. Sayangnya wanita yang saat ini mengenakan gaun berwarna biru muda itu tidak bisa menghilangkan rasa sakit yang begitu sesak di dadanya.

Tatapan wanita itu tertuju pada seorang pria yang mengenakan jas putih pengantin yang tampak begitu pas memeluk tubuhnya yang atletis. Bahkan Angie masih ingat setiap otot yang ada dalam tubuh Shane Cordello. Sayangnya yang mengenakan gaun pengantin dan bersanding di samping pria yang sangat dicintainya bukanlah dirinya. Melainkan kakaknya.

Tatapan Angie beralih pada Wanda Stanton yang tampak begitu cantik dalam balutan gaun pengantin yang anggun. Angie mencibir melihat gaun itu seakan menghinanya karena bukan dirinya yang mengenakan gaun itu.

Mengapa dunia bisa sejahat ini padanya? Selama ini Angie selalu menjadi anak yang baik dan penurut. Tapi seakan kebaikan yang dia tanam selama ini menjadi sia-sia.

Tatapan Angie bertemu dengan manik mata coklat milik Shane. Tangan wanita itu menggenggam erat leher gelas saat melihat tatapan penuh cinta terpancar di mata Shane. Tatapan yang selalu pria itu perlihatkan hanya untuk Angie.

Tidak bisa. Aku tidak bisa melakukan ini. Ini semua tidak adil untukku. Aku tidak bisa melihatnya lagi. Ucap Angie dalam hatinya yang ingin menangis.

Akhirnya Angie memilih untuk berdiri dan meninggalkan halaman rumahnya yang dijadikan tempat resepsi pernikahannya kakaknya. Angie memilih masuk ke dalam rumah. Dia melewati beberapa tamu yang juga memenuhi rumahnya. Mereka menikmati makanan dan minuman yang disediakan sembari membicarakan betapa serasinya pasangan pengantin hari ini. Mendengar pembicaraan itu mampu meremas hatinya. Angie terus saja berjalan menghampiri tangga yang akan membawanya menuju lantai dua. Kamar tidur menjadi tujuan utama wanita itu untuk meluapkan air matanya.

Dengan lemas kaki wanita itu menaiki tangga menuju lantai dua di mana kamarnya berada. Dia tidak peduli pada sang ibu yang terus memanggilnya. Saat ini air mata wanita itu hampir tumpah. Menggenang penuh di pelupuk matanya. Sehingga dia tidak akan memperlihatkannya kepada sang ibu. Karena tahu jika sampai sang ibu tahu dia menangis, dia akan terus bertanya alasan jatuhnya air mata itu. Tentu saja Angie tidak bisa menjelaskan jika dia menangis karena tidak bisa melihat pria yang dia cintai bersanding dengan kakaknya. Dia yakin reaksi sang ibu akan membuat kehebohan dalam pesta resepsi itu. Oleh sebab itulah Angie memilih memendam perasaan ini sendirian.

Akhirnya Angie sampai di lantai dua dan langsung menuju kamarnya. Setelah dia masuk ke dalam kamarnya, dia mengunci pintunya agar tidak ada seorangpun yang melihat dirinya menangis. Kemudian dia menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Mengeluarkan air mata yang sudah sejak tadi dia tahan. Dia tidak peduli dengan riasannya. Yang dia pedulikan saat ini adalah hatinya yang terus saja meneriakkan nama Shane.

Air mata mengalir dengan begitu derasnya. Terutama ketika bayangan-bayangan di saat dirinya bersama dengan Shane muncul dalam pikirannya seperti film yang berputar dalam pikirannya. Semakin Angie mengingat momen manis yang dihabiskan bersama Shane, semakin sakit juga dadanya. Bahkan wanita itu memukul-mukul dadanya berharap bisa menyingkirkan rasa sakit itu. Sayangnya hal itu masih saja tidak berhasil.

Tiba-tiba sebuah ketukan pintu menghentikan tangis Angie. Tatapan wanita itu yang masih berlinang air mata tertuju pada pintu kamarnya. Dia bertanya-tanya siapa yang datang. Dia berharap bukan sang ibu yang masih bersikeras mengejarnya.

Akhirnya wanita itu mengambil tisu di atas meja dan menghapus air matanya. Suara ketukan itu terus terdengar. Hingga akhirnya Angie berdiri dan menghampiri pintu itu. Dia menarik nafas panjang terlebih dahulu bersiap menghadapi siapapun yang berdiri di depan pintu kamarnya. Setelah membuka kunci, tiba-tiba pintu itu dibuka oleh seseorang dari luar kamar. Angie terkejut saat melihat Shane masuk ke dalam kamarnya dan langsung mengunci pintu itu kembali.

"Shane? Apa kau gila? Apa yang kau lakukan? Bagaimana jika ada yang melihatmu kemari?" Angie terkejut sekaligus senang melihat pria dengan tinggi tubuh seratus delapan puluh tujuh sentimeter itu.

Mata coklat Shane tertuju pada Angie. Menyusuri tubuh wanita itu menggunakan tatapannya. Percikan kerinduan terlihat jelas muncul di matanya. Pria itu mematahkan jarak diantara mereka. Dia melebarkan kedua tangannya dan langsung memeluk Angie dengan begitu erat.

"Jangan cemas, Malaikatku. Tidak ada yang melihatku kemari. Tadi aku melihat kau masuk ke dalam rumah. Aku yakin kau pasti menangis. Karena itulah aku kemari." Ucap Shane dengan suara lembut yang mampu menggetarkan hati Angie.

****

My Sexy Forbidden Lover  (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang