D u a

154 83 60
                                    

22 Oktober 20xx

Ara berjalan menyusuri kota Malang yang kian hari kian mendingin. Hari ini ia tidak memiliki jadwal kuliah yang artinya ia free.

Ara berpikir akan ke mana ia seharian ini. Sebenarnya ia ingin sekali bermalas-malasan di atas kasur kesayangannya, tapi apa daya mamanya akan berteriak kalau tau anak gadisnya bermalas-malasan.

Akhirnya ia memilih ke tempat yang selalu menjadi favorit kala senggang, tentu saja toko buku. Terkutuklah gadis bernama Ara itu, sebagai pecinta novel remaja, bukan lebih tepatnya penggila. Ia bahkan bisa menghabiskan ratusan ribu hanya untuk bisa membaca novel kesukaannya.

Sampailah ia diantara rak tinggi-tinggi yang menyajikan novel best seller karangan penulis ternama. Matanya sangat berbinar, mulutnya tak berhenti menganga takjub. Ia mulai asyik membaca salah satu novel yang sengaja dijadikan contoh, sampai tiba seseorang memanggil dengan ragu.

Ara langsung menoleh kala namanya terpanggil, tebak siapa yang memanggilnya. Seorang yang sama, yang ia temui di halte tempo hari. Siapa ya namanya? Las ... las? Ah bodo lah, Ara bukan tipe pengingat yang baik.

"Ara? Kamu masih mengingatku, kan?" ucapnya menyakinkan.

Ara tetap tak peduli dan memilih fokus pada novelnya.

"Kamu dengar aku tidak? Aku Laskar ... Laskar Dirgantara!" Ara menoleh dan menatap tajam lelaki berlesung itu.

"Kamu berisik sekali, Tuan! Bicara lebih pelan sedikit! Aku tidak tuli asal kamu tahu..!

"Siapa suruh pura-pura tidak mengenalku."

"Aku tidak bilang aku tidak mengenalmu, Tuan Laskar yang terhormat!"

Ara selesai dengan novelnya, ia segera memilih sekitar lima buku yang siap dibayar. Laskar tak berhentinya untuk menganggu Ara. Gadis itu berusaha tak peduli, walau dalam hatinya ingin menonjok muka lelaki aneh itu.

"Sini berikan buku itu pasti berat," ujar Laskar lantas merampas kelima buku dari dekapan Ara.

"Jangan buat aku merasa harus berhutang budi!"

"Tidak akan!" Laskar tersenyum menunjukkan lesung pipit di kedua pipinya.

****

"Jadi kamu suka membaca novel juga?" Ara dan Laskar kini duduk berhadapan di sebuah cafe pinggir jalan. Entah kenapa Ara tak bisa menolak minuman yang bernama kopi. Sepertinya ia sudah menganggap cairan kental yang mengandung kafein sebagai sahabatnya.

"Iya tapi tak banyak," jawab Laskar singkat.

"Wah, novel tema apa yang kamu suka? Kupikir kamu hanya suka buku berteori?"

"Ada sebuah novel klasik yang menginspirasi hidupku, jadi aku selalu mengikuti karangan penulis itu saja," balas Laskar sembari menyesap coklat panas.

"Memangnya siapa nama penulis itu?"

"Itu rahasia tahu. Hei, kamu ternyata cerewet juga." Laskar mencibir ke arah Ara.

"Aku hanya bertanya padamu! Kenapa sewot sekali!" Ara mempoutkan bibirnya dan itu mampu membuat Laskar tertawa gemas.

Kehadiran Ara membuat warna baru dalam hidup Laskar. Memberi alasan untuk mampu bertahan hidup, walau ia tau dirinya tak akan bertahan lama, setidaknya ia memiliki sebuah kenangan yang berharga.

****

24 Oktober 20xx

"Sayang! Makan dulu!" teriak mama Ara memenuhi ruang makan.

"Tidak ada waktu, Ma!" ujar Ara sembari menata buku yang perlu dibawa.

Mama Ara terus mengikuti Ara ke mana pun Ara bergerak, sampai-sampai ia membawa sepiring nasi berserta lauk. Tangan kanannya memegang sendok makan penuh nasi, yang siap masuk ke dalam mulut anak semata wayangnya. Namun, Ara tetap menolak membuka mulut.

"Aku berangkat ma." Ara pun berlari sekuat tenaga menuju halte, meninggalkan mamanya dengan sepiring nasi utuh dan helaan nafas pasrah.

Sepanjang perjalanan tak berhentinya Ara mengumpat kesal mengingat kejadian kecil di rumah. Kalau saja mamanya tidak memaksa untuk makan, Ara tidak akan telat.

Selangkah lagi Ara menginjakkan kaki di halte. Namun, terhenti seketika setelah melihat seorang lelaki tengah duduk di kursi panjang halte. Ara bertanya-tanya dalam hati, apakah Laskar itu adalah hantu penunggu halte bus. Memikirkannya Ara berkidik ngeri.

"Kamu lagi!" ucap Ara sinis.

Namun, sepertinya Laskar lebih dulu menyadari kehadiran si gadis manis. Jadi ia tidak terlalu terkejut dengan suara lembut yang menyambangi telinganya.

"Kamu terlambat lagi." Laskar berpura-pura melihat alrojinya.

"Bukan urusanmu!"

Beberapa menit kemudian mereka berdua dilanda keheningan. Tanpa sadar kening Ara berkerut, menatap lelaki itu sedang menegak sesuatu dari botol kecil berwarna putih yang ia keluarkan dari dalam saku.

"Kamu sakit?" Ara terus mengamati botol kecil bertuliskan 'Imatinib' dalam genggaman lelaki itu. Nama yang cukup asing baginya. Namun, Ara tak mengabaikan nama obat itu dan memilih menatap Laskar yang sedang membuang botol plastik bekas air mineral ke tempat sampah. Lelaki itu tersenyum dan menggeleng pelan.

"Sejak kapan seorang Ara Aurel mulai perhatian padaku?" goda Laskar yang langsung mendapat balasan pukul kecil di lengannya dari Ara.

"Percaya diri sekali kamu, Tuan Laskar!" Ara memalingkan wajahnya menatap jalanan sebelum sempat melirik sebentar kearah botol putih kecil yang ditaruh Laskar di sampingnya. Ara merasa pernah melihat botol itu tapi dimana?

Bersambung....

Nantikan kelanjutannya ya, jangan lupa voment 😊🙏

Jangan pura-pura gak tau sama ikon bintang 🌟😬😬

I Found You Again (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang