5

11.5K 1.1K 15
                                    

Dua Minggu sudah, Kirana berada dalam istana Nata. Ia menikmati waktu itu dengan menyelinap ke kamar permainan Nata setiap malam, tanpa seorang pun tahu.

Kamarnya berada satu lantai dengan ruang kerja Nata. Otomatis, tidak ada yang akan melihat.

Risna juga tidak membahas lagi, Kirana mengasihani gadis itu. Namun, ia tidak mempunyai urusan dengannya.

Sekarang, wanita itu berada di ruang kerja Nata. Duduk di singgasana kebesaran Nata.

Di atas meja menumpuk berkas tidak penting. Kirana mencari identitas pria itu, namun setelah menemukannya, info itu tidak ia perlukan.

Ia hanya mengambil foto ayahnya yang mengambil pose di depan menara kembar, Kuala Lumpur.

Nata tidak akan tahu, hanya selembar foto dari banyaknya foto dalam album emas yang sudah kusam.

Hari-hari menuju permainan dinantikan dengan sabar oleh Kirana. Dari salah satu pelayan, ia mengetahui Nata akan tiba sabtu malam.

Pernah dua kali Kirana mendengar bi Niar bicara di telepon, mengatakan dirinya baik-baik saja. Tentu saja bi Niar melaporkan pada Nata.

Selesai makan malam, Kirana masuk ke kamar Nata. Malam ini wanita itu mengenakan dress berwarna hitam dengan brokat mengelilingi batang leher putihnya.

Terlihat pas di tubuhnya. Dan akan lebih cantik kalau saja wanita itu memoles sedikit riasan di wajahnya.

Namun, saat ini bukan waktunya menggoda pria itu. Hanya menunggu, menyampaikan sebaris kalimat kemudian menikmati reaksi anak angkat ayahnya tersebut.

Knop pintu berputar, Kirana sudah siap. Ia duduk di depan cermin. Menatap pantulan wajahnya.

"Hai suami."

Nata terkejut melihat keberadaan Kirana di kamarnya. Penampilan wanita itu berbeda ketika terakhir ia melihatnya.

Dia baik-baik saja, batin pria itu.

"Apa yang kamu lakukan di kamarku?"

Kirana menatap datar wajah pria di hadapannya. Jarak satu meter, terasa dekat bagi Kirana karena ia bisa melihat dengan jelas raut pria itu.

"Menunggu suami."

Nata berjalan ke arah sofa, yang letaknya tepat berada di samping ranjang sebelah kanan. Ia melewati wanita yang sedang duduk di depan cermin menbelakangi ranjangnya.

"Sekarang, kamu boleh kembali ke kamarmu. Saya mau istirahat."

Kirana melihat pantulan Nata dari cermin. Pria itu berdiri dengan posisi membelakanginya. Namun, jelas sekali layar benda persegi bercahaya di balik tubuh tegapnya.

"Setidaknya, ada aku di sini. Lelahmu sedikit berkurang."

"Saya sedang tidak ingin berdebat. Jadi, keluarlah!"

Seperti yang diperkirakan Kirana, emosi pria itu sama seperti dirinya. Cepat meledak, jika pancingannya tepat sasaran.

"Mengusirku? Bukankah kau yang mengundangku ke kamarmu?"

Nata tidak perlu menjawab pertanyaan itu. Tidak penting. Yang diinginkan sekarang, Kirana keluar dari kamarnya.

Getaran ponsel tanda panggilan masuk tertangkap rungu Kirana. Ia melihat laki-laki itu tidak menjawab panggilannya.

"Angkat saja. Anggap aku tidak ada."

"Keluarlah!" Nada suara Nata mulai tinggi. Usaha akan janjinya tidak bersikap baik pada Kirana, mungkin tidak bisa terealisasikan sekarang.

LARA KIRANA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang