12

12.8K 1.2K 45
                                    

Satu bulan ini, Nata sering uring-uringan. Hampir semua pekerjaan di kantor ia serahkan pada asistennya.

Bukan kenapa, setiap ia pulang, ia harus melihat sikap tak acuh Kirana, dan ia tidak suka.

Nata seakan lupa, begitulah sikap Kirana dari awal.

Bagian dalam dirinya seperti ikut berdusta dan berkompromi menyabotase perasaannya.

Sesuatu yang dirasakan Nata, berbahaya.

Untuknya, juga untuk Kirana.

Malam ini, seperti biasa. Ia pulang tengah malam ketika penghuni rumah terlelap dalam mimpi.

Temaram cahaya ruang tamu tidak menghambat langkahnya.

Bukan masuk ke kamar yang akhir-akhir ini ditempatinya bersama wanita itu, melainkan duduk di ruang tamu.

Setiap ia masuk ke kamar, ia menemukan istrinya sudah tidur.

Sebuah kebiasaan Nata, yang dimulai entah kapan perlahan menyita perhatiannya pada adik angkatnya, yang kini sudah berstatus seorang istri.

Nata sering mencium kening Kirana.

Ia sendiri tidak tahu, kenapa melakukan hal itu.

Seolah ada sesuatu yang mendorongnya, hingga ia merasa perasaannya nyaman dan senang saat mencium kening wanita itu.

"Baru pulang?"

Nata terlonjak kaget, mendengar sebuah suara yang sangat dekat dengannya.

Jantungnya berpacu dengan cepat.

"Dari apartemen pacarmu?"

Dengan cepat Nata menekan saklar lampu ruang tamu dan menemukan sosok wanita yang akhir-akhir ini memenuhi ruang memory-nya.

Sejak kapan, wanita itu berada di sana?

"Kamu menungguku?"

Kirana mengernyit, mendengar cara bicara Nata yang tidak seperti biasanya.

Aku?

"Sepertinya, akhir-akhir ini banyak perubahan dalam hidupmu."

Ucapan Kirana membuat tubuh Nata menegang.

"Apa..." Kirana menggantungkan kalimatnya, sementara kakinya mulai melangkah ke arah pria itu. "Pacarmu, sudah meninggalkanmu?"

Nata tidak menjawab, matanya terlalu fokus melihat Kirana yang terus melangkah ke arahnya.

"Atau, kau yang meninggalkannya?"

Mata keduanya beradu.

Kirana bisa merasakan sirat lain dari pandangan Nata.

Ia tersenyum culas, dan merapatkan tubuhnya dengan pria itu.

Ia berbisik di telinga Nata, "Kau memujaku, Nata!"

Nata menggeleng.

Tidak.

Khayalan wanita itu, terlalu tinggi.

Senyum merekah mempesona, dipersembahkan Kirana, sambil melafazkan sumpah dalam hatinya.

Sesuatu yang menempel di bibir Nata, membuatnya terkejut. Ia memalingkan wajahnya, tepat saat Kirana menggigit kecil bibir bawahnya.

Kesan yang manis.

Ketika bibir dingin Kirana, melumat lembut bibir suaminya. Membelai dan menautkan keindahan dalam memagut organ lembut itu.

Tidak sampai di situ, erangan Kirana mampu menyihir pikiran seorang Nata. Apalagi saat Kirana memijat pelan tengkuknya dan meremas rambut pria itu.

Sesuatu yang ditunggu Kirana terjadi. Sambutan Nata sesuai dugaannya. Kirana melayani, menyerahkan separuh dirinya dalam buaian pria itu hingga tangan pria itu mulai bergerilya di bagian atas tubuhnya.

Ketika mengetahui, bahwa pria itu berada di atas angin, Kirana berhenti.

Ia melangkah mundur, dengan senyum sinis menyakitkan.

Ia tahu, Nata sedang melayang.

Ia tahu, buaiannya menghanyutkan.

Tapi, Nata tidak tahu, kalau Kirana sedang menyiksanya secara perlahan.

"Kau!!" desisan Nata tidak menghapus senyum sinis wanita itu.

"Kenapa?"

Mata Nata memerah. Dadanya naik turun, antara menahan emosi dan sesuatu yang sudah dimulai wanita itu.

"Aku suamimu!"

See?

Kirana tertawa.

Tawa yang membuat Nata semakin bergairah.

"Benar, kau suamiku. Lantas kenapa?"

Giliran langkah Nata yang bergerak mendekati Kirana.

Wajah dingin Kirana menyentak sesuatu dalam diri Nata.

Entah kenapa, otaknya mulai liar ketika membayangkan sosok wanita itu dengan keangkuhannya, terhimpit di bawah tubuhnya.

Mencengkram, mendesah hingga berteriak namanya.

Nata, tersenyum.

Ketika sudah menggapai tubuh wanita yang sudah terhimpit di antara lemari dan kungkungan tangannya, Nata mengunci netra tajam Kirana.

Melesak masuk ke dalam mata yang sering memancarkan nista pada dirinya.

"Sambutan yang hangat, sayang!"

Kirana tidak gentar, ia membalas tatapan pria yang sudah mengunci pergerakannya.

"Mau coba di sofa?"

Kirana tersenyum sinis, "Sebegitu besar kau menginginkanku?"

"Apa salah aku menginginkanmu?" balas Nata cepat.

Kirana tertawa lagi melihat fokus mata Nata. Mungkin tidak butuh waktu lama membuat pria itu berlutut padanya.

Nata mengerang, melihat gerakan mulut Kirana yang menawan di matanya.

"Kau kalah Nata!"

"Aku sedang tidak bertarung denganmu!"

Jemari Nata mulai menari di balik baju Kirana.

Nata menunggu mata wanita itu terpejam. Mungkin, sebentar lagi.

Kaitan di balik baju itu sudah terlepas, hingga jemari Nata bisa bergerak lihai di kulit punggung Kirana.

"Mendesahlah atas namaku, sayang!"

"Tunggu kiamat!"

Tangan Nata menarik paksa kaos yang di kenakan Kirana hingga bagian samping kanan kaos itu robek dan menampakkan kulit halus Kirana.

"Kau terpesona, Nata," desis Kirana tajam membuat sisi dalam diri Nata bergejolak dan dengan sekali hentakan bagian atas tubuh Kirana terekspos.

Nata menikmati pemandangan di depannya. Sungguh, ini kali pertama ia merasa bingung bersamaan hasrat yang sudah menggelora.

Keindahan Kirana menyapa netranya, membuat laki-laki itu meneguk ludahnya.

"Astaga! Maaf saya tidak lihat, Bapak!"

Dengan cepat Nata memeluk tubuh Kirana, seperti melindungi wanita itu dari sesuatu yang berbahaya.

Itu suara Risna.

Kebiasaan wanita itu tengah malam memastikan Kirana beristirahat dengan baik sesuai perintah Nata.

Tapi kali ini, ia terjebak dalam situasi menghangatkan sang majikan.

"Tunggu apa lagi, kamu!!

Risna berbalik dengan tangan masih menutup matanya.

"Di kamar saja, Pak!"

Nata mengerang, mendengar teriakan Risna.

Begitu siluet tubuh pembantunya menghilang, Nata menggendong tubuh Kirana ke kamar.

LARA KIRANA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang