Note : Penggunaan huruf italic dalam oneshot ini selain sebagai ungkapan kata asing, juga sebagai penanda flashback serta sebagai ungkapan batin si tokoh.
☔Under My Umbrella☔
Lima tahun sudah ia menunggu, menunggu lelaki pemilik payung hitam itu untuk mengambil kembali payungnya. Menunggu saat dimana ia akan memandang wajah tampan itu, menatap iris hazel yang menjadi objek favoritnya detik itu juga. Dan Ashilla masih tetap menunggu, sampai saatnya mereka bertemu kembali. Di terminal ini, tempat yang menjadi saksi bisu pertemuan singkat mereka.
Ashilla rindu, teramat rindu oleh kenangan-kenangan manis ketika ia masih bersama lelaki itu. Pertemuan mereka tidaklah banyak, hanya beberapa kali, namun meninggalkan kesan yang luar biasa mengganggu kehidupannya hingga saat ini.
Ashilla berlari meninggalkan tempat ia berdiri. Tak peduli betapa kasar rintik hujan menghantam wajahnya, membasahi seluruh tubuh, juga mengaburkan pandangannya. Yang ia rasakan saat itu adalah sakit, mengetahui fakta bahwa satu-satunya keluarga yang ia miliki memutuskan pergi untuk meninggalkannya.
"Apa kamu lakukan disini?"
Hujan tidaklah lagi menetes, bayangan hitam melingkari tempat Ashilla jatuh terduduk. Sepasang sepatu hitam berdiri tepat di hadapan Ashilla yang terduduk di tengah-tengah terminal. Ashilla dengan bodohnya menangisi kepergian sang ayah yang bahkan tidak perlu repot-repot untuk membatalkan niatnya menjauh dari kehidupan Ashilla.
Merasa tidak mendapat jawaban, lelaki itu lekas mengulang kembali pertanyaannya. "Apa yang sedang kamu lakukan disini? Di bawah hujan deras seperti ini?" Bahkan lelaki itu harus menaikkan suaranya karena bertabrakan dengan suara hujan.
"Merindukan Ibu." Ashilla tidak pernah merasa berbohong akan jawaban yang ia berikan, walaupun tidak sepenuhnya benar.
Lelaki itu berjongkok, meletakkan lutut kanan di aspal sementara kaki kirinya tetap pada posisinya. Kini payung besar hitam itu telah melindungi tubuh mereka berdua dari derasnya air hujan yang mengguyur. "Ayo," ajaknya tanpa basa-basi. Sebelah tangannya menarik pelan lengan Ashilla untuk berdiri. Menuntun gadis itu berjalan menuju tempat yang sanggup menjadi peneduh mereka dari derasnya hujan.
Mereka berdua terjebak dalam keheningan panjang di bawah naungan pohon beringin yang lebat. Walaupun tidak sepenuhnya mampu menahan tetesan demi tetesan, setidaknya intensitas air hujan yang jatuh menimpa mereka tidaklah sebanyak sebelumnya.
"Ceritakanlah, aku yang akan mendengarkanmu."
Ashilla menatap iris hazel itu dalam sekali tatap, lalu tertunduk ketika menyadari seberapa kuat daya tarik yang bola mata itu berikan kepada dirinya. Betapa ia sangatlah mudah tersipu, betapa ia sadar hanya dengan dialog minim seolah lelaki itu telah mampu memahami perasaannya.
"Payung ini adalah milikmu sekarang," kata lelaki itu sebelum meninggalkan Ashilla yang masih berdiri terpaku di depan rumahnya. Menatap punggung basah sosok lelaki yang baru saja mengantarkannya pulang.
Ashilla memandang arloji pada pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 17.15. Untuk yang kesekian kali ia tidak menemukan tanda-tanda lelaki itu akan datang. Ia ingat apa yang lelaki itu janjikan, lima tahun mendatang mereka akan bertemu kembali di tempat ini. Mungkin dirinya yang terlalu naif kala itu, sampai-sampai tak menanyakan kapan saat itu tiba.
Inilah rutinitasnya beberapa bulan terakhir, yaitu menunggu kedatangan lelaki itu. Membunuh waktu dua puluh menit untuk menunggu di terminal yang sudah lama tidak beroperasi, lalu pulang berbekalkan kekecewaan.
YOU ARE READING
Under My Umbrella [OneShot]
Roman d'amourKetika seseorang bertanya, "apa yang sedang kamu lakukan disini?" Ashilla akan dengan senang hati menjawab, "merindukanmu di bawah payungku ini." Re-Publish! Karena ceritanya tiba-tiba hilangT_T Ini karya oneshot pertamaku, dan ditulis bertahun-tahu...