VALIANTLY 04: Plester

2.2K 347 231
                                    

Kalian udah tau visual Mia siapa??

Btw, jangan lupa vote dan komennya ya! Komen dan vote kalian itu semangat banget buat aku! 💙💛

ⓥⓥⓥ

Mia.

Sebetulnya aku bukan tipikal wanita yang mau saja diajak susah. Hanya saja kalau begini ceritanya, lebih baik aku makan di rumah.

Pak Dinan membawaku ke pasar di depan Toko Ria Busana di jalan Cibaduyut yang dengan melihat keramaiannya saja, badanku rasanya berkeringat semua.

Pasti pengap.

"Ayo," ajak Pak Dinan berjalan lebih dahulu, aku tidak tahu kenapa jalannya terlihat begitu cepat, sampai-sampai dia sudah masuk ke dalam pasar meninggalkan aku sendiri yang masih termenung heran di depan mobilnya. Tapi semenit setelahnya, dia kembali lagi menenteng kresek hitam.

Wajahnya penuh dengan keringat, lengan kemeja putihnya ia gulung sampai siku. Dan dengan langkahnya yang tegap juga badan yang terlihat atletis, Pak Dinan mengundang tatapan magnet dari ibu-ibu tukang ayam di sekeliling kami.

Aku akui, Pak Dinan ya ... kau tahu lah, tidak terlalu tampan tapi ya, begini maksudku aku berkata kalau dia tampan itu bukan berarti aku suka padanya.

Iya! Dia terlihat tampan saat berjalan di bawah sinar matahari dengan wajah mengkilap karena keringat dan rambut yang ditata rapi dengan gaya up hair juga lengan kemeja yang diangkat sampai siku.

"Ini," kata Pak Dinan memberikan aku kresek hitam yang ditentengnya tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini," kata Pak Dinan memberikan aku kresek hitam yang ditentengnya tadi.

"Apa ini?" tanyaku balik sembari menerima barang bawaannya.

"Sendal jepit buat kamu," kata Pak Dinan.

Aku mendongakan kepala.

"Saya lihat kamu pake heels tinggi ke kantor. Sedangkan kita kan mau ke pasar, masa kamu pake heels gitu?" ujar Pak Dinan membuat aku terdiam.

"Padahal saya gak apa-apa, kok Pak." Aku berkata. "Lagian kaki saya ju-"

"Angkat kaki kamu," suruh Pak Dinan yang tiba-tiba sudah berjongkok di hadapanku. "Angkat."

Aku refleks mengangkat kakiku, dan detik selanjutnya Pak Dinan melepaskan heels yang aku pakai lalu setelah kulihat ke bawah.

Pak Dinan sedang mengolesi tumit kakiku dengan obat merah dan menutupnya dengan plester bening.

"Pak," kataku canggung.

"Saya bukan tipikal cowok yang diem aja liat sesuatu yang bikin saya gak nyaman." Pak Dinan berkata. "Sejak masuk mobil kaki kamu udah gak nyaman 'kan?"

Aku hanya terdiam.

"Harusnya kamu bilang," kata Pak Dinan.

"Harus banget emanganya?" tanyaku.

VALIANTLY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang