Prolog

30 4 0
                                    

Kuliah...

Nikah...

Kedua masalah itu sudah berlalu lalang dalam fikiranku sebulan sebelum ujian tiba. Dan kini dua bulan berlalu begitu cepat, kecemasan akan kedua perkara itu bertambah sepuluh kali lipat saat pelulusan sekolah telah tiba, ditambah lagi bunda dan ayah hampir setiap hari menagih jawabanku.

"Ah Bunda, Ayah apaan sih? Kan pendaftaran kuliahnya masih lama" sanggahku. "Nanti saja lah fikirnya, capek pikirin itu terus nggak kunjung dapat jawabannya".

Itulah yang selalu aku katakan untuk menghindar dari pertanyaan mereka.

Aku bingung harus memilih yang mana, bahkan saat meminta pendapat dari orang-orang terdekatku pun, tetap saja aku masih bingung dan bimbang dengan pilihanku.

Adikku Irabell sendiri mengatakan bahwa kuliah itu lebih penting dibanding menikah "Kuliah dulu baru nikah. Dapatkan the graduation photo setelah itu baru deh the wedding photo" itulah mottonya, pendidikan selalu di depan.

Kata kak Arbani keduanya itu baik "Nggak perlu ada yang dicemaskan. Apapun pilihanmu itu tak masalah, keduanya adalah masa depan yang cerah kok." begitu katanya.

Sedangkan kata ayah dan bunda "Nikah sambil kuliah itu baru dinamakan paket komplit"

Pendapat mereka semua ada benarnya. Irabell sendiri sudah memiliki rencana masa depan. Bukan hanya Irabell anak seumuranku pun pasti akan menjawab kulih dengan cepat tanpa ragu-ragu jika berada dalam posisiku.

Dan aku setuju dengan pendapat kak Arbani yang mengatakan keduanya itu baik. Ya! Keduanya memang baik. Tapi tidak untuk ditujukan kepadaku, karena bagiku keduanya adalah masalah.

Kenapa tidak! Usiaku masih 18 tahun tentu saja aku tak berminat menikah diusia dini. Sedangkan kuliah, jangan ditanya lagi diantara kami sekeluarga sudah akulah yang paling minus, ayah dan bundaku berprofesi sebagai dokter, kak Arbani sendiri adalah lulusan manajemen terbaik di luar negri dan sekarang menjadi pengusaha muda yang sukses mengembangkan usahanya sampai keluar negri. Sedangkan Irabel sedang mengejar mimpinya menjadi dokter seperti ayah dan bunda.

Terkadang aku selalu berfikir aku hanyala anak pungut yang menumpang masuk dalam keluarga mereka, andai saja wajahku dan Irabell berbeda mungkin saja aku akan yakin tentang hal itu.

Kenapa tidak, diantara keempat orang jenius itu aku hadir ditengah-tenganya menciptakan suatu perbedaan. Aku memiliki pendirian dengan menganggap belajar tidak penting untuk hidupku. Karena menurutku belajar itu adalah hal yang paling-paling membosankan.

Dibanding belajar aku lebih menyukai hal yang berbau seni. Dan jika saja ayah mengizinkan tentu saja aku ingin mendaftarkan diri di jurusan kesenian. Tapi apa boleh buat tentu saja ayah tak akan setuju dengan hal itu. Entah apa alasan ayah sangat tidak menyukanya.

Mengenai pendapat Ayah dan bunda tentu saja aku tidak akan setuju. Walaupun hal tersebut sudah menjadi legendaris dalam keluarga, menjodohkan anak gadis mereka saat menginjak usia dewasa dengan alasan demi kebaikan kami anak-anaknya.

Tapi menurutku tidak demikian, hal tersebut malah hanya akan merenggut masa mudah dan masa depan kami, hal tersebut hanya akan memenjarakan kami di alam yang bebas. Ditambah lagi aku adalah anak yang over aktif dan tentunya sangat tidak cocok dengan hal-hal demikian.

Tapi tetap saja bunda tak akan pernah mengerti, ia akan tetap pada pendiriannya. Akupun demikian akan tetap pada pendirianku.

Hingga malam Prom Night tiba, malam dimana aku harus menyetorkan janjiku pada ayah dan bunda. Malam dimana yang seharusnya menjadi malam kebahagian semua siswa. Tapi malah menjadi malam yang suram bagiku.

"Lantas apa jawaban kamu?" ayah mengulangi pertanyaan bunda yang tak kunjung kujawab.

Aku hanya dapat menunduk lemah. Jujur saja jawaban yang dinantikan oleh kedua orang tuaku sama sekali tak ada padaku.

"Jadi bagaimana?" ulang ayah sekali lagi.

"Ayah, Bunda," panggilnya lembut "biarkan Ara menikmati pesta tetrakhir bersama teman-temanya malam ini, kita bisa bicarakan masalah ini nantikan?" Kak Arbany memang penyelamatku satu-satunya.

Kulihat bunda mendesah pelan "Tapi..."

"Bun... masih banyak waktu bukan? Kita membahasnya besok pagi saja yah?" Kak Arbany memang selalu bisa mengambil hati bunda, lihat saja hanya dalam sekejap hati bunda telah luluh.

"Baiklah, kita bicarakan ini besok pagi. Tapi bunda tidak mau mendengar banyak alasan lagi". Jelas bunda dan aku yakin ayah pun akan sependapat dengan bunda.

Aku mengangguk mengerti. Dalam hati yang terdalam bersorak gembira. Akhirnya bisa lepas dari pertanyaan itu, setidaknya sampai besok pagi.

Tanpa menunggu lama lagi aku langsung berpamitan kepada ayah dan bunda. Kemudian menggandeng lengan kak Arbany keluar rumah. Malam ini kak Arbany yang bertugas mengantarkanku ke party.

"Kak thank you very much and i love you brother . Aku benar-benar sayang sama kakak. Kakak the bets deh pokoknya" aku mengacukan dua jempol pada kakakku saat kami sudah berada di dalam mobil.

Kak Arbany memutar kedua bola matanya "Kamu tuh yah hanya ngomong gitu kalau ada maunya. Coba deh kalau tidak, mana mau kamu ngomong gitu" sindirnya.

"Aits... bukannya bersyukur di beri pujian malah suudzon" protesku.

"Pujian itu bisa menyebabkan bencana" ujarnya membuatku tertawa.

"Ra?" Panggil kak Arbany dengan tanpang serius "Besok sudah hari terakhir loh, kali ini kakak sudah tidak bisa membantu kamu lagi. Jadi kakak harap kamu memikirkan hal tersebut dengan baik"

"Au ah elap! Malam ini Ara hanya ingin bersenang-senang. Persoalan itu besok saja fikirnya". Senyumku yang sedari tadi berkibar menjadi redup.

Aku memalingkan pandanganku ke arah jendela mobil. Pembahasan kak Arbany tiba-tiba membuat moodku menjadi buruk .

Kak Arbany yang begitu mengerti dengan perubahan sikapku memilih untuk menghentikan pembahasan tadi, dan kembali fokus pada kemudinya.

Aku hanya membisu sepanjang perjalanan, hingga akhirnya kak Arbany memecah keheningan "Jangan pulang larut malam yah" pintanya usai menepikan mobilnya, aku pun mengangguk mengerti.

Aku hanya membisu sepanjang perjalanan, hingga akhirnya kak Arbany memecah keheningan "Jangan pulang larut malam yah" pintanya usai menepikan mobilnya, aku pun mengangguk mengerti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Assalamualaikum. 

Ini adalah cerita pertama saya. Semoga saja ada yang baca dan menyukainya.


My Love My ChemistryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang