Khitbah

20 4 0
                                    

Alhamdulillah ada juga yang baca. Kalian baca saja sudah membuatku luar biasa senangnya😊

Happy Reading!!!

"Ara buka pintunya sayang. Kakak bawa makanan kesukaan kamu ni" teriaknya sambil menggedor pintu.

Entah sudah berapa lama kak Arbany berada didepan kamar. Ia terus mengetuk pintu dan memintaku keluar dari kamar. Walau aku mendengarnya tapi tetap saja aku pura-pura tuli, seolah tak mendengar apapun dari balik pintu.

Ini sudah yang ketiga harinya aku mengurung diri dikamar, dan selama tiga hari itu pula kak Arbany selalu apel didepan kamarku berjam-jam, tiap pagi sebelum berangkat kantor dan malam sepulang dari kantor. Ia akan terus mengetuk dan menyogokku dengan makanan kesukaanku. Saat ia lelah aku tak kunjung keluar ia akan pergi dan meletakkan makanannya didepan pintu.

Malam ini pun begitu.

Kak Arbany kembali mengetuk pintu "Ara makan dulu sebelum tidur, kakak letakkan makanan kamu didepan kamar. Harus dimakan nanti kamu sakit" aku mendengar kak Arbany melangkah pergi.

Dan didepan kamarpun kembali hening. Sejujurnya aku tak tega mengabaikan kak Arbany selama itu. Tapi aku tak ingin keluar kamar sekarang. Bukan karena aku masih marah karena dibentak ataupun tanparan ayah. Tapi aku malu bertemu mereka, aku merasa bersalah karena sikapku yang telah melukai hati mereka.

Setelah beberapa lama termenung sendiri akhirnya aku melangkah keluar. Perutku benar-benar keroncongan sekarang, bagaimana tidak aku hanya sarapan pagi, siangnya aku terpaksa puasa.

Deg...

Aku terkejut saat membuka pintu. Bukan makanan kesukaanku yang ada didepan kamar tapi kak Arbany sendiri lah yang berada didapan kamarku.

"1 jam 45 menit" katanya sembari melipat kedua tangangnya "akhirnya kamu keluar juga" ia menatapku marah tapi ada raut kecemasan diwajahnya

Aku hanya mendesah pelan dan mundur hendak menutup pintu kamarku. Tapi dicegah oleh kak Arbany.

"Aku ingin memarahi kamu tapi, kamu tampak tak punya tenaga untuk bisa diarahi" ia menarikku menuruni tangga dan aku hanya menurutinya.

Saat berada ditangga terakhir tentu saja aku merasa was-was. Ku perhatikan kiri dan kanan, memastikan tidak ada ayah dan bunda dibawah. Rasanya aku seperti maling yang takut ketahuan oleh pemilik rumah.

"Tenang saja ayah dan bunda tidak berada dirumah hari ini" ucap kak Arbany yang seolah-olah tau fikiranku.

Akhirnya aku bisa bernafas lega. Entah mengapa aku belum siap bertemu dengan mereka.

"Kita mau kemana?" tanyaku saat kak Arbany memberi sweater.

Kak arbany hanya diam, ia terus berjalan dan aku mengikut dibelakangnya. Sweater yang diberikan oleh kak Arbany hanya kulingkarkan dipinggangku.

Kak Arbany ternyata membawaku ke halaman belakang rumah. Tempat itu telah dijadikan sebuah taman yang didesain khusus untuk keluarga. Kami sering menggunakannya saat ada acara khusus maupun hanya sekedar nongkrong.

"Pakai sweaternya, udaranya lumayan dingin, nanti kamu sakit" katanya saat kami berada dihalaman belakang.

Aku yang tadinya murung kini begitu riang ketika mendapati meja dihadapanku full dengan makanan kesukaanku.

Namun disisi lain aku mendapati Irabell yang melototiku dengan tajam "Lama banget sih? Dari tadi itu perutku sudah kerocongan tau nggak?" protesnya.

"Aku kan tidak minta tunggu." Jawabku yang membuat Irabell tambah memancungkan bibirnya.

Tanpa menunda waktu lagi kami segera melahap makanan yang menggiurkan tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Love My ChemistryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang