Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi

Prolog

139K 2.8K 82
                                    

Minggu konser terakhir setelah ini bisa beristirahat, melakukan tur di beberapa kota sudah menjadi kebiasaan bagi Adipati. Kegiatan malam minggu masih sama, bernyanyi lalu bertemu beberapa penggemar.

"Seperti angin laut ... Yang mendebarkan membawa aku dalam genggaman yang sulit ku gapai. Kini tak ada lagi kisah kita hanya ada kisah sendiri. Beri aku kesempatan sekali lagi .... Meski itu tidak mungkin, kutahu kamu sudah pergi dari hidupku." Adipati menyodorkan mikrofon ke arah penggemar untuk menyanyikan bersama-sama. Mereka bernyanyi serempak mengikuti Adipati dan alunan musik, kelap-kelip lampu menambah nuansa malam ini semakin sendu. Menyanyikan judul lagu perpisahan dari album kedua Adipati.

"Kasih sampai disini kisah kita jangan kembali di saat aku sedang melupakanmu ...."

Nyanyian selesai. Konser juga telah usai, Adipati mengucapkan terima kasih kepada penonton yang tidak beranjak sampai tengah malam. Lambaian tangan Adipati mengakhiri semuanya.

"Wow ... Ini bagus sekali," puji Adipati—saat ia membuka hadiah dari penggemar berupa lukisan wajah dirinya. Ada surat di dalam sana Adipati membacanya.

Dear Kak Adi,
Sukses dan jaga kesehatan, ya. We love you ....

Nera

***

Tisana tersenyum puas dengan hasil lukisannya, tidak pernah berkata puas sebenarnya. Bagi Tisana karya yang dibuat harus lebih baik dari sebelumnya dan harus belajar terus-menerus. Tisana mengakhiri pekerjaan, meski lebih banyak di dalam rumah tapi Tisana tetap mensyukuri dunianya. Yang terpenting ia nyaman. Hanya duduk, bermodal alat lukis ia bisa mendapatkan pundi-pundi uang yang cukup lumayan.

"Tisa, Mama pergi dulu sama Papa. Mau ketemu Tante Meri."

"Tante Meri siapa, ...."

"Teman bisnis kita," jawab Mama.

"Oh, oke. Hati-hati, ...."

"Iya. Kamu hati-hati di rumah, Nak."

Tisana mengacungkan jempolnya, ia sudah terbiasa sendiri dan bisa menjaga diri. Mama memberikan kecupan pada pipi Tisana sebagai tanda perpisahan.

***

Setiap pulang selalu bau alkohol yang Mama cium, keadaan berantakan sekali. Mama harus lebih banyak mengembuskan napas menghadapi anak laki-laki semata wayangnya ini. "Sampai kapan kamu seperti ini Adipati? Mabuk, pulang sampai pagi."

"Aku baru pulang konser, Ma. Minum dua gelas doang, kok," jawab Adipati. Ia hendak mencium pipi mamanya tapi ditahan karena Mama tidak suka bau alkohol.

"Sudah dua puluh sembilan tahun kamu hidup Adipati, masih mau seperti ini?"

"Ma, aku capek. Ke kamar dulu, ya ...." Adipati pamit dari hadapan Mama, berjalan ke kamarnya meski sempoyongan.

"Kalau kamu seperti ini terus, terpaksa Mama akan menikahkan kamu dengan wanita pilihan Mama."

Langkah Adipati berhenti. Langsung menoleh ke arah mamanya. "Jangan gegabah, Ma, seperti zaman Siti Nurbaya saja."

"Mama tidak gegabah."

"Aku tidak mau, ...." tegas Adipati.

"Hidup kamu butuh arahan, Mama tidak bisa membiarkan kamu dalam kebebasan."

"Pokoknya aku tidak mau, aku bisa mencari sendiri perempuan yang tepat menjadi istri," pungkas

Adipati meninggalkan mamanya begitu saja. Tubuhnya lelah, tidak bisa menghadapi Mama terlalu lama. Ia butuh istirahat.

Orang BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang