Author pov
20 Mei 2019
Disebuah ruang kelas dengan bertuliskan 'ruang 7' lantai dua sebuah sekolah, terlihat seorang gadis yang tengah serius mengerjakan soal ujiannya yang tinggal beberapa nomor.
Gadis berkerudung putih, berseragam putih-biru dengan logo kelas VIII E itu kini mulai merasa terganggu dengan adik kelasnya yang sempat kali bertanya tentang beberapa soal.
"Mbak Yun! Tau jawaban pertanyaan no. 41 gak? Dari tadi susah gak dapet jawabannya." Tanya seorang adik kelas cewek yang duduk di sampingnya.
"Kalo soal kayak gitu pakeknya rumus ini dek, ...tinggal kamu masukkin angkanya kan?"
"Yun! Ini akarnya berapa? Gue dari tadi kagak dapet-dapet jawabannya" Tanya adik kelas cowok yang duduk didepan dan bersebelahan dengan teman sekelasnya.
"Lu tuh Dit! Kalo tanya ama kakel tuh yang sopan dikit bisa gak? Yan yun Yan yun aja dari tadi!" Sahut adik kelas disamping gadis bernama Yuni tersebut.
"Iya-iya! Mbak Yuni ini tau gak jawabannya?" Kata sang adik kelas sambil menekan kata Mbak.
"Ya kalo itu kan tinggal berapa kuadrat kan jadi, dek!"
"Ya cariin kali mbaknya! Pusing gue tuh mikir soal kayak ginian"
"Ya usaha dulu dong dek!"
"Bantuin ngakar doang kali mbak! Ya Allah pusing kepala gue tuh" Kata adik kelas itu dengan muka frustasi.
"Iya udah siniin kertas coret-coretan kamu!" Akhirnya karna merasa kasian, gadis bernama asli Ayuni itu pun menuliskan jawaban pada kertas coret-coretan adik kelasnya.
"Makasih kakel!"
"Bodo amat Dit! Bodo amat!"
Tett..tett..tet.
Tak lama bel istirahat berbunyi, semua lembar jawab milik siswa-siswi kelas VII dan VIII pun sudah dikumpulkan. Semua siswa-siswi mulai berhamburan mengambil tas mereka yang ada di pojok belakang ruangan dan meletakkannya di tempat duduk mereka kembali.
"Kamu jajan gak Yun?" Ajak salah satu teman Yuni bernama Aisy.
"Gak deh Isy! Kamu sama yang lain aja, Aku mau belajar soalnya tadi malem gak sempet!"
"Ya udah kita duluan ya Yun!" Kata Aisy, Zizah, dan Inta.
"Okey"
Kini sebagian murid telah keluar ruang ujian untuk sekedar membeli makanan atau belajar diluar ruangan, namun tak menutup kemungkinan ada juga yang memilih tetap berada diruang kelas dan belajar. Salah satunya adalah Yuni, mungkin dengan wajahnya itu membuat banyak orang yang akan mengira bahwa dia tengah belajar dengan serius. Namun kenyataannya sesuatu telah membuatnya kembali teringat dengan kejadian dua hari yang lalu.
Untuk gadis yang mudah memikirkan sesuatu sepertinya sangat sulit untuk melupakan kejadian tersebut. Jika yang memintanya menjadi kekasih adalah orang yang tak dia kenal, mungkin dengan mudah Yuni dapat menolak atau membuat alasan yang baik dan tak menyakiti hati orang yang menyatakan perasaan padanya seperti kejadian-kejadian sebelumnya.
Namun jika yang memintanya menjadi kekasih adalah orang yang selama ini dia anggap sebagai seorang sahabat bahkan kakaknya sendiri. Bagaimana mungkin dia dengan mudah melupakannya seolah-olah tak terjadi apapun saat itu!
Tidak! Yuni bukanlah tipe gadis seperti itu. Kini dia sendiri tengah bingung dengan apa yang harus ia lakukan, apakah yang terjadi diantaranya dan sahabat yang ia anggap sebagai kakaknya sendiri itu hanya sebatas lelucon belaka?
Dia sangat mengenal siapa yang berbicara dengannya dengan nada ragu tersebut, dia tau seperti apa pria dengan pandangan gugup sambil mengalihkan perhatiannya ke buku bergenre horor itu, dia sangat tau bagaimana orang yang selama ini ia panggil 'abang' dengan lantang itu.
Abangnya bukanlah tipe pria yang berbicara dengan nada ragu, ia bukan tipe orang yang dapat dengan mudah mengatakan hal-hal yang bahkan tidak masuk akal baginya, bukan tipe orang yang suka basa-basi terhadap siapapun.
Abangnya itu adalah orang dengan wajah datar dan ekspresi dingin melebihi benua Antartika, orang yang bahkan jarang bisa terpecah saat berkonsentrasi hanya untuk memperhatikan sekitar, orang yang selalu mengatakan sesuatu dengan to the point tanpa memikirkan apa yang ia katakan akan membuat sakit hati orang yang ia ajak bicara atau tidak.
Yuni tau! Orang itu bersungguh-sungguh! Pria yang berhadapan dengannya kala itu benar-benar terlihat telah memikirkan apa yang akan ia katakan lebih dari seribu kali.
Untuk pertama kalinya setelah hampir lebih dari sepuluh tahun tak pernah mengatakan sesuatu dengan ragu, dengan tatapan gugup dan berkeringat dingin, sosok yang ia anggap kakak kandungnya sendiri benar-benar ingin memilikinya. Pria yang berhadapan dengannya kala itu bukanlah kakaknya.
TBC
Segini dulu ya guys capek aku tuh pikiran lagi banyak, mikirin doi yang terlalu peka.
Kalo nggak peka salah, doi gue terlalu peka juga kayaknya nasib gue😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Handsome Nerds
RomanceGimana sih jadinya kalo punya pacar orang yang lebih tua? Pacaran sama yang nerd atau pecinta buku alias kutu buku? Tapi kalo pacaran sama handsome nerd apalagi yang lebih tua! gimana rasanya? Et jangan salah! Kalo belom ngrasain ya belom tau😂 🍁🍁...