Di Desa Warmheart yang jarang sekali terkena hujan, tinggallah seorang gadis berambut pirang panjang sepunggung dengan seekor kucing berwarna abu-abu di sebuah rumah kecil yang sederhana.
Mereka berdua selalu terlihat bahagia hingga suatu hari, kucing berwarna abu-abu itu mati karena suatu penyakit. Gadis itu pun akhirnya menangis dan terus menangis karena kehilangan sosok teman yang selalu ada bersamanya. Baginya, kucing abu-abu itu adalah teman sekaligus keluarga setelah kedua orangtuanya meninggal saat sedang bekerja.
Kini gadis itu tinggal sendiri, diliputi rasa sedih yang mendalam.
Sebut saja namanya Rain.
Rain yang telah kehilangan satu-satunya keluarga yang tersisa selalu tampak murung di rumah bahkan ia juga tidak pernah menginjakkan kakinya lagi di luar rumah.
Alasannya mudah.
Pertama, ia sudah kehilangan kucing kesayangannya yang bernama Grey.
Kedua, Desa Warmheart yang katanya sangat jarang hujan tiba-tiba saja hujan lebat.
Langit yang sebelumnya tampak cerah kini terlihat mendung dengan warna abu-abu yang pekat. Beberapa petani yang hendak memanen hasil pertanian dan perkebunan langsung menghentikan aktifitas mereka kala hujan datang. Melihat hal itu saja membuat Rain menghela napas pelan karena entah mengapa hujan itu ikut bersedih bersamanya.
"Jangankan aku, hujan pun turut sedih karena kehilanganmu, Grey ...."
Rain menghembuskan napasnya pelan. Ia melihat ke arah dinding di mana ia memasang sebuah lukisan Grey di sana.
Rain tersenyum sendu. "Sepertinya hanya hujan saja yang mengerti bagaimana perasaanku saat ini."
Tok tok tok!
Suara pintu di ketuk diantara suara derasnya hujan membuat Rain mengalihkan atensinya ke arah pintu yang yang berwarna cokelat usang.
Lagi-lagi Rain menghembuskan napasnya pelan sambil menatap ke arah pintu itu dengan tatapan datar. "Dan sepertinya ada juga orang yang tidak mengerti bagaimana perasaanku saat ini."
Tok tok tok!!!
Rain yang kembali mendengar suara ketukan itu yang kini terdengar tidak sabaran dengan segera melangkahkan kakinya ke arah pintu. Ia menghampiri pintu berwarna cokelat usang itu dengan keadaan lemas dan juga dengan perasaan yang tidak mendukung.
Ceklek
Pintu itu terbuka dan menampilkan dua orang berbaju putih dengan keadaan basah kuyup. Rain yang melihatnya hanya bisa mengerutkan dahinya bingung melihat kedatangan orang-orang itu.
"Ada apa, ya?" tanya Rain, lalu membuka pintu itu sedikit lebih lebar agar mereka bisa masuk. "Dan silahkan masuk, saya akan membuatkan minuman hangat lebih dulu."
"Tidak perlu, Nona Stormheart, dan terima kasih."
Salah seorang pria dengan berambut cokelat muda dengan cepat berbicara membuat Rain langsung berhenti di tempat sambil memandangi beberapa orang itu dengan kening berkerut samar.
"Sebenarnya ada apa ya Tuan-tuan datang kemari?" tanya Rain yang sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya. "Kalian semua kesini tidak bermaksud hanya untuk berteduh, kan?"
Rain punya alasan sendiri bertanya hal itu. Hal itu dikarenakan, baju putih di dekat bagian dada kiri mereka terdapat lambang bertuliskan 'MA' yang artinya 'Miraculous Academy'.
Rain bukanlah gadis yang bodoh meski ia jarang belajar. Ia hanya pernah melihat lambang itu sekali ketika sekelompok siswa datang ke Desa Warmheart untuk membantu para petani menurunkan hujan.
'Apa jangan-jangan mereka yang menurunkan hujan ini?' pikir Rain. 'Tapi, kenapa hujannya bisa sampai tiga hari? Padahal biasanya hanya setengah hari saja hujannya turun.'
Rain masih bingung akan kedatangan mereka dan juga hujan yang turun berturut-turut. Apa ia ada hubungannya?
"Nona Rain Stormheart. Selamat! Anda sudah terpilih menjadi siswi undangan dari Miraculous Academy."
"Ha?! Apa kalian bercanda?!"
Rain tak habis pikir. Bagaimana mungkin ia yang tidak bisa menggunakan sihir sama sekali bisa di undang ke sekolah sihir yang paling bergengsi di seluruh Kerajaan Heart?! Apa ia sedang bermimpi?
"Kami tidak bercanda dan juga Anda tidak bermimpi," ucap seorang pemuda berambut cokelat gelap itu cepat. "Tapi jika Anda masih ingin mengatakan bahwa ini hanyalah mimpi, saya dengan senang hati menampar Anda untuk membangunkan Anda dari mimpi itu."
Ucapan dari seorang pemuda berambut cokelat gelap itu membuat Rain refleks menangkup kedua pipinya dan menggeleng dengan cepat. Ia tidak menyangka jika ada seorang pria yang tega menampar seorang gadis lemah seperti dirinya. Meski saat ini ia memang tidak di tampar betulan.
'Dasar tidak berperasaan!'
"Saya hanya bercanda," ujar pemuda itu datar.
'Itu tidak lucu!'
"Jadi, bagaimana menurut Anda, Nona Stormheart?"
Pria berambut cokelat muda itu kembali bertanya dengan sopan. Kedua matanya menatap Rain serius membuat Rain sulit untuk berpikir.
"Um, itu ... Kenapa saya bisa menjadi seorang siswi undangan?" Rain bertanya dengan raut wajah bingung yang begitu kentara. "Padahal saya tidak memiliki sihir sama sekali."
"Untuk masalah itu, hanya Master Desmand yang tahu. Kami datang hanya menyampaikan hal itu saja," ujar pria itu sopan. "Dan kami harap besok Anda sudah bersiap-siap karena kami akan ― maksud saya, Coco akan menjemput Anda untuk pergi ke Miraculous Academy."
"Benar, saya yang akan menjem...--" Pemuda berambut cokelat gelap itu terdiam sesaat sebelum menoleh ke arah pria berambut cokelat muda yang ada di sampingnya. "Ha?! Kenapa aku yang harus menjemput dia?!"
"Ini adalah perintah!"
Setelah mendengar tiga kata itu, pemuda berambut cokelat gelap itu hanya bisa menghembuskan napas kasar sambil mengacak surai cokelatnya kasar.
"Begitulah yang dia katakan. Aku yang akan menjemput dirimu, jadi kau harus cepat!"
"Yang sopan, Coco!"
Pemuda yang bernama Coco tampak merengut kesal. Memangnya hanya dia saja yang kesal? Ia sendiri yang sebagai tuan rumah juga kesal. Padahal ia masih sedih karena kehilangan Grey.
Rain memejamkan kedua matanya sebentar lalu kembali terbuka menampilkan iris mata berwarna crimson.
"Baiklah, saya akan menerimanya. Dan terima kasih banyak."
Rain membungkukkan tubuhnya sedikit sebagai ucapan terima kasih meski sebenarnya ia masih kesal. Tapi ia juga ingin tahu alasan kenapa ia bisa di undang sebagai siswi Miraculous Academy. Sekalian cuci mata untuk menghibur hatinya yang masih berduka karena kehilangan Grey. Siapa tahu di sana ia juga bisa bertemu dengan seorang pria tampan.
"Terima kasih kembali, Nona." Pria berambut cokelat muda itu tersenyum lega, lalu ikut menunduk singkat sebelum berbalik badan menuju pintu keluar.
Coco pun melakukan hal yang sama mengikuti pria itu yang hendak keluar dari rumah Rain.
"Oh ya, Nona Rain Stormheart, ada satu hal yang ingin aku beritahu padamu," ujar Coco dengan suara dan raut wajah yang datar. "Jika kau seperti ini terus, kau bisa membuat Desa ini banjir."
Setelah mengatakan hal itu, mereka berdua pun akhirnya pergi, meninggalkan Rain dengan raut wajah bingung yang begitu kentara.
'Maksudnya dia apa?'
🌧️🌧️🌧️
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic in The Rain
FantasyDi saat Rain tengah berduka karena kehilangan seekor kucing yang bernama Grey, tiba-tiba saja ada dua orang yang berpakaian putih mengunjungi rumahnya. "Nona Rain Stormheart. Selamat! Anda sudah terpilih menjadi siswi undangan dari Miraculous Academ...