Persis yang dikatakan pria berambut cokelat muda itu. Keesokan harinya, Coco datang menjemputnya dengan seragam Miraculous Academy. Seragam itu tampak cocok dengan wajah Coco yang sedikit tampan. Hanya sedikit, karena Coco tidak termasuk kriteria pria yang ia sukai.
"Apa kau sudah siap?" Coco bertanya dengan pandangannya tertuju pada Rain. Pemuda itu terus menatapnya dari atas hingga ke bawah sebanyak dua kali membuat Rain menjadi risih.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Rain tak nyaman.
"Hanya pemeriksaan singkat."
"Dasar mesum."
Ctak
Ups! Sepertinya Rain sudah membuat Coco kesal. Lihat saja wajahnya yang kini menahan kesal. Lagipula, mana ada gadis yang suka di tatap seperti itu lama-lama. Jika itu pun ada, pastinya gadis itu memang suka tebar pesona agar dirinya terus dilirik pria hidung belang.
"Heh, kau memang benar. Aku memang mesum," ujar Coco sambil melipat tangannya di dada dan tersenyum bangga. "Meski begitu, para gadis di kelasku tetap menyukaiku bahkan mengantri untuk menjadi kekasihku."
Rain yang mendengarnya justru menatap jijik ke arah Coco yang dengan bangganya mengaku dirinya mesum. Sungguh pria aneh.
"Sudahlah. Abaikan untuk yang tadi," ujar Coco sambil menggedikkan bahunya acuh lalu menatap ke arah tas yang berada di dekat Rain. "Tas itu apa saja isinya? Kenapa banyak sekali?"
Rain yang melihat ke arah mana pandangan Coco lalu tersenyum kecil. "Tentu saja semua barang-barangku."
Coco mengerutkan dahinya bingung. "Memangnya kau mau membawa ini semua? Pakai apa? Siapa yang mengangkatnya?" tanya Coco cepat.
"Tentu saja dirimu. Kau kan laki-laki, dan tugas laki-laki ya harus begitu, membantu seorang gadis yang lemah sepertiku ini."
Coco menatap datar ke arah Rain. 'Gadis lemah? Apa dia masih belum sadar juga akan kekuatannya sendiri?' pikir Coco jengkel.
Menghembuskan napasnya kesal, Coco pun berujar, "Maaf saja ya, Nona. Aku tidak seperti Woody yang dengan suka rela membantu seorang gadis seperti dirimu."
"Woody? Siapa dia?" tanya Rain bingung.
"Woody itu adalah pria yang datang bersamaku waktu itu," ujar Coco datar. "Sudah, lebih baik kau membawa barang-barang yang penting saja karena semua keperluanmu sudah disiapkan di asrama sana."
Rain hanya ber'oh' pelan sambil mengangguk-angguk tanda ia mengerti. Gadis itu pun akhirnya meninggalkan tas besar nya lalu mengambil tas berukuran sedang. Jika semua keperluannya sudah disiapkan, maka ia hanya perlu membawa benda-benda yang berharga baginya saja, seperti lukisan Grey, lukisan kelurganya dan juga sebuah kalung dengan bandul seperti tetesan air. Tiga benda ini sangat berharga baginya.
Di rasa sudah siap, Rain pun menghampiri Coco yang tampak menunggunya di luar rumah.
"Sudah siap?" tanya Coco sambil melirik ke arah Rain sekilas.
"Sudah!" jawab Rain setelah mengunci pintu rumahnya. Rain melihat kembali ke arah rumahnya. Rumah yang menjadi tempat bernaung bersama keluarga dan kucing kesayangannya. Ada begitu banyak kenangan yang ia tinggalkan di sana. Dan hari ini, ia akan pergi meninggalkan rumah itu dan menuju tempat yang baru. 'Aku pergi dulu, Ayah, Ibu, Grey. Do'akan aku semoga berhasil, ya,' batin Rain sedih.
Rasanya sulit sekali meninggalkan sesuatu yang begitu berharga baginya karena bagi Rain itu semua adalah harta karun miliknya.
"Kalau begitu, ayo kita pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic in The Rain
FantasyDi saat Rain tengah berduka karena kehilangan seekor kucing yang bernama Grey, tiba-tiba saja ada dua orang yang berpakaian putih mengunjungi rumahnya. "Nona Rain Stormheart. Selamat! Anda sudah terpilih menjadi siswi undangan dari Miraculous Academ...