Tóutāi || Part 9 : Rencana Kudeta

580 78 16
                                    

"Fumi... Fumiko..." racau Paduka Raja dalam peraduannya.

Ming Fu yang menunggui sang Raja di samping pembaringan langsung terbangun seketika karena mendengar racauan Tuannya.

"Tuan... Tuan... Tuanku..." Ming Fu mengambil kain basah pada kening Tuannya yang sudah agak mengering kemudian membasuhnya dengan air dingin lalu meletakan kembali pada kening sang Raja.

Sudah setengah hari sang Raja belum siuman dari pingsan dan rambutnya kembali memutih sebagian.

"Tuan... Bangunlah Tuan!! Jangan membuat saya khawatir!"

Ming Fu meraih tangan lebar Raja Xufeng, mengusapkan ke pipinya kemudian mengecup lembut.

"Sa-ya belum menyampaikan perasaan sa-ya pada Tuan, bangunlah Tuan, saya mohon!"

Ming Fu terisak dalam diam sambil terus memanjatkan doa supaya Tuannya siuman.

Tok  Tok  Tok

Ming Fu bangkit berdiri melangkah menuju pintu kemudian membukanya.

Srekkk

"Bagaimana dengan Paduka Raja, Ming Fu?" tanya Panglima Yuwen setelah menganggukan kepalanya karena Ming Fu memberi salam.

"Masih belum sadar, Tuan."

"Jaga Tuan baik-baik, Ming Fu! Jangan pernah keluar dari kamar Tuan! Apa kau mengerti?" suara Yuwen dengan nada tegas.

"Ba-baik, Tuan."

"Baiklah, tutup pintu dan jendela rapat-rapat! Aku akan menyuruh pengawal berjaga di sini sampai Paduka Raja siuman."

"Baik, Tuan."

Setelah Ming Fu menutup pintu kamar, dari arah lorong terdengar beberapa panglima pengawal kepercayaan sang Raja berjalan dengan tergesa untuk segera melapor kepada Panglima Yuwen.

Apa yang sedang terjadi?
Mengapa suasana kastil Tuanku Raja menjadi riuh? Dan mengapa banyak pengawal yang berjaga di kamar Tuan, batin Ming Fu sambil duduk kembali di samping Tuannya.

.
🏛🏛🏛
.

"Bagaimana Paduka Raja? Sudah siuman atau masih pingsan, semoga Paduka Raja sadar sesudah pasukan Pangeran Liangwe  melumpuhkan semua petinggi kerajaan kepercayaan Raja Xufeng," ucap salah satu sosok misterius.

"Bagian pencari berita mengatakan jika kamar Paduka Raja sekarang dijaga ketat oleh pengawal kepercayaan Panglima Yuwen."

"Bodoh!!! Bagaimana rencana menggulingkan Raja bisa ketahuan secepat ini, pasti ada pengawal Pangeran Liangwe yang berkhianat."

"Aku tidak tahu, kau jangan menyalahkanku! Tugasku hanya membuat Paduka Raja sering mengalami sakit pada dadanya," sela sosok misterius lainnya.

"Aku tidak bisa menculik Raja karena ada gadis yang wajahnya mirip kekasih Paduka Raja, gadis itu selalu menjaga Raja tanpa pernah meninggalkan kamar Raja."

"Keparat!! Jika Pangeran tahu kita tidak melaksanakan perintahnya dengan baik, kepala kita pasti akan dipenggalnya."

"Ayo, sebaiknya sekarang kita menuju kastil Baginda Ibu Suri untuk memberitahu Kasim Huen jika Paduka Raja belum sadarkan diri."

Kedua sosok misterius itu kemudian berlalu menuju kastil Ibu Suri.

.
🏛🏛🏛
.

Tengah malam.

"Ming Fu...??" lirih sang Raja memanggil gadis polos kesayangannya.

"Tu-an... Syukurlah Tuan sudah siuman!" Ming Fu memeluk punggung tangan sang Raja, mengecupnya lembut.

"Apa aku pingsan lagi?"

"Ya, Tuan. Saya akan memanggil tabib dulu."

Ming Fu hendak melangkah menuju pintu namun tangan sang Raja mencengkalnya.

"Jangan pergi, Ming Fu! Temani aku!" lirih sang Raja.

"Tapi Tuan, kesehatan Tuan harus diperiksa lagi karena Tuan pingsannya lama."

"Nanti saja, Ming Fu! Aku ingin kau temani!Tidur lah di sampingku, Ming Fu!"

Ming Fu mengangguk kemudian naik ke atas tempat tidur, merebahkan tubuhnya di samping sang Raja.

Sang Raja meraih kepala Ming Fu lalu merebahkan pada dada bidangnya.

"Tu-Tu-an..."

"Usstt!! Diamlah, Ming Fu!! Aku hanya ingin memelukmu saja, Sayang."

"I-iya, Tu-an."

Jeda sejenak sebelum sang Raja melanjutkan kata-katanya.

"Dengarkan aku baik-baik, Ming Fu!" Paduka Raja membelai puncak kepala sang gadis berulang kali.

"Aku belum menemui ibu dan... untuk bertemu ibu, aku harus membuat janji dulu. Dalam waktu dekat, aku harus segera berangkat menuju selatan untuk menandatangani kerja sama dengan Suku Han."

Belum tuntas sang Raja mengatakan semuanya, Ming Fu menyela ucapan Tuannya.

"Sa-saya ikut Tuan saja." lirih Ming Fu hampir tak terdengar dengan manik mata berkaca-kaca.

"Tapi Sayang, Paduka Ibu Suri mengatakan padaku, beliau ingin mengajarimu tata cara menjadi selir kerajaan selama aku pergi."

Ming Fu menggeleng keras.

"Tidak!! Sa-ya ta-kut, Tuan. Se-lain de-ngan Tuan, disini sa-ya ti-dak menge-nal siapa pun." cicit Ming Fu dengan suara bergetar.

Ia meringkukan tubuhnya, semakin mengeratkan pelukan ke dada bidang Tuannya.

"Le-bih ba-ik sa-ya mati saja, Tu-an, jika sa-ya harus ber-jauhan dengan Tuan."

Hiksss... Hiksss... Hiksss...

"Ssstt... Ming Fu...?? Dengarkan aku! Aku akan memberimu satu pelayan, pelayan setia untuk menjaga dan menemanimu selama aku pergi."

"Ti-dak, saya ti-dak mau. Sa-ya ta-kut jika ti-dak ada Tuan."

Hikss... Hiksss... Hiksss...

"Jika Tu-an tidak mengikut sertakan sa-ya dalam perjalanan Tuan menuju selatan, sa-sa-ya akan ka-bur dari istana."

Mendengar ucapan Ming Fu, Xufeng mengembuskan napasnya pelan.

"Jangan menangis lagi! Nanti aku akan membicarakan hal ini pada Panglima Yuwen terlebih dulu, aku harus juga merayu ibu supaya mengizinkanmu tidak belajar tata krama kerajaan."

Maafkan aku, Ming Fu!
Aku tahu hidupmu sekarang terkekang sejak aku berkeinginan menjadikanmu sebagai selirku.

Tapi...
Hanya ini satu-satunya jalan supaya aku dapat menebus dosaku pada Fumiko, batin Xufeng sembari menangkup sebelah pipi Ming Fu kemudian mencium bibirnya lembut.

Fumiko...

.

Tbc...

.

Selasa,
30 Juli 2019
19.15 WIB


























Tóutāi [投胎]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang