Dasar Kau si Bangsat

86 33 6
                                    

  Di sebuah kafe yang megah dan besar. Bangunan arsitektur yang ternama di kota ini. Yang dirancang dengan sangat amat khusus. Demi sebuah suguhan untuk publik.

  Ada seorang gadis yang tengah melamun. Pandangannya jatuh pada dua ekor burung camar yang hinggap pada dahan pohon. Tak disangka ia pun tertawa simpul ketika terus memperhatikan burung camar itu.

  Tampaknya burung camar itu mengetahui bahwasannya ada yang tengah memperhatikan kemesraan mereka lantas terbang tinggi melayang-layang di angkasa.

  Kini tangan gadis itu beralih mengambil secangkir teh hijau panas di atas meja berwarna biru menyala itu. Dengan satu sedupan ia kemudian menarik napas pelan. Ya, bisa disimpulkan bahwa ia tengah dalam keadaan gundah.

  Tiba-tiba handphonenya pun berdering. Dengan agak malas pun diangkatnya. Terdengar suara makian diujung panggilan itu. Lalu dimatikannya.

"Dasar sampah! Nggak ada guna sama sekali." ia menyender pada kursi yang empuk itu.

   Dari luar sudah mulai terdengar teriakan yang membuat otaknya makin meluapkan rasa marah. "Sial! Apaan sih itu berisik. Gak tahu apa orang lagi ada masalah." ia menggebrak .meja.

   Kemudian ia memakai headset, berjoget mengikuti irama musik yang mengalun. Mungkin sekarang ia tengah melayang entah kemana. Setidaknya ia lupa akan masalah hari ini. Sungguh gadis yang malang.

  Ketika asik memainkan tangannya, tak sengaja ia mengenai seseorang. Spontan ia membuka perlahan matanya.  Dihadapannya sudah berdiri seorang cowok yang gagah, berkumis tipis, tinggi dan tajir. Terlihat dari style berpakaiannya.

  "Maaf," ucapnya malas.
"Kalau mabuk  jangan di sini, Mbak. Ini tempat umum bukan punya nenek moyang mu," ucapannya tegas dan membuat gadis itu berdiri langsung, bertatapan mata dengan cowok tersebut.

  "Dasar Bangsat!"  Perkataan itu membuat si cowok geram dan segera menyingkir agar tak mendapatkan masalah.

  Oke. Sebut saja nama cowok itu Refaldi. Anak kolektor terkaya di Indonesia, abang dari dua adik perempuan, mapan, jago beladiri, pintar dan incaran cewek-cewek seksoy. Caelah, seksoy segala. Haha

  Dan gadis itu namanya Nadira Yanka.  Jago karate, anak yatim piatu, model dengan bayaran termahal, seksi, baik hati dan incaran cowok-cowok nakal.   
           
  "Bangsat!! Sial! Cowok belagu. Sok ganteng. Iih, pokoknya bencilah." ia menendang botol minuman yang ada di depannya. 

   Tuk...

   Botol itu tepat melayang mengenai pantat seseorang. "Aduh, siapa nih yang sembarangan nendang botol minuman woiii," teriaknya sambil memegangi pantat.

Nadira bergidik takut, dia bersembunyi di balik Ting sampah yang tinggi sambil mengintip ke depan. Takut-takut jika pria yang terkena itu adalah Bapak-bapak atau Om gatal. Setelah memastikan bahwa itu bukan orang tua, dia pun memberanikan diri menemui pria yang masih menggerutu kesal.

"Ehem. Lagi ngapain Om, kok kelihatannya lagi bingung gitu," sapa Nadira yang pura-pura tidak tahu.
"Ck, saya lagi nyari orang yang nendang botol sembarangan," ketusnya.
"Oh, kalau misalnya ketemu mau diapain Om?"
Pria itu menatap Nadira dengan tatapan mematikan, "Mau dipotong kakinya karena menyebabkan orang lain celaka."
"Oh, gitu ternyata. Tapi kalau misalnya pelaku itu cewek, gimana? Apa Om masih tega motong kakinya?"
"Saya tidak peduli. Saya harus meminta pertanggungjawaban dia."
"Oh tanggungjawab," ujarnya mengangguk-angguk.
"Jangan-jangan kamu pelakunya?"
"Hah, bu-bukan, bukan saya. Saya baru keluar dari sana dan kebetulan lihat Om kebingungan. M-makanya saya samperin," bohongnya.

"Ya sudahlah. Mungkin kali ini dia lolos. Lain kali kalau sampai ketahuan, akan saya masukin ke kandang harimau biar dipatahkan semua badannya," keluhnya.

Pria itu meninggalkan Nadira yang menelan ludah. Dia merasakan kengerian yang luar biasa dari tatapan pria itu. Tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang. Dengan cepat Nadira berlari ke jalanan mencari taksi.

Setelah mendapatkan taksi, dia pun mengomel. "Itu cowok kok serem amat ya. Untung gue bisa lolos, kalau enggak bisa jadi santapan gratis buat harimau gue. Hm, awas lo kalau sampai ketemu sama gue lagi. Gue bakalan perhitungan," katanya yang memakai kaca mata.

Kedua tangannya sibuk memolesi wajahnya dengan berbagai make up. Ketika sampai di lokasi pemotretan, Nadira membuat orang-orang di sana terpukau. Dia tampil dengan elegan serta cantik. Tak heran jika dia menjadi model yang terkenal saat ini serta menerima banyak endors. Tidak hanya itu saja, Nadira juga mendapatkan banyak keuntungan.

"NAD, lo dari mana saja. Orang-orang sudah pada nungguin lo," jelas Laura yang terlihat khawatir.
"Sorry, gue habis ngopi tadi. Ngomong-ngomong gue harus ngapain nih."
"Maksud lo apa? Lo amnesia?"
"Huf, enggak. Apa gue harus ganti kostum lagi?"
"Oh enggak usah, lo pakai baju ini saja dulu. Take kedua baru lo ganti baju. Sekarang lo siap-siap."
"Oke."
Laura buru-buru menghampiri fotographer dan memberitahukan bahwa Laura sudah datang. Semua tim segera menyusun penerangan dan juga menyiapkan semuanya.

"Nad, yok mulai," ujar si fotografer dengan tersenyum.
"Oke." Nadira bangkit dari kursinya, berjalan melenggok sempurna melewati para tim. Dia mulai berpose dengan elegan. Tak lupa juga memegang beberapa beberapa brand terkenal di tangannya. Setelah selesai, Nadira pun menuju kursinya.

Wanita itu memejamkan sedikit matanya. Dia tampak letih dan memerlukan waktu. Kauara datang dan memberikan minuman susu padanya.
"Nad, lo kelihatannya capek banget ya hari ini."
"Hm."
"Kalau gitu, apa perlu gue rubah schedule kita buat nanti malam?"
"Jangan! Gue enggak mau ngecewain klien gue," bantahnya.
"Tapi lo yakin dengan keputusan lo ini?" ujar Laura yang ragu melihat wajah Nadira yang pucat serta bibirnya yang ikut pucat.
"Hm, yakin."
"Ya sudah, gue ke sana dulu. Lo istirahat saja, kalau butuh sesuatu panggil gue."
"Hm."

   Kawin Kontrak, Why Not?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang