Selesai sudah lika likuku dalam meraih fakultas impian. Tapi, belum selesai untuk sebagian orang, termasuk beberapa sahabatku.
Di kala aku merasa terpuruk, aku enggan memberitahu orang dan enggan menanyai apapun ke orang, apalagi mengenai diterima tidaknya, fakultas universitasnya, dan apa rencana ke depannya. Sakit hati, aku tahu. Ternyata, sahabatku harus merasakan hal itu. Sedih, pasti. Melihat mereka terpuruk sepertiku dulu, itu menyakitkan kawan. Kalian harus tetap bahagia ya.
Aku telah memberikan sebuah kata-kata di Mading Mesta. Mungkin kata-kata itu belum dapat membuat kalian bahagia sepenuhnya, tetapi aku harap dapat meredakan sedihmu atas penyesalanmu itu. Sejatinya, bukan sebuah penyesalan yang sedang kamu hadapi saat ini, namun bagian dari usaha yang akan terus meningkat hingga kamu benar-benar tersenyum padanya.
Seseorang pernah berkata padaku, kurang lebih seperti ini, "Kalau kamu butuh seseorang untuk membahas penyesalanmu di masa lalu, jangan panggil aku. Kalau kamu butuh seseorang untuk membantumu mengejar kebahagiaanmu di masa depan, panggil aku dan aku akan berusaha membantumu."
Saat itu, aku sedang merasa sedih. Terpuruk. Kecewa. Sama seperti kamu, wahai sahabatku. Tidak ada yang dapat kulakukan selain menyalahi diriku. Namun ingat seseorang itu lagi berkata padaku, "Impian itu menunggu, bukan ditunggu. Menunggu kita untuk mengejarnya, bukan mendatangi kita tanpa usaha." Berhentilah menangis dan meratapi nasib. Rencana Allah bakal jauh lebih besar dari kasat mata kita. Di balik kesedihanmu, banyak teman-temanmu yang ikut sedih karenamu. Jadi, jangan berlarut-larut dalam kesedihan, ya.
Dear salah satu sahabatku, kamu, jikalau nanti kamu membaca ini, kami, sahabat-sahabatmu, ingin kamu merasa senang, bahagia, tertawa, dan hilangkan sejenak beban pikiranmu itu. Aku tahu kamu capek, lelah, letih, lesu, sakit, kecewa, dan lainnya. Tetapi, jangan pernah melupakan sahabatmu yang setia menemanimu di kala sedih ini. Meskipun kami sudah jarang sekali bersama, meskipun kami sudah one step closer to impian kami, jarang berpikir bahwa kami akan meninggalkanmu seperti tidak ada hubungan apapun denganmu. Jujur, aku menangis saat ini. Jadi, jangan biarkan air mataku dan air matamu terus mengalir di pipi kita. Jadikan sebuah senyuman manis sebagaimana terbitnya pelangi setelah hujan.
Kami sedang membuat rencana untuk membahagiakanmu. Aku harap kamu dapat tersenyum lagi seperti sedia kala. Rencana ini dimulai ketika salah satu dari kami menanyai kabar hasil ujian mandiri mu. Kamu menjawab, "Minta maaf lagi univ nya." Dari situlah dia menelponku dan kami membuat suatu rencana yang aku harap kamu tidak mengetahuinya.
Kami membuat grup baru agar kamu tidak mengetahuinya. Pertama, kami sangat antusias dan semangat dalam menyusun rencana ini. Tempat, waktu, bagaimana prosesnya, perlengkapannya apa saja, semua kami susun sedemikian rupa agar berjalan dengan lancar. Bahkan kami memberi pesan lewat SMS kepada ibumu agar kamu tidak mengetahuinya.
Rencana pertama kami berhasil, mempersiapkan surprise ini. Tetapi, semua berubah di keesokan harinya. Nomor ponsel yang seharusnya milik ibumu tidak kunjung membalas hingga keesokan harinya, aku juga harus mengurusi pembayaran SPI dan UKT di bank yang ternyata di luar dugaanku, dan salah satu dari kami mendapatkan kabar baik lagi, yaitu diterima di suatu sekolah tinggi. Sedangkan, teman kita yang satu lagi menunggu kepastian kami berdua karena tidak ada yang perlu ia urusi.
Kami berdua terlalu sibuk mengurusi urusan masing-masing, maaf ya kawan. Keadaan itu membuat kami tidak punya waktu untukmu, bahkan kami lupa memberi kepastian kepadamu. Aku sedih, tetapi mau gimana lagi? Aku tahu, urusan kamu sudah selesai karena memang kamu lulus paling pertama dari sahabatmu lainnya. Satu sisi aku merasa kasihan denganmu, tetapi satu sisi aku harus segera melunasi kebutuhan kuliahku sebagai mahasiswa baru.
Beberapa hari setelah kejadian itu, aku menyesal. Aku meminta maaf kepadamu, begitu pula teman kita yang satu lagi. Setelah itu, kamu memaklumi kami berdua dan kita kembali seperti biasa. Keesokan harinya, salah satu sahabat kami pamit untuk memasuki kuliahnya sebagai mahasiswa sekolah tinggi.
Kami belum sempat menghiburmu, maaf. Mungkin, kami juga akan membiarkanmu menggunakan waktu sendiri dulu sebelum kamu siap kembali menyapa dunia. Akan ada saat di mana, kamu, aku, dan dia bersama seperti sedia kala. Hal itu yang aku yakini sebagai seorang sahabat.
***
Maaf readers, penulis enggan memberikan nama di setiap aku, mu, dan nya. Karena cerita ini based on true story, ada beberapa readers tahu dibalik aku, mu, dan nya tersebut. Bukan hanya itu, penulis merasa tidak enak hati ketika menulis nama seseorang tersebut di sini. Penulis hanya ingin berbagi cerita yang mungkin masih banyak kesalahan kata, kalimat, dan alur cerita yang membuat readers bingung. Hehe. Maaf ya. Selamat Membaca!!
Terima kasih sudah membaca dan mendukung pengalaman saya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Impian
Non-FictionSebuah Perjuangan dalam Meraih Impiannya berdasarkan kisah nyata penulis dan orang-orang di sekitar penulis. Untuk teman-teman yang merasa bagian dari cerita ini, this is for you. Penulis berharap dapat memberi motivasi kepada adik kelas maupun tema...