Bukan Kehidupan benar menusuk kalbu. Persefone hanya ingin lepas dari dekapan gravitasi yang banyak mau, yang kerap mengubah warna warninya jadi abu, yang kerap mencekiknya hidup hidup. Di kehidupan yang terlampau cukup ini, ia selalu merasa tak cukup cukup. Persefone jenuh dengan jalan kerjanya sistem. Ia bosan harus selalu mencukupi taraf ekspetasi semua makhluk. Persefone akhirnya menjadi malam. Gelap, suntuk, dan redup. Ia hanyalah konstelasi baut pada mesin canggih yang diperalat hiruk pikuk siklus kehidupan, sebelum akhirnya usang dan dibuang. Satu dua waktu ia tetap berusaha melarikan diri. Lewat kertas, pena, dan buku buku. Kadang di hari tertentu ia adalah bajak laut bengis berhati satin, di hari lain ia adalah pesulap sekelas houdini dan kadang ketika malam datang ia bermetamorfosa jadi untaian prosa tanpa rumah. Usaha pelarian diri itu akhirnya jadi rutinitas. Dan ketika kisahnya usai, tintanya habis, atau kata katanya telah berada di halaman terakhir maka ia harus pulang lagi. Seperti inilah kuranh lebih persefone menikmati kefanaannya. Menggapai gapai alam terestrial setengah nyata sementara digapai gapai kenyataan.