Chapter 01 : Sonneillon

2.3K 237 2
                                    

Di bagian bumi paling utara, rangkaian langit tampak menjadi lebih sempurna bersama dengan pancaran cahaya berwarna-warni yang tengah menari membentuk sebuah sketsa gemilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di bagian bumi paling utara, rangkaian langit tampak menjadi lebih sempurna bersama dengan pancaran cahaya berwarna-warni yang tengah menari membentuk sebuah sketsa gemilang. Langit gelap sedikit menyisakan warna biru gelap serta jutaan bintang yang terpancar nyata mengiringi sekitar, seakan menambah keindahan yang tiada tara pada langit malam hari itu.

Udara sangat dingin; sudah di bawah titik nol, ditambah dengan salju putih bersih yang menggigit kulit menciptakan deru kedinginan yang lebih pekat, jelas menjadi alasan ketiadaan umat manusia di hamparan luas untuk menyaksikan persembahan semesta tersebut.

Tapi pada dinginnya malam yang sudah melampaui waktu tengah malam tersebut, masih ada satu yang tersisa; yaitu kehadiran dari sosok pria yang tengah duduk sendirian di tengah hawa dingin yang membunuh seluruh umat manusia hanya untuk menyaksikan bagaimana semesta menunjukkan keagungannya.

Tidak ada pakaian yang jauh lebih tebal untuk membungkus tubuh kekarnya. Hanya sebuah mantel biasa yang tidak begitu tebal. Tidak ada kaos kaki atau sarung tangan yang menghangatkan sela jari, juga tidak ada sebuah alas duduk untuk menjadi pemisah di antara tubuhnya dengan salju putih.

Duduk di sana dengan hanya pakaian serupa itu tampaknya terlalu asing untuk sanggup disebut sebagai hal yang manusiawi. Pasalnya manusia mana yang akan sanggup melakukan hal demikian bahkan tanpa ada tubuh yang menggigil barang sedetik.

"Aku sudah menduga kau akan di sini."

Suara yang sedikit melengking namun begitu akrab pada pendengaran pria tersebut tampak masuk sebagai sapaan yang menjadi pertanda kehadiran.

Seruan itu tidak segera membuat pria di sana menoleh ke arah sumber suara atau sekadar bergerak kecil. Masih pada sudut dan posisi yang sama; dengan manik mata yang mengunci jernih pada cahaya yang menari-nari di udara.

Sosok yang memekik sapaan ke arah pria itu telah berdiri tak jauh di belakang tubuh kekar itu. Tak ada keinginan untuk duduk menyandingi, juga tak ada sosok yang berbalik menyambut kedatangan dengan ramah.

"Luar biasa kau bisa menemukanku," jawabnya, dengan sangat telat setelah hening menyingkap waktu selama beberapa menit.

"Aku sudah bersamamu sejak dua ribu tahun, Tuan," jawabnya dengan sopan, "jadi aku tahu setiap tanggal ini kau akan selalu datang ke tempat ini."

"Kau teman yang sangat pengertian, Dim."

Benar... dia dan mereka, bukanlah manusia.

Pria itu... yang dari wajahnya tampak memancarkan gulita pada bara api yang memancar dari matanya, yang dari sorot matanya teramat jelas menunjukkan wujud kepedihan, dia memang bukanlah manusia.

Dia adalah sang Sonneillon. Seorang iblis yang menetap di bumi ini. Dia adalah iblis kekacauan; pemilik bahtera kekacauan seluruh dunia yang selalu mengais sisa pada hati setiap manusia di bumi yang gulita ini.

Light is Calling (KTH X KJN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang