Beberapa penumpang berjalan menuju depan kereta. Mereka memakai headset. Mereka tidak bicara. Hanya suara kereta yang terdengar di gerbong yang begitu ramai. Semua seakan larut dalam lelahnya pagi. Mereka seakan tidak mau mendengar suara lain selain musik atau pemberitahuan dari stasiun. Seorang anak SMA. Ia terlihat kesulitan memegang buku catatan di tangannya. Ia membaca lembaran kertas yang menandakan waktu ujian telah tiba. Ujian yang akan menjadi penentu kehidupannya nanti. Seorang ibu yang melakukan video call dengan anaknya. Ia terlihat berusaha tersenyum di tengah kakinya yang sakit karena ia menggunakan hak tinggi. Ia sesekali memegang kakinya. Beberapa mahasiswa merapikan pakaian mereka dan mereka mulai membahas beberapa dosen yang killer. Kereta mulai melewati terowongan dan saat kereta itu melewati terowongan. Semua berubah menjadi gelap. Tidak ada suara di kereta. Semua aktivitas terhenti.
Hujan turun dengan deras. Air mulai membasahi gerbong kereta. Suara sirine mulai terdengar dari kejauhan. Sebuah jam tangan tergeletak dibasahi hujan. Jam tangan yang terlihat mahal. Beberapa handphone juga bergeletakan. Anak SMA tadi menangis melihat pemandangan di sekitarnya. Tubuh orang-orang yang tidak bernyawa. Ia hanya bisa menatap pakaiannya yang tercabik. Ia menangis tanpa suara. Ia tidak bisa berteriak. Ia memanggil nama orang tuanya. Seorang ibu merangkak menahan rasa sakit di lututnya. Ia melihat anak SMA menangis. Ia melihat pandangan mata anak itu kosong menatap ke depan. Ibu itu teringat anaknya. Ia menangis.
"Tooloong...toolong..."katanya sambil meneteskan air matanya.
Anak SMA itu menoleh ke arahnya. Ia menolong ibu itu. Mereka berjalan ke arah semak-semak. Mereka berusaha mengatur nafas. Beberapa saat kemudian terjadi ledakan. Mereka melihat tubuh orang-orang terbakar. Mereka hanya bisa menangis dan menutup mata mereka. Hingga sebuah tangan memegang mereka. Petugas penyelemat membawa mereka ke rumah sakit terdekat. Saat mereka memasuki rumah sakit, orang-orang menatap mereka dengan iba. Wartawan mulai memotret mereka. Kemudian petugas kesehatan memberikan perawatan pada mereka. Ibu dan anak SMA itu saling bertatapan. Disisi lain seorang mahasiswa menangis melihat teman-temannya. Ia berteriak histeris.
"AKU MAU MATI..LEPASKAN"katanya. Hal itu membuat orang yang mendengarnya ikut menangis dan berusaha menenangkannya.
Beberapa saat kemudian rumah sakit dipenuhi oleh keluarga korban. Mereka menangis. Ibu tadi bertemu dengan anak dan suaminya. Suaminya menangis dan ibu itu memeluk erat anaknya. Sementara anak SMA itu menatap kedua tangannya. Ia menunduk.
"Masa depanku sudah hancur"katanya sambil menangis.
Kemudian sebuah sepatu berhenti di depannya. Ia menepuk kepala anak itu. Ia merasakan tetesan air jatuh mengenai kepalanya. Ia menengok ke atas dan ia melihat kakaknya menangis. Kemudian mereka berpelukan. Beberapa saat kemudian orang tua anak itu datang. Mereka memeluk erat anak mereka.
"Maafkan bagus, bagus tidak bisa ikut ujian"kata anak SMA itu.
"Tidak apa-apa gus, tahun depan kamu masih bisa ikut. Kami sangat bersyukur kamu selamat"kata kakaknya. Bagus memeluk kakanya erat dan kedua orang tuanya.
Setelah kecelakaan itu, korban selamat membutuhkan waktu untuk sembuh terutama dari trauma mereka. Bagus jadi sering berteriak jika mendengar suara kereta. Ayah dan ibunya berusaha mengantarkan dia ke universitas barunya.
"Ayah dan ibu akan jemput kamu gus. Kalau kamu tidak kuat. Kamu tidak usah naik kereta"kata ayah Bagus.
"Iya pak"kata Bagus.
Ia menatap mobil orang tuanya. Ia menundukkan kepalanya. Kecelakaan itu membuat ia trauma. Ia berjalan menyusuri taman universitasnya. Hingga ia melihat orang yang ia kenal. Orang itu juga mengenali Bagus dan tersenyum padanya. Seorang mahasiswi. Ia terlihat murung. Tangannya penuh dengan goresan.
"Sudah berapa kali kau melakukannya?"tanya Bagus.
"4 kali tetapi selalu gagal"kata gadis itu.
"Kau tahu. Jika kau melakukannya lagi. Teman-temanmu akan merasa sedih"kata Bagus.
"Aku..hari itu aku yang mengajak mereka naik kereta"kata gadis itu.
"Kecelakaan itu bukan salahmu"kata Bagus sambil memegang tangan gadis itu.
"Kau tahu setiap orang yang meninggal memiliki jalan mereka masing-masing. Orang yang masih hidup tidak boleh memotong jalan itu dan mereka harus menjalani hidupnya dengan baik. Dari banyak korban meninggal, Tuhan masih memberikan kita hidup jadi kita harus menghargainya"kata Bagus.
Gadis itu mengangguk. Sejak saat itu Bagus dan gadis itu berteman baik. Mereka jadi lebih sering mengobrol. Hingga mereka bertemu dengan ibu tadi. Mereka kembali menebarkan keceriaan pada semua orang. Mereka korban selamat yang menjadi harapan dari korban yang meninggal.
"Kalian mau coba naik kereta lagi?"tanya ibu itu.
Mereka melangkah ke depan kereta. Jantung mereka berdetak kencang. Nafas mereka mulai sesak. Namun Bagus menggandeng tangan ibu dan mahasiswi itu.
"Tidak apa-apa. Kita pasti bisa"kata Bagus. Kemudian mereka masuk ke kereta. Mereka kembali perlahan melaju bersama kereta dan meninggalkan kereta yang tidak pernah kembali.
The END

KAMU SEDANG MEMBACA
T(RAIN)
Kısa HikayeKita memiliki takdir masing-masing. Kecelakaan kereta yang meninggalkan luka, cahaya dan keajaiban bagi para korbannya