Tzuyu: Hati yang Mencari Jawaban
Setelah meninggalkan Yugyeom, I.N, dan Yuna di taman kampus, Tzuyu berjalan dengan langkah yang tak pasti. Angin malam bertiup dingin, membawa aroma daun kering dari pohon maple yang selama ini jadi saksi bisu kekacauan hatinya. "Aku nggak bisa pilih sekarang," kata-katanya masih bergema di pikirannya, tapi dia tahu itu hanyalah alasan—cara untuk menunda keputusan yang tak bisa lagi dia hindari. Tzuyu, gadis yang selalu dingin dan terkendali, kini merasa seperti daun yang terlepas dari dahan—terombang-ambing, tak tahu ke mana harus jatuh.
Hari-hari setelah pertemuan itu, Tzuyu menarik diri lebih jauh. Dia tak lagi pergi ke studio musik, tak lagi duduk di taman, dan bahkan menghindari perpustakaan yang biasanya jadi tempat pelariannya. Dia mengunci diri di kamar asrama, duduk di dekat jendela dengan buku yang tak pernah dibuka. Cahaya bulan masuk melalui celah-celah tirai, menerangi wajahnya yang pucat, tapi matanya kosong—pikiran dan hatinya terlalu penuh untuk fokus pada apa pun.
Setiap malam, dia memutar ulang momen-momen dengan Yugyeom dan I.N. Yugyeom—jaketnya di tengah hujan, senyumnya di malam film, ciuman tak sengaja di perpustakaan—adalah seperti api yang membakar dindingnya, membuatnya merasa hidup dengan cara yang tak pernah dia bayangkan. "Aku suka kamu, Tzu. Aku bakal tunggu kamu," kata Yugyeom di taman, dan kata-kata itu terasa seperti janji yang ingin dia pegang. Tapi lalu ada I.N—nada gitarnya yang lembut, tatapan polosnya, lagu yang dia nyanyikan dengan hati—"Kak, ini buat orang yang bikin aku takut lupa nada." I.N adalah angin yang menenangkan, yang membuatnya merasa utuh tanpa harus berubah.
"Aku nggak mau nyakitin mereka… tapi aku udah nyakitin semua orang," bisiknya pada dirinya sendiri, tangannya menutup wajah. Air mata jatuh pelan, sesuatu yang jarang dia biarkan, tapi malam itu dia tak bisa menahannya. Dia tahu Yuna juga terluka—tatapan penuh air mata gadis itu saat melempar gelang untuk Yugyeom masih membekas di ingatannya. Tzuyu merasa bersalah, tapi dia juga tak bisa mengendalikan hati yang terbelah dua.
Setelah berhari-hari mengurung diri, Tzuyu akhirnya memberanikan diri ke studio musik—tempat yang penuh kenangan dengan I.N. Dia masuk dengan langkah ragu, lampu temaram menyala redup, dan aroma kayu tua menyambutnya. Gitar I.N masih ada di sudut, bersandar di dinding seperti menunggu disentuh. Tzuyu duduk di kursi yang biasa dipakai I.N, tangannya meraih gitar itu, dan dengan gerakan pelan, dia mencoba memetik chord yang pernah I.N ajarkan—G, lalu C, tapi nadanya sumbang, seperti perasaannya.
"Aku nggak bisa main kaya kamu," gumamnya, tersenyum kecil meski ada air mata di matanya. Dia menutup mata, membayangkan I.N duduk di depannya, tersenyum polos sambil berkata, "Kak, tekan sini… iya, gitu." Studio itu terasa hidup dengan kenangan I.N—nada-nadanya, tawanya, ketulusannya yang tak pernah meminta apa pun darinya. "Kenapa kamu bikin aku ngerasa gini, I.N?" bisiknya, tangannya mengelus senar dengan lembut. Di dalam hati, dia tahu—I.N adalah bagian dari dirinya yang tak ingin dia lepaskan, tapi dia takut—takut bahwa memilih I.N berarti melepaskan Yugyeom, dan bagian dari dirinya yang baru dia temukan.
Keesokan harinya, Yugyeom menemuinya di koridor kampus. Dia berdiri di depan Tzuyu, jaket yang dulu dia pakai untuk melindunginya dari hujan tergantung di tangannya. "Tzu, aku bilang aku bakal nunggu… tapi aku nggak bisa cuma diam," katanya, suaranya rendah tapi penuh tekad. "Aku tahu kamu bingung, tapi aku mau kamu tahu—aku nggak bakal nyerah. Aku suka kamu, lebih dari apa pun." Dia melangkah mendekat, matanya penuh harap, dan menyodorkan jaket itu lagi. "Pake ini. Biar aku inget kamu masih bagian dari aku."
Tzuyu menatap jaket itu, lalu Yugyeom, jantungnya berdetak kencang. "Yugyeom… aku nggak mau kasih kamu harapan yang salah," katanya pelan, tangannya gemetar. "Aku suka kamu… tapi aku nggak bisa bohong—ada I.N di pikiran aku." Yugyeom tersenyum getir, "Aku tahu. Tapi aku nggak takut sama dia. Aku cuma takut kamu lupain aku." Dia meletakkan jaket itu di tangan Tzuyu, lalu berbalik pergi, pundaknya tegang tapi langkahnya penuh tekad.
Tzuyu memegang jaket itu, aroma Yugyeom—campuran parfum dan keringat—membungkusnya lagi. Dia menutup mata, dan ciuman di perpustakaan terasa hidup kembali—hangat, tak terduga, dan penuh gairah. "Yugyeom… kamu bikin aku takut kehilangan sesuatu," bisiknya, tapi dia tahu—I.N juga punya tempat yang sama dalam di hatinya.
Malam itu, Tzuyu duduk di mejanya, menulis surat—bukan untuk Yugyeom atau I.N, tapi untuk dirinya sendiri. "Tzuyu, kamu nggak bisa lari lagi. Yugyeom bikin kamu ngerasa hidup, I.N bikin kamu ngerasa utuh. Kamu takut nyakitin mereka, tapi kamu juga nyakitin diri kamu. Pilih satu—orang yang kamu nggak bisa hidup tanpanya." Dia berhenti menulis, pena di tangannya gemetar, dan air mata jatuh ke kertas, melunturkan tinta.
Dia mengambil gelang yang Yugyeom beri—yang dia lepas di taman—dan memakainya lagi, merasakan beratnya di pergelangan. Lalu dia mengambil kertas kecil dari laci—catatan chord yang I.N tulis untuknya saat pertama kali mengajarinya gitar. Dia memandang keduanya, lalu menutup mata. "Aku harus ketemu mereka lagi… aku harus akhiri ini," katanya, suaranya penuh tekad meski hatinya masih goyah.
Tzuyu mengirim pesan lagi ke Yugyeom dan I.N: "Taman, besok malam. Aku udah punya jawaban." Dia tak tahu apakah dia benar-benar siap, tapi dia tahu dia tak bisa terus bersembunyi. Malam itu, dia berdiri di bawah pohon maple, gelang Yugyeom di tangan kiri, catatan I.N di tangan kanan, menunggu mereka datang. Angin bertiup pelan, membawa aroma daun kering, dan Tzuyu menarik napas dalam—ini adalah malam di mana dia akan memilih, meski itu berarti menghancurkan satu hati dan mungkin hatinya sendiri.
Di kejauhan, Yugyeom muncul dengan jaket di pundak, matanya penuh harap. I.N datang dengan gitar di tangan, langkahnya ragu tapi penuh keberanian. Tzuyu menatap mereka berdua, air mata kecil menggenang, dan dia tahu—keputusan ini akan mengubah segalanya.
To Be Continued...

KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled Hearts (✔️)
FanfictionCinta Segitiga sudah biasa. Bagaimana dengan cinta segiempat??? !@#$%&*