[3]

14 2 18
                                    

Daisuke bingung harus menjawab apa kepada kakeknya. Ia takut hal itu terjadi kembali. Ia tidak ingin melihat kakeknya marah.

Daisuke pun memasang wajah manjanya dan berkata,

"Iya, kakak menjahiliku lagi. Katanya aku ini gadis setengah laki-laki."

"Benarkah Ranmaru berkata seperti itu?" kata Kakeknya tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.

Daisuke menganggukkan kepala mengiyakan.

"Baiklah. Aku akan memarahinya nanti. Sekarang ayo kita masuk ke dalam." ujar Kakeknya yang langsung menggandeng tangan Daisuke.

****

Krik... Krik... Krik...

Suara jangkrik mulai berbunyi di semak semak dan tempat gelap.

Matahari tenggelam. Awan sudah tidak lagi berwarna putih melainkan berwarna gelap. Bintang bintang dan bulan mulai bersinar terang menerangi langit malam yang tenang.

Kesunyian menyelimuti desa itu dengan cahaya obor api dan lampion di setiap penjuru rumah.

••••

Daisuke menggaruk kepalanya yang tidak gatal, memasang air muka bingung alih-alih mencoba untuk mengerti.

"Apa kau mengerti Daisuke,kau harus memberi pupuk pada pot bunga di bawah tanah gembur." ucap kakaknya menjelaskan dengan panjang lebar.

SRAAKKKK...!!

Terdengar suara palang kayu di geser. Keluarlah kakeru dari ruangannya. Ia meninggalkan ruangan itu dengan langkah yang tergesa-gesa menuju tempat ruang keluarga.

••••

"Bagaimana Daisuke? Apa sekarang kamu sudah mengerti?" tatap Ranmaru lekat dengan keseriusan terlukis di wajahnya.

"Ranmaru..." sahut Kakeru datar.

Ranmaru mendongak dan mendapati kakeknya yang sedang berdiri di dekat ambang pintu.

"Ranmaru, datanglah ke ruanganku. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Ekspresinya begitu serius dan meyakinkan.  Mungkin akan terjadi sesuatu yang menarik.

"Baik, kakek." Ranmaru mengangguk dan mulai bangkit dari duduk bersimpuhnya.

"Daisuke, masuklah ke kamarmu." pinta Ranmaru, sebelum meninggalkan adik perempuannya itu.

Daisuke mengiyakan tanpa mempertanyakan hal hal tidak penting kepadanya. Ia pun segera beranjak ke kamar dan menutup pintu kamarnya rapat rapat.

Ranmaru memperhatikan nya dari tempatnya berdiri. Setelah mengetahui semua sudah aman. Lelaki pemanah itu langsung menuju ke ruangan Kakeru dengan langkah yang santai.

••••

"Ranmaru, tadi kakek sempat mengintai mereka. Ku dengar, mereka akan menyerang Desa ini besok senja." kata Kakeru dengan raut muka datar,  menjelaskan.

"Apa? Kenapa mereka akan menyerang desa ini?" Ranmaru yang mendengar itupun terkejut.

"Kau ingat waktu itu?" ucap Kakeru yang sepertinya memerintahkan Ranmaru untuk memutar otaknya.

.
.
.
.
.

"Kau, kakek tua dan seorang bocah! Suatu hari nanti, aku akan membunuh kalian dan seluruh klan Mouri tanpa tersisa satupun." sumpah seseorang di dalam ingatan Ranmaru.

.
.
.
.
.

"Pemuda Higure keras kepala itu sekarang telah mewarisi tahta ayahnya yang waktu itu mati di tanganku." Kakeru kembali menjelaskan dengan tenang dan santai.

"Apa?! Sekarang dia adalah seorang penguasa Negeri itu? Betapa malangnya nasib rakyat di Negeri itu."

"Ranmaru, jangan bicara seperti itu." sahut Kakeru dengan tatapan mata dalam dalam pada cucu lelakinya.

Lelaki berambut putih dengan frame kacamata bulat itu berdiri pelan dari duduk bersimpuhnya.

Ranmaru terdiam. Pandangannya mengikuti langkah kaki santai Kakeru yang menuju ke sebuah rak yang di penuhi dengan buku buku tebal.

Kakeru pun mengambil salah satu buku tebal yang bersampul kuning keemasan dan terpaku sejenak.

"Kenapa? Dia memang tidak pantas menyandang gelar itu!" cucunya mulai menyela tidak terima lagi.

Kakeru menoleh dan membenarkan kacamatanya.

"Meski sifatnya yang keras kepala dan selalu berpikir sempit. Dia juga mempunyai kelebihan yang tidak mampu kita miliki. Mungkin, suatu hari nanti. Dia bisa mengubah Negeri itu menjadi lebih baik dari sebelumnya.

"Seluruh manusia di dunia fana ini tidak jauh berbeda. Mereka sama! Sifat mereka. Hanya saja, mereka tidak bisa mengendalikan diri.
Ingat baik baik perkataanku ini, Ranmaru." lanjut Kakeru mengingatkan cucunya itu.

"Maafkan aku kakek. Ucap Ranmaru penuh sesal.

"Baiklah aku akan mengingatnya."

"Kalau begitu, aku akan memberitahukan berita ini kepada para kapten secepatnya.  Setelah itu, aku akan menyiapkan pasukan penyerangan dan pasukan berkuda." ujarnya dengan melangkah keluar tergesa gesa.

"Itu tidak perlu!" ucap Kakeru tegas.

Langkah Ranmaru pun terhenti.

"Apa?" Lelaki muda itu menoleh dan memandang kakeknya dengan terkejut.

"Tidak perlu kau lakukan itu." ucapnya sekali lagi.

"Kenapa?"

"Jangan libatkan orang lain dengan masalah pribadi ini. Aku tidak ingin melihat banyak warga dari klan lain yang tidak bersalah tergeletak lemas dengan lumuran darah segar di tubuh mereka.

"Kita klan Mouri harus bertanggung jawab atas apa yang telah kita lakukan waktu itu. Karna waktu itu, kitalah yang telah membunuh kedua orangtua pemuda itu."

Ranmaru membelalakkan mata, terkejut.

"Dan juga, sudah saatnya kita memberitahu sesuatu yang telah kita sembunyikan selama bertahun tahun itu."

°°°°
.
.
.
.
.

Tbc:')

Yoshaaaa!!  Arigatou gozaimasu minna...
Maaf lama banget ya updatenya^^ biasa, aku updatenya tergantung mood.

Gomenasai..

Tinggalkan komen kalian ya... 

Salam,
Arilaviel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

War of East Country[Hiatus Sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang