Angin musim dingin bersemilir di pagi hari, menggoyangkan ranting-ranting yang sudah tak berdaun. Mentari sesaat menampakkan dirinya dibalik awan yang sedari tadi menaburkan butir-butir saljunya.
Seorang pria berbadan tegap dan berambut gelap Nampak sedang berdiri sendirian di tengah area pemakaman sambil menggigil, meski pun dalam balutan mantel hitam yang tebal. Wajahnya yang agak pucat menatap sebuah batu nisan dengan tatapan yang sangat bersahabat. Sesaat sebelumnya, ia menaruh sebuah bunga untuk menghormati sang penghuni kubur.
"Perasaan seperti ini tidak pernah hilang setiap kali mengunjungimu" Uap tipis keluar dari mulutnya ketika ia mulai berbicara "Ada perasaan yang mengganjal, yang selalu membuatku terombang-ambing. Apakah itu sebuah kutukan, sahabatku!"
Raut wajah pria itu mulai berubah setelah ia mulai berbicara mengenai sahabatnya itu. Sejenak, ia mengalihkan pandangannya , memerhatikan sepasang burung gagak yang baru hinggap di pohon yang tidak jauh dari temapatnya berdiri.
"Andaikan saja kau masih hidup, mungkin Aku bisa bertanya jalan apa yang kau tempuh selama ini, atau kau punya maksud lain yang disembunyikan dariku. Tetapi..." Pria itu mengeluarkan sebilah pisau kecil, dan langsung melemparkannya kesalah satu burung gagak hingga mengenainya "...sampai detik ini pun, Aku tidak pernah mengerti jalan pikiranmu, meskipun aku terus mencari dan mencari"
Salju terus turun dan tidak ada tanda-tanda untuk berhenti. Angin mulai bergerak cepat, melengkapi musim dingin di kota itu. Aneh rasanya ketika ada sepasang burung gagak yang masih berkeliaran diantara cuaca ektrim ini, pikir pria itu.
Sesaat kemudian terdengar langkah kaki yang mendekati pria itu.
"Sudah kubilang untuk tidak membuntutiku dalam situasi sekarang" bentak pria itu.
"yah.. ketahuan" .
Tiba-tiba muncul seorang perempuan, dibalik tebalnya hujan salju yang turun "Sedang apa kau di sini?" tanyanya ramah.
"Seharusnya Aku yang bertanya seperti itu, kenapa kau mengikutiku ke tempat ini. Dan satu hal lagi, kenapa pakaianmu seperti itu, Nira!"
Perempuain itu hanya tertawa kecil, tidak menanggapi pertanyaan yang di lontarkan oleh lawan bicaranya. Memang terasa gila, ketika kau melihat seorang wanita mengenakan pakainan olahraga di tengah puncak musim dingin ini. Meski demikian, ia masih terlihat cantik dengan rambut berwarna putih di potong pendek,dan mata birunya yang sedikit bercahaya. Pria itu mengalihkan pandangannya, tidak tertarik untuk meladeni perempuan tersebut.
Merasa tak diacuhkan, Nira kemudian berdiri sejajar disamping pria itu. Ia mulai ikut memperhatikan apa yang diperhatikan oleh orang yang disampingnya.
"Aldebaran? Siapa dia? Apakah dia sahabatmu?
Pria itu mengangguk pelan.
"Kenapa kau harus selalu mengungjungi tempat ini setiap tahunnya?" merasa khawatir, Nira memberanikan diri untuk bertanya tentang hal yang tidak boleh ia tanyakan.
Pria itu meliriknya sesaat.
"Bagiku ini adalah suatu kewajiban, mengunjungi sahabat lamaku. Aku ingin mengenang masa mudaku bersamanya".
Nira hanya diam, setelah mendengar jawaban atas pertanyaannya.
"Oh...ya, NIra. Ngomong-ngomong bagaimana bisa kau sampai ketempat ini?"
Nira sedikit tersentak mendengar pertanyaan tersebut, ia kemudian menyembunyikan wajah bersalahnya.
"Em... soal itu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Underminded - Lost Journey
ActionKonflik yang berkepanjangan antara ras manusia dan monster, dalam memperebutkan sebuah benda pusaka legendaris, bernama Silcaelum. Pusaka yang menjadi tumpuan hidup dua ras tersebut, dari generasi ke generasi.