Amanda berkata pada Serge, "Kenapa kamu ambil jalan itu, I've told you before. Sekarang jangan mengeluh jika kamu harus tanggung akibatnya. Sayangnya, aku adalah bagian dari keputusan itu. Aku juga ikut menanggungnya. Dan aku juga harus terima."
Lalu Serge hanya bisa menatap Amanda dalam diam... Lidahnya kelu.
"You know how much I love you, Amanda...," bisik Serge di telinga istrinya.
"Yes darling...but I thought love just ain't enough...,"
Serge merupakan pria romantis yang peka. Sementara Amanda seorang wanita karir yang cerdas dan kuat, lebih banyak menggunakan logika.
"So what will we do, Darl?,"
Amanda menyadari bahwa ia tidak punya pilihan banyak. Dunia seakan terbatas baginya. Kecewa demi kecewa seolah tidak pernah jauh. Namun dalam keterbatasan ruang itu setidaknya ia bisa melakukan sesuatu. Ia masih punya harapan.
"Darling, tak ada masalah yang tak sanggup kita hadapi selama kita masih memiliki satu sama lain," ucap Serge.
Kepindahan mereka ke Düsseldorf yang terkesan mendadak memang membuat Amanda seakan kehilangan tongkat. Tidak mudah memang, tapi bersama Serge pria yang ia cintai dan mencintainya, semua itu bisa dijalaninya.
***
Amanda mulai menikmati kota Düsseldorf. Bagaimana tidak? Kota itu sangat indah dan warganya tidak terlalu workaholic. Ritme yang membuat nyaman bagi siapapun.
"Darl, you look so happy today..." ucap Serge melihat istrinya berkeliling kota dengan sepeda dan handphone tongsisnya.
Amanda tersenyum sumringah.
"Darl, taukah kamu bagaimana membuat seorang pria menetap?" lanjut Serge.
"Uhmm, ya itu banyak caranya Darl?" balas Amanda.
"Dukunglah impiannya. Kemudian, sebaliknya buatlah dia juga sejalan dengan impianmu, dengan visi misimu. Wanita boleh memiliki impian. Why not? Tapi perhatikan kebutuhan dan kesukaannya. Pandangan jauh dan pandangan pendek, Darl" jelas Serge.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears of Anger Will Fade Away
General FictionStory of Serge and Amanda - Bahasa Indonesia