2

234 51 6
                                    

"Kau ingat kapan kita pertama kali bertemu?"

Seungyoun bertanya ketika mereka berada disalah satu restoran untuk makan setelah menonton film diakhir minggu. Hangyul yang semula focus akan makanan dihadapannya mengangkat kepala dan mengangkat bahu tak peduli.

"Kenapa?"

"Tidak sih, aku hanya lupa." Jawab Seungyoun, "ah, mungkin karna kau juniornya Seungwoo hyung ya."

Hangyul sekali lagi mengangkat bahunya tak peduli. Sekalipun ia takkan pernah lupa pertemuan pertama mereka yang sederhana namun cukup membekas untuknya. Biarpun pemuda Cho itu tidak ingat, tidak mengherankan, karna baginya Hangyul tak lebih dari seorang teman bermain.

"Kalau difikir-fikir aku lebih banyak punya teman yang dekat dengan Seungwoo hyung dibanding teman satu jurusan denganku."

"Tidak heran. Kau kan selalu ada disekitar dia."

Seungyoun tertawa pelan disela sela kunyahan makanannya. Ia memang hamper selalu berada disekitar Seungwoo untuk alasan yang tak pernah ia beritahu. Selain memang pemuda Han itu seorang teman yang telah ia kenal semenjak lama.

"Seungwoo itu menyenangkan."

Ada kilat bahagia yang mucul dinetra eboni sang pemuda Cho disela-sela senyumnya. Tak susah untuk memancing senyum Seungyoun, Hangyul sadar akan hal ini, sebut saja nama Han Seungwoo dan pemuda itu akan dengan senang hati menjawab.

"Benar. Tipe yang disukai semua orang."

.

.

.

Kalau diingat ingat masa dimana ia, Lee Hangyul, mulai menaruh rasa pada seorang yang diberikan label teman, tidak begitu mengesankan sebenarnya. Sebatas sebuah senyum yang memikat mungkin perkataan yang tepat.

Kala itu ia dan beberapa temannya juga senior mereka tengah duduk dikantin. Semuanya terfokus pada satu orang, seorang senior bernama Han Seungwoo dengan raut serius setengah kesal di wajahnya.

Yang Hangyul tahu pemuda Han itu tengah kesal karna masalah keorganisasian yang ia miliki, entah karna laporan yang belum selesai atau ada kesalahan yang dibuat bawahannya. Semua orang tau Seungwoo bukan orang yang mudah marah, dan ketika itu terjadi tak ada yang tau bagaimana menurunkan kekesalannya.

Tak lama kemudia seorang pemuda yang Hangyul tau memang sering berada disekitar Seungwoo datang dengan sedikit heboh. Ada senyum lebar diwajahnya sekalipun Hangyul yakin ia tau bahwa sang teman sedang kesal. Segelas Americano ada ditangan kanannya.

Pemuda itu lantas duduk begitu saja disebelah Seungwoo, menyampirkan tangannya dibahu sang senior sambil masih mempertahankan senyum diwajahnya. Alih-alih merasa kesal Seungwoo malah membalas senyum, sesuatu yang membuat Hangyul sedikit terkejut

"Kau ok?"

Vokalnya tipis namun menyenangkan ditambah dengan senyuman yang entah mengapa tampak menenangkan. Yang lantas mendapatkan anggukan dari yang ditanya sekalipun masih ada sisa kesal diwajahnya.

Sudah cukup sebenarnya untuk melihat senyum diwajah Han Seungwoo diantara rasa kesal yang ia punya karena sedari tadipun pemuda itu hanya merungut tak senang. Tak peduli seberapa banyak orang yang berusaha untuk menceriakan suasana.

"Ini, kubawakan Americano. Anggap saja untuk meruntuhkan kekesalanmu. "

Pemuda itu menyerahkan Americano pada Seungwoo, lalu duduk disebelahnya setelah menepuk pelan bahu sang teman. Lagi ada senyum yang ditampilkan Seungwoo pada Seungyoun. Sementara bagi Seungyoun dengan tak banyak usaha ia bisa membuat Seungwoo menampilkan senyum.

"Apa sih yang kau kesalkan?"

Sekali lagi pertanyaan dilayangkan terkait kekesalan sang senior sekalipun tak langsung mendapat jawab dari yang ditanya. Seungyoun menatap pemuda lain yang duduk disamping sang teman meminta informasi.

"Ada laporan yang tidak selesai."

Alih-alih merasa simpati pemuda Cho itu malah tertawa pelan. Ia tak lupa menepuk-nepuk pundak temannya pelan. Entah apa maksudnya dengan itu.

"Bukannya itu sudha biasa? Lagipula kau pasti meminta mereka menyelesaikannya sebelum deadline yang sebenarnya."

Ia, saat itu, tanpa sadar memperhatikannya. Bagaimana Seungyoun berucap juga bagaimana pemuda itu bersikap. Juga bagaimana ia membagi senyum pada Hangyul yang mungkin saat itu tak ia kenal dengan baik.

Ah, saat itu ia tahu jika senyum seorang Cho Seungyoun dapat meruntuhkan amarah seseorang. Dan Hangyul terkesan karnanya.

Lantas Hangyul mulai jatuh begitu saja. Sebut saja hal ini klise, tapi memang begitu adanya. Ia mulai jatuh karna kembangan senyum seorang Cho Seungyoun. Sekalipun ia tak langsung mengakui rasa tertarik yang muncul dihatinya.

Tapi jika diingat-ingat sejak itu rasanya Hangyul mulai menaruh atensi padanya. Atensi yang tidak ia tahu akan berakhir panjang seperti tumbuhnya afeksi yang tidak ia harapkan.

.

.

.

Bahkan hingga kini, lebih dari setengah tahun semenjak mereka melabelkan diri sebagai teman dekat sekalipun ada rasa lebih dari salah satu pihak, Hangyul masih belum menemukan diri Seungyoun yang dulu pernah disebutkan oleh Seungwoo.

Ia terkekeh kecil untuk alasan yang menyakitkan, memangnya ia siapa sehingga Seungyoun dengan senang hati untuk menunjukkan dirinya yang lain. Hangyul sepenuhnya tahu jika pemuda Cho itu menganggapnya teman seperti yang lain. Namun hatinya masih terus berharap untuk asa yang tau terlalu jauh untuk ia capai.

"Ada yang lucu?"

Seungyoun menatapnya heran, ada kernyitan tak mengerti diwajahnya. Sekalipun pemuda itu masih melanjutkan seruputannya pada minuman.

"Tidak, hanya saja ada yang teringat olehku dan itu sangat lucu."

Tentang betapa aku sangat menginkan sesuatu yang tak bisa kugapai.

.

.

.

TBC

.

.

.

What do you think about this chapter?

Is it good enough?

Chapternya pendek kurang dari seribu kata memang, I know but I am trying to make it as good and as long as I can. Mungkin nanti bakal ada revisiannya karena jujur aja aku agak kurang puas sama chapter ini tapi sepertinya sudah agak lama aku nggak nge publish lanjutannya. 

I am sorry. 


JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang