2

4 1 0
                                    

Brak!

Seorang pendatang baru tiba-tiba menggebrak meja dan memanggil bartender dengan suaranya yang tinggi dan keras.

"Bro! Berikan aku wine dengan kadar tertinggi dua botol beserta gelasnya!," ia berteriak.

Kebisingannya membuatku terbangun dan memerhatikannya dengan seksama mungkin. Aku tidak memerhatikannya dalam artian pay attention , namun lebih ke memberikannya tatapan marah. Ia telah membuatku kesal dan dalam diriku, aku ingin melihat siapa yang datang.

Dia seorang pria, lagi.

Tunggu, mengapa banyak pria yang kubicarakan malam ini? Persetanan! aku malas untuk memikirkannya.

Wajahnya sangat mirip dengan seseorang yang pernah kulihat tapi tak dapat ku ingat. Seberapa keraspun aku berusaha untuk mengingatnya dalam otakku tetap saja hasilnya nihil. Aku sangat yakin telah bertemu dengan seseorang yang mirip dengannya.

Tapi dimana?

Seakan mengerti pikiran sang pemilik, otakku memberikanku sebuah gambaran yang sesuai dengan apa yang kuinginkan.

Apakah ini sebuah kebetulan atau ia memang mirip dengan seseorang yang memerhatikanku dengan tatapan tajamnya saat aku duduk di ujung ruangan tadi?

Hanya saja, perbedaannya adalah ia memakai topi berwarna putih dan ia memiliki aura cerah dibandingkan pria bertopi hitam yang mengeluarkan aura gelapnya.

Atau, mungkinkah ia memang pria itu yang sudah berganti baju agar tidak mencurigakan dan mendekatiku dengan keadaan barunya ini?

Aku tidak akan terkecoh. Aku harus hati-hati dengan semua pria saat ini.

"Hei, apakah kamu laki-laki yang berdiri diujung sana dan memerhatikanku dengan matamu itu?," tanyaku begitu saja tanpa basa basi.

"Kau mabuk? Aku baru saja tiba, kau bodoh!" jawabnya dengan perkataan kasar.

"Kalau begitu sepertinya aku salah orang." kataku.

Memangnya apa yang kupikirkan? Ini terasa bukan diriku. Aku bukanlah orang yang takut dengan masalah apapun, tapi kenapa sekarang ini aku merasa sangat khawatir dengan diriku sendiri? Dimana serigala liar yang selalu aku banggakan?

Suhu di tempat ini semakin bertambah seiringnya waktu. Bulir-bulir keringat mulai bermunculan di dahi dan leherku. Badanku pun terasa sesak dengan suhu yang panas ini. Sial, ada apa dengan AC di tempat ini. Kalau AC yang menyebabkan suhu ruangan ini menjadi panas, lalu kenapa orang-orang tidak merasakan apa yang kurasakan. Mereka melanjutkan kegiatan mereka tanpa gangguan sama sekali. Apakah tubuhku bermasalah? Tidak lucu jika aku terserang demam yang bodoh saat ini kan?

"Apa kau baik-baik saja, pria kecil?," tanya pria di sebelahku.

"Apa kau bilang? Pria kecil?," amuk ku.

"Kenapa marah? Itu kenyataannya."

"Tutup saja mulutmu brengsek!,"

Tubuh dan emosionalku sudah tidak stabil lagi. Tak biasa aku meladeni perkataan orang yang sedang mengolokku kecuali aku bukanlah diriku yang sebenarnya.

Atau memang inilah yang sebenarnya?

Ini semua akibat dari perubahan drastis pada tubuhku yang awalnya hanya temperatur yang tinggi akan tetapi lama kelamaan tubuhku terasa sensitif pada bagian tertentu dan juga gatal.

Aku sedikit menggeliat diatas kursi mencari kenyamanan yang pas. Reaksi yang diberikan oleh tubuhku tidak sesuai dengan keinginanku. Semakin aku bergerak, semakin tertantang adrenalinku untuk lebih banyak bergerak. Dibantu dengan tanganku, secara sembunyi-sembunyi bergerilya diatas permukaan tubuhku bergerak mengelus dimana-mana.

Me or The Other of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang