Dejavu

557 125 0
                                    

!!!
Sebelum membaca diharapakan untuk ngevote. Karena author cuman minta itu, gak susah kan? Ya kan?
!!!
















"ANNA!"









Gue berhasil meraih tangan Anna dan menggenggamnya erat. Membuat ubuh Anna bergelantungan pada dinding gedung.

"Lepasin gue!" teriak Anna memberontak mencoba melepaskan tangan kanannya yang gue genggam.

"Gak! Please, Anna jangan gini!" kata gue tegas.

"Lepasin gue, Gi! Biarin aja gue jatuh, biarin aja gue mati!" Anna berteriak menggertak gue.

Gue merasa seperti dejavu, tanpa sadar bulir air mata mulai memenuhi pelupuk mata. Gue berusaha menarik Anna kembali ke atas dengan tangan yang gemetar. 

Tempat.






Suasana.





Posisi.





Kata-kata yang gue dengar.





Semuanya sama.







"Jangan kayak gini Anna, bunuh diri bukan solusi dari masalah yang lo hadapi sekarang."

"Lo gak tau apa yang gue rasain. Lepasin gue sekarang! Gue gak mau hidup!" Anna semakin kuat menggerakkan tangannya. Masih terus berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggaman gue.

"Gue emang gak tau apapun tentang lo, Anna. Tapi gue mohon, berpikirlah lagi untuk mati sekarang. Dengerin gue! Jangan mati sekarang, lo harus pergi dalam keadaan bahagia, dengan kenangan-kenangan indah, bukan pergi dengan membawa segala kesedihan dan masalah lo gini. Setidaknya, matilah dalam keadaan yang bahagia. Please, tetaplah hidup untuk meraih kebahagian lo, semua orang berhak bahagia, termasuk elo."

Gue benar-benar menangis sekarang.

"Apa bisa gue bahagia?" suara Anna melirih. Gadis itu berhenti menggerakkan tangannya.

"Iya, lo bisa bahagia, Anna. Gue di sini, kita teman, Anna, lo bisa cari gue kapan pun lo butuh. Lo gak sendirian, lo punya gue, lo punya banyak teman yang gak lo sadari ada di sekitar lo, Anna."

Anna diam, tak balas bicara dan tak memberontak juga. Gue perlahan menarik Anna sekuat tenaga kembali ke atas dan membantunya turun dari pagar pembatas itu. Anna langsung terduduk dengan lemas di lantai rooftop, gue langsung memelukny erat. Tangan gue gemetar dan sekujur tubuh gue dingin. Gue menangis sesenggukkan entah karena teringat masa lalu atau karena bisa merasakan sedih yang Anna rasakan.

"Gue sayang lo, Arletta, please jangan pergi," racau gue pelan tanpa sadar di tengah-tengah isak tangis.

Anna balas memeluk gue, gadis itu menangis di pundak gue. Kami sama-sama menangis, dan raungan kami saling bersahutan terdengar pilu. Rasanya benar-benar campur aduk. Gue merasa sesak sekarang, bukan karena pelukan Anna yang erat melainkan karena Anna membuat gue kembali teringat dengan masa-masa sulit gue bersama Arletta.

Tiba-tiba gue merasa tubuh Anna melemas dan pelukannya di tubuh gue mengendur. Badannya bersandar begitu saja pada tubuh gue. Sebelum sempat melihat keadaan Anna teriakan seseorang mengintrupsi.

"Anna!" teriakan lantang seorang laki-laki.

Mata gue spontan mengarah ke pintu roofrop, di sana Rangga sedang menatap kami dengan mata yang membulat dan di belakang Rangga ada Haris. Mereka berdua berlari menghampiri kami. Rangga berlutut dan langsung menarik Anna hingga pelukan kami terlepas. Rangga sedikit menjauhkan Anna dari gue dan saat itulah gue kaget melihat keadaan Anna. Mata Anna tertutup, gadis itu pingsan. Wajahnya pucat dan ada bercak darah di lengan kiri bajunya.

The Ambition [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang