Musim hujan telah melangkah jauh. Meninggalkan bumi kering berdebu yang sesekali terbang, bergulung, membumbung mengeruhkan pandangan. Cinta. Ya, aku jatuh cinta.
"Apa kabar? Baik-baik saja, kah? Aku rindu. Rindu kala hujan membawa aroma implisitmu yang, mungkin, hanya aku yang menciumnya. Kala asap jalanan kuat menentang aroma asmaraku yang berhamburan ketika membawamu di atas motor matikku yang menua. Kala ... kita hanya saling diam tanpa berharap ada yang memulai obrolan."
Aku berusaha, mencoba melupakan dan menempatkan diri sebagai orang yang fleksibel menambatkan hati. Nyatanya, semburat senja yang selalu membawa aroma manis senyummu selalu kunikmati dengan secangkir kopi dan sebatang rokok. Lengkung sederhana senyummu yang jarang-jarang selalu terlukis setiap aku menengadahkan kepala menantang lelangit malam. Kamu. Karena kamu aku mengenal cinta. Karenamu aku memahami bahwa aku masih sama. Karenamu aku bersyukur bahwa ternyata aku ini pria biasa. Ya, aku jatuh cinta.
Kamu tahu? Mug hadiah ulang tahun darimu tujuh tahun silam masih kusimpan rapat-rapat. Aku tidak berniat menggunakannya selain sebagai hiasan kamar atau teman-dekap saat tidur. Tulisan-tulisan lampaumu yang sempat mampir di buku usangku masih rapat tertata dalam ruang kecil meja hias kamarku. Aku tidak berniat membuang, merusak atau membakarnya.
Maaf. Karena aku terlalu sering meminta maaf yang sebenarnya tak kubutuhkan dan membuatmu jengkel. Aku tahu, mungkin, kamu bahkan muak karena harus berulang kali memaafkan kesalahan yang mungkin tidak ada. Aku bisa bayangkan betapa kamu berpikir bahwa aku sangat kekanakkan karenanya.
Aku menyesal. Karena telah terlalu serius menanggapi kesempatan yang kuimani besar mengenai "sesuatu" di antara kita. Sekarang, sepertinya aku tersadar, bahwa bahkan "sesuatu" yang kuimani selama ini tidak pernah ada. Mungkin, pernah ada, tetapi tidak seserius itu. Benar katamu, aku memang belum berubah. Tidak berubah sama sekali. Bergulat dengan kepercayaan yang sama hingga lupa bahwa semua hal ada batasnya.
Cinta, kamu harus tahu, bahwa cinta yang kupahami selama ini tidak berubah. Harapan yang kupercaya tidak berubah. Mimpi terbesar yang ingin kucapai tidak berubah. Nama yang terdaftar dalam setiap doa setelah keluargaku tidak berubah. Masih ... kamu.
Beberapa hari lalu, di malam yang tidak begitu dingin di tempatku berada, aku melihat seseorang menyelamatimu atas pertunanganmu yang baru saja terjadi. Jujur saja. Aku jatuh. Hancur? Mungkin. Harapan, mimpi, cinta, nama yang selama ini kuimani mungkin seketika bias. Seketika berbayang dan keruh. Tapi aku ... jatuh cinta.
Aku jatuh cinta padamu. Haha. Konyol. Selama ini, aku hanya akan luluh ketika melihat senyummu. Dan malam itu ... meski aku sudah tidak tahu harus menjelaskan kondisiku seperti apa, tetapi aku melihat senyummu. Kamu tersenyum ketika bersanding dengan seseorang yang baru saja memasangkan cincin pertanda kalian terikat. Dan aku memaafkanmu. Aku seketika rela meski tidak berarti lupa. Aku seketika melepaskanmu meski tidak berarti melepaskan diriku sendiri.
Cintaku. Perempuan pembawa hujanku. Aku telah jatuh cinta. Namun dunia kita sudah bagai terbelah dan melayang ke arah galaksi yang berbeda. Kamu harus bahagia dan sepertinya bukan tugasku membahagiakanmu selain sebagai teman lama biasa. Kamu harus terus tersenyum karena hanya dengan itu hatiku yang akan selamanya sendiri ini akan merasa selamanya terobati. Kamu, mungkin lagi-lagi akan menganggap kata-kataku ini terlalu kekanakkan. Tetapi di dunia yang serba misterius ini, ada beberapa bagian hitam yang jika kujelaskanpun mungkin kamu tidak akan memahaminya.
Dan ya, untuk saat ini dan selamanya, kuucapkan selamat atas kebahagiaanmu bersamanya. Dan maaf ... jika aku hanya akan selalu mencintaimu.
Aku telah menyerah. Haha. Selamat tinggal!