Tetangga Baru

2.2K 254 89
                                    


Pernikahan hari ke: 2760

Apakah kalian pernah denger kalo hakikatnya manusia itu adalah makhluk sosial?

Gue yakin somewhere di buku pelajaran IPS pasti pernah bahas soal begituan.

"Mas. . Jangan lupa! Nanti kita kondangan temen kuliah aku!" Yang barusan ngomong itu adalah bini gue. Nyonya Prayogi yang cantik jelita walaupun jelmaan Ibu Tiri Cinderella.

Ngomong - ngomong soal manusia dan sosial, kalau syarat menjadi manusia itu harus rajin - rajin bersosialisasi dengan manusia lain dalam bentuk apapun, mulai dari basa - basi busuk sampai menjalin hubungan pertemanan yang mendalam, then in the next life gue berdoa gue bakal jadi batu aja.

Don't get me wrong, gue punya temen. Tapi jumlahnya nggak sebanyak taburan gula sekilo ataupun butiran garam di laut sana.

Prinsip gue, temen itu diliat dari quality bukan quantity. Makanya kadang gue heran sendiri sama Mila yang punya kenalan segudang tapi ujung - ujungnya dia gibahin juga sama sahabatnya si Raline. Dasar perempuan.

"Relasi itu perlu, Mas. . Iketin talinya dong!" Ceramah istri gue itu sambil membalikan punggungnya ke gue supaya gue iketin tali gaunnya.

Shit. . .

Oke, otak gue mulai nggak beres. Antara mau makasih dan ngutukin desainer entah siapa namanya yang bikin Mila tergiur buat beli gaun begini.

"Thank you

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Thank you. . And get dressed please."

"Mil,"

"Kenapa Mas?"

"Jakarta ujan, nggak mau pake gaun yang modelan kuntilanak?" Kan bajunya kuntilanak nggak ada yang cuma talian sekali tarik langsung copot, right? Don't blame me untuk ketidakpahaman gue dengan term fashion. Apalagi fashion perempuan. Menurut gue gaun itu, apapun bentuknya namanya tetap gaun, walaupun berkali - kali Mila jelasin gaun yang disebut strapless dan backless itu beda.

"No. . No. . Ini tuh udah aku siapin dari kapan tau! Jadi hujan badai pun aku harus tetap pake ini." Perempuan dan logikanya yang kadang terlalu simpel tapi cukup complicated untuk dimengerti laki - laki.

Karena agaknya Mila nggak akan mundur sama pilihannya, akhirnya gue mulai siap - siap juga. Semakin cepet kita pergi, semakin cepet juga Mila selesai dengan basa - basi kulturnya, lalu kita bisa pulang dan gue bisa rusakin gaun sialan itu biar Mila nggak ngotot make itu lagi di tengah ujan begini dan berakibat bikin dia masuk angin atau dapet cap biru keunguan here and there dari gue.

Satu hal yang gue syukuri karena terlahir sebagai laki - laki, mau apapun acaranya, gue nggak harus siap - siap sampe sekian jam supaya tampil presentable di depan umum. Pake baju rapi, parfuman dikit, sisir dikit, selesai.

The House Next Door [Bangtan Local]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang