2.

226 11 2
                                    

Tori terbangun dengan ketidak nyamanan yang luar biasa asing. Ketika menyadari ia masih bernyawaー hanya indra pendengarannya yang bekerja dengan sangat baik, kepalanya pegal dan kakinya keram. Ia yakin telah duduk di tempat ini semalaman karena pantatnya mati rasa.

Dimana Tori sebenarnya? Apa ia diculik untuk dijual ke pasar gelap? Walaupun tidak punya televisi, Tori tahu sekarang marak penculikan anak untuk dijadikan budak.

Tidak ingat detail mereka membopongnya atau bagaimana ia bisa berakhir dengan mata tertutup dan tubuh diikat, Tori berusaha menajamkan indra pendengarannya.

"Sekitar setengah dari jumlah geng mereka telah diringkus," suara pria dengan aksen British membuat Tori menoleh ke asal suara.

"Yah, kuakuiーThompson memang punya banyak informan," aksen berbeda kembali didengar Tori, "tapi mereka semua tidak lebih dari bajingan lemah yang suka menjilat."

Tori mengernyit tidak mengerti saat tiga orang yang terlibat dalam perbincangan tadi mulai tertawa. Ia mengira-ngira, asal suara mereka dan memprediksikan bahwa jarak mereka sekitar sepuluh meter dari tempat ia duduk.

Di ruangan ini cara setiap orang bernapas berbeda-beda, Tori mencoba menghitung jumlah orang yang ada di ruangan yang sama dengannya, namun sulit sekali untuk menerka.

"Hey, gadis itu sudah bangun," suara yang berbeda dari tempat lain membuat Tori celingak-celinguk.

"Oh, cepat juga sadarnya." Tori kenal suara itu, itu suara pria gondrong berompi jeans! Tori berteriak, namun mulutnya diselotip. Angelo menoleh dan tertawa, merasa terhibur.

"Ada apa dengan bahumu?!" Suara dari arah seberang yang terdengar seperti karakter Donal Duck, bertanya. Ia baru bergabung ke ruangan yang sama dengan Toriーlangkah kakinya terdengar berat.

"Lecet," balas Angelo.

Si Donal Duck mondar-mandir, "menyusahkan saja," nada suarahnya terkesan menyindir dan sikapnya membuat Angelo mendengus dengan tawa.

Angelo tidak pernah ambil pusing soal Stevanus Colombus, pria yang paling merasa superior dengan sikap seolah-olah semua orang di ruangan itu adalah bebannya. Angelo menganggap pria paling negative thinking ituーhanyalah parasit yang sebentar lagi bakal pensiun.

"Hey Nak," Angelo bicara pada Tori, "kuharap dagingmu enak," godanya, membuat Tori menggeram marah dan berteriak. Meronta agar dilepaskan.

Teriakan Tori teredam selotip yang melekat di mulutnya, ia berusaha menggerak-gerakan tubuhnya, menendang-nendang walaupun kakinya diikat dan menggeliat seperti cacing kepanasan. Si Donal Duck membentak Tori, memerintahkan gadis itu untuk berhenti membuat keributan atau ia akan menenggelamkan Tori ke dalam bak mandi.

Stevanus adalah penggertak yang benar-benar payah, ia lebih terdengar seperti monster tua yang sedang flu. Alih-alih menjauh, Angelo malah terkekeh dan menonton Stevanus yang berusaha mengintimidasi, baginya ini adalah tontonan yang seru dan tidak boleh dilewatkan. Kalau saja bahunya tidak terkena tembakan, ia bakal melompat ke dapur dan meraup isi kulkas demi memperseru tontonannya.

Gertakan picisan dari Stevanus, sama sekali tidak membuat Tori takut, baginya ancaman Stevanus lebih mirip seperti Donal Duck versi patah hati, lagipula dia tidak terdengar akrab dengan pria berompi tadiーitu artinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Yang perlu ditakutkan hanyalah pria gondrong berompi, karena dia punya sahabat Asia yang bakal memenggal siapapun sekejap mata.

Tori berusaha fokus pada indra pendengarannya, Suara mondar-mandir Stevanus jelas sekali terdengar. Ada suara ketukan-ketukan kaki, hembusan napas, ketikan keyboard komputer, kemudian langkah kaki ringan yang diyakini Tori pernah didengar sebelumnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RED LINE [ Remake ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang