Hujan

69 5 4
                                    

Namaku Dennis, umur 13 tahun, kelas VII SMP, dan tengah dihukum hormat di depan tiang bendera di tengah terik matahari karena datang terlambat.

Panas...

"Dennis, kamu boleh masuk sekarang."

"Baik, bu."

Setelah itu aku diceramahi oleh guru BK tentang betapa pentingnya bersikap disiplin, contohnya dengan datang tepat waktu, dan bla, bla, bla... untungnya, tidak lama kemudian aku dijemput oleh sahabat terbaikku.

"Yo."

"Kau terlambat lagi?"

"Dan kau akan menceramahiku lagi?"

Ivan hanya menghela nafas, "Kamu ini, ya..."

Ini Ivan, umur 13 tahun, kelas VII SMP, dan sahabatku dari SD. Dia, secara tidak resmi, adalah penegak disiplin kelas kami. Ah, dan dia juga tengah mengulangi ceramahan yang sama yang diberi bu guru BK padaku.

"...karena itu, kita harus... Kamu mendengarkan tidak, sih?" dan, buyar sudah lamunanku.

Bonus, aku menabrak tiang dan jatuh, terima kasih banyak, van.

"Ah, Dennis, kau tidak apa-apa?" adalah yang dikatakan seseorang yang nyaris menendang kepalaku.

Tunggu, aku kenal suara ini

"Ketua kelas?" aku mendongakkan kepalaku, dan, yap, tebakanku benar.

Aya, umur 12 thn, kelas VII SMP, pendek, dan ketua kelas dari kelasku dengan Ivan sebagai wakil kelas. Apa kalian tengah bertanya-tanya bagaimana Ivan bisa terkalahkan oleh seorang gadis yang lebih muda dan lebih pendek darinya? Bagus! Itu yang aku pertanyakan! Yang aku tahu, dia kelewat baik, dan karena itu punya banyak peminat, tapi selain itu aku juga tahu dari Ivan kalau dia juga kelewat polos! Sudah banyak cowok di sekolahku yang merasa mendapat harapan palsu akibat kepolosannya.

"Kepalamu ada yang luka? Perlu kubawa ke UKS?" ingat waktu aku bilang kelewat baik? Ya, ini dia.

"Aku tidak apa-apa," jawabku singkat. Jatuh begini masih bukan apa-apa dibanding kepalaku terbentur lantai lapangan saat main basket.

~|*|*|*|~

"Kriiinngg!!!" karena seharian itu tidak terjadi apapun yang berarti, mari kita melompat maju ke bel pulang sekolah! (translate: author males :v)

"Tik, tik, tik, tik tik tik tik, drrrrsssss," benar saja, hari ini hujan. Dan aku tidak bawa payung.

Yasudah lah, saatnya hujan hujan...

Setidaknya itu yang aku pikirkan sebelum tiba-tiba ada yang memegang bahuku. Aku reflek menoleh ke belakang.

Yang benar saja...

"Kamu tidak bawa payung?" tanya Aya.

Aku hanya mengangguk. Setelah itu Aya memberikan payungnya padaku dan langsung berlari menerjang hujan dengan kedua tangannya diatas kepalanya.

"Hey, tunggu-," terlambat. Sosok Aya sudah tidak terlihat lagi.

Mati aku.

Sekarang aku merasa bersalah, DAN berhutang budi padanya.

Pulang dulu deh...

~|*|*|*|~

Keesokan harinya, aku tengah berada di UKS, disamping tempat tidur dimana terbaring Aya yang baru saja pingsan. Situasi yang bisa dibayangkan, sangat tidak nyaman untukku.

Ini salahku, ini salahku, ini salahku, ini salahku, ini salahku...dst adalah satu-satunya hal yang ada di kepalaku sekarang.

Aya mulai mengkedip-kedip kan matanya. MAMPUS dia bangun!

HujanWhere stories live. Discover now