Hari Senin adalah hari yang paling dibenci oleh hampir semua orang. Namun, tampaknya hari Selasa pun ikut terhitung sebagai hari yang menyebalkan. Hal itu dikarenakan hari pertama masa orientasi untuk mahasiswa baru salau satu universitas bergengsi di pulau Jawa jatuh pada hari Selasa.
Sejak fajar menyingsing, sudah terlihat banyak mahasiswa baru beralmamater hijau telur asin berjalan menuju kampus tercinta. Memang sudah menjadi ketetapan di beberapa fakultas bahwa selama masa orientasi maba (mahasiswa baru) dilarang membawa kendaraan.
"Maura! Mau kemana?"
"Mau ke gedung 1. Kenapa, Kak?"
"Bareng dong, aku mau kesana juga."
"Boleh."
Maura dan seorang yang biasa dipanggil Kak Annisa berjalan beriringan sambil melempar pertanyaan ringan seputar persiapan divisi humas untuk acara besar hari ini.
"Aman kok, Ra."
"Okedeh, semangat kak Annisa!" seru Maura sambil mengepalkan kedua tangannya.
Kak Annisa selaku koordinator humas menimpali dengan anggukan antusias. "Kamu juga semangat, Ra. Mungkin steering committee ga banyak menguras tenaga, tapi menguras pikiran."
Maura mengiyakan dalam hati, ia membenarkan perkataan seniornya. Perkataan kak Annisa mengakhiri pembicaraan mereka karena keadaan sekitar sudah mulai ramai.
"Pagi, Dek! Sudah kau ambil HT-mu?" tanya Guntur dengan logat Medan yang kental.
"Belum, Bang."
"Faiz, tolong ambilkan HT untuk Maura. Sekalian kau ajari dia sekalian cara pakainya."
Maura duduk di samping sambil memegang portofon di tangannya, atau biasa yang disebut handy talkie. Gadis bermata sipit itu mendengarkan penjelasan dengan seksama. Sesekali ia praktikan instruksi Faiz.
"Sekarang ayo coba, kamu ngomong lewat headset."
"Cek satu kosong sembilan."
Faiz mengerutkan dahinya, kenapa pula gadis di sampingnya menyebutkan angka tak beraturan?
"Masuk ga suaraku?"
Tak butuh waktu lama untuk Maura menguasai pengoperasian benda kotak hitam yang berada di genggamannya.
"Masuk kok. Shela tolong catat nama Kak Maura di kolom SC, tambah headset ya"
Shela mengangguk lalu bertanya, "Berarti SC yang udah ambil Maura dan Bang Guntur kan?"
"Heh! Ga sopan kamu panggil dia ga pakai embel-embel kak," tegur Faiz.
Maura tersenyum tipis. Mungkin jabatannya di kepanitiaan sekarang membuat ia terlihat lebih 'dewasa'.
"Aku angkatan 2018 kok, kamu juga kan?"
"Sok tahu sih," cibir Shela, yang disindir hanya bisa menggaruk tengkuknya.
"Ngomong-ngomong, ini ada berapa saluran?"
"Ada lima belas. Saluran satu untuk umum. Jadi, semua panitia yang pegang HT ada di saluran satu. Saluran dua untuk koordinator, pak ketua, dan SC. Nah saluran ketiga untuk anak acara."
Maura menggangguk paham dan mengucapkan terima kasih. Setelahnya ia pamit pergi ke lapangan untuk mengecek persiapan disana.
Gadis berambut sebahu itu memasang headset-nya sambil mencoba saluran yang tadi disebutkan.
"Ada yang lihat Indra? Ini dari perkap mau kasih toa sama HT yang tadi diminta."
"Indra di lapangan lagi mengkoordinasi maba sama anak acara lain."
"Oke, gue kesana."
"Teman-teman yang pegang HT bisa dikabarin ke panitia yang lain kalau snack pagi sudah bisa diambil di ruang transit panitia. Makasih."
Maura bisa mendengar jelas percakapan yang terjadi di saluran satu dan dua. Kini jemarinya memutar tombol kecil di atas supaya berganti ke saluran tiga.
"Indra masuk. Tolong keamanan nanti bantu satu anak acara buat bikin barisan khusus maba yang terlambat. Makasih."
Maura tertegun.
"Halo? Anak keamanan tolong respon dong."
"Maura masuk. Kamu ke saluran satu aja ngomongnya, kan kemanan ga masuk saluran tiga."
"Oh iya, maaf hahaha. Makasih, Kak Maura."
Seutas senyum menghiasi di wajah cantiknya, ia bahkan tidak tahu kenapa senyuman itu terukir dengan sendirinya. Tidak mungkin karena mendengar suara lelaki yang bahkan belum ia kenal bukan?
A/n the part one is done. Wdyt? Should I continue writing the next chapter? Pardon if there's any grammatical error. Saran dan komentar sangat diharapkan disini ya, teman! Pencet vote juga boleh banget. 😋
KAMU SEDANG MEMBACA
Saluran 03
RomanceKisah seorang Elmaura Yusticia yang dipertemukan Indra Julian Anggara melalui saluran 03.