Jodoh itu sulit di tebak. Jodoh itu tidak punya tester seperti cookies yang sering di jual saat musim idul Fitri tiba. Jodoh itu rasanya abstrak dan saking abstrak, di usia ku yang hampir menyentuh angka dua puluh delapan masih tetap sendiri.
Ya, kalian benar. Aku masih jomblo, eh salah aku menyebutnya dengan kata single biar terdengar elit sedikit. Di usia ku yang jelas sudah sangat dewasa, masih sendiri, tidak punya gandengan bahkan gebetan bisa jadi terbilang sangat aneh.
Rata-rata di luar sana, di umur ku yang segini. Mereka telah menikah bahkan teman sebaya ku yang sama-sama sekolah di menengah pertama saja sudah memiliki satu anak dan sekarang sedang proses anak ke dua. Dan hal yang paling menyebalkan adalah hanya tersisa tiga yang masih belum menikah, satu sudah di dp alias sudah tunangan, satu lagi sedang tahap proses selanjutnya. Sisanya ya cuma aku, tapi hei jangan pandang aku dengan wajah memelas dong, aku masih menikmati masa-masa sendiri ini.
Nah, benar kan. Jodoh itu sekali lagi tak bisa di tebak. Bukan aku nya yang terlihat sombong atau terkesan pilih-pilih. Kadang suka ngenes sendiri jika ada yang mengatakan jangan terlalu banyak memilih nanti terpilih yang tak baik, lah gimana mau memilih sedangkan pilihannya aja enggak ada sampai sekarang. Di kata sedang pemilu yang calonnya sudah bisa lihat prospek nya bagaimana, ada-ada aja orang zaman sekarang serta pemikirannya yang luar biasa.
"Lah malah ngelamun," ucap seseorang dan berhasil membuat ku mengalihkan pandangan dari depan layar komputer ke arah suara.
Aku mendongak dan memberikan senyum simpul. "Kenapa kak?"
"Jangan lupa isi anggaran belanja departemen kita," ucap kak Raya sambil memberikan selembar kertas pada ku.
Aku mengambil kertas itu dan membacanya sekilas. "Weh ini gila kak, mesti sekarang?" Aku berseru kaget. Jelas menentukan anggaran belanja di divisi ku itu tidak bisa main-main. Kalau sampai budget nya kurang, bisa gawat. Harga barang yang akan di beli saja bisa menyentuh angka belasan juta. Iya hampir separuh gaji ku bisa dikatakan, harganya emang buat gila.
"Biasa, bos baru minta anggaran mendadak," balas kak Raya yang sudah berada di meja kerjanya.
"Yang lain gimana, kak?" Tanya ku penasaran. Aku sendiri juga masih bingung jika di suruh menentukan anggaran belanja, lah aku masih baru bergabung di divisi ini dan sudah mendapatkan mandat yang luar biasa.
"Sama, besok udah harus siap loh."
Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku, setelah beberapa bulan sangat santai dan sekarang baru dihadapkan dengan kerja keras.
Aku pun mulai mengetik barang apa saja yang diperlukan serta anggaran yang tepat. Mari bekerja keras.
***
Waktu yang pas tapi dalam keadaan yang sangat memalukan. Fix, ini mungkin terdengar cukup aneh. Setelah hampir setengah hari masih berkutat dengan anggaran belanja yang konon jangan sampai tidak cukup untuk beberapa bulan ke depan. Dua rekan sejawat kak raya juga masih sibuk dengan komputer mereka masing-masing. Dua anggota senior juga tak kalah sibuk. Bahkan saat aku keluar hendak mencari makan di kantin perusahaan, hanya kak raya yang merenggangkan otot sambil melirik ku.
"Makan siang Ale?" Tanyanya dari mejanya.
"Cacing udah demo kak, di paksa nanti yang ada otak makin buntu," jawab ku sambil merapikan meja ku. "Mau nitip?" Tawar ku.
"Alethea, nitip ya." Lah hampir semua mengucapakan kalimat yang sama.
"Order online aja," jawab ku dan bersiap-siap segera kabur.
"Oi Ale, jangan kabur," teriak senior bernama mas Bayu.
Aku melihat mas Bayu menulis sesuatu di secarik kertas yang entah ia dapat darimana. Dengan kekuatan kilat, aku melihatnya tangannya dengan lincah menulis pesanan mereka.
"Nih pesanan kami semua, ini uang nya," dia menyerahkan selembar kertas dan beberapa uang lembar merah padaku. "Sisanya buat kamu aja, lumayan kan." Dia menyengir ke arah ku yang hendak protes. Begini nih nasib jadi anak junior. Hiks sebal tapi yang lebih nya juga lumayan. Kalau begini awalnya pengen marah malah gak jadi kan.
"Udah enggak usah pasang wajah kayak pengen nabok orang," ucap mas Bayu sambil melihat wajahku. Apakah memang terlihat jelas kah di wajah ku?
"Oke siap laksanakan," ucap ku lalu bergegas menuju tempat langganan kami jika sedang kumpul-kumpul.
"Ale, yakin gak mau sama Hendri?" Tanya kak Rania sebelum aku benar-benar keluar dari ruangan divisi.
Aku menghentikan langkah lalu menyandarkan tubuh ku ke dinding. "Masa aku yang ngejar dia kak, apa kata emak bapak di rumah coba," tanggap ku lalu segera kabur.
Kacau, berada dalam satu ruangan dengan rekan kerja yang sudah menikah itu sangat gawat. Mereka sangat gencar menjodohkan aku dengan berbagai kaum Adam yang labelnya masih available alias masih jomblo belum ada status dp Sama sekali. Terakhir kali mereka gencar menjodohkan aku dengan anak lapangan bernama Wisnu. Kata kak Raya, Wisnu itu salah satu stok karyawan gentle di divisi nya. Bahkan yang lebih hebohnya lagi, mereka sudah merencanakan membuat baju seragam jika aku benar-benar menikah dengan anak lapangan itu.
Mengingat hal itu membuat ku ketawa sendiri. Aku hargai usaha para senior ku tapi melihat sikap Wisnu yang sangat malu-malu atau sangat tak terbiasa di goda, mau tak mau membuat ku berpikir lagi. Ya kali kalau aku menyapa atau mengirimkan chat pada dia duluan. Bisa kejang-kejang emak di rumah jika tahu anak gadisnya ini genit. Oh tidak, aku masih cukup waras dan masih menjunjung tinggi jika laki-laki lah yang harus melakukan inisiatif dan tindakan aktif.
Percuma saja kan jika pahlawan emansipasi wanita Raden Ajeng Kartini menyuarakan hak emansipasi wanita jika aku nya malah melakukan tindakan sebaliknya. Bisa di kutuk aku oleh pahlawan panutan kaum hawa itu.
Sekali lagi, jodoh itu masih menjadi misteri. Oke, cukup sekian. Jangan tanyakan dimana gandengan ku lagi. Aku masih berbaik hati membalas keingintahuan kalian sebelum tanduk ku keluar.
Hai aku kembali lagi dengan cerita ringan
Cerita yang benar-benar terjadi di tempat ku kerjaSalah satu rekan ku sangat gencar dijodohkan dengan berbagai karyawan di sana yang masih jomblo
Jangan lupa vote dan komentarnya
Moga kali ini idenya ngalir dengan lancar 😁😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
jodoh? kejar aku
General Fictionaku hanya bisa tersenyum simpul ketika hampir semua teman-teman di kantor yang statusnya sudah menjadi emak-emak muda serta beberapa yang sudah senior, mendorong serta menjodohkan diriku. mulai dari anak lapangan yang katanya ganteng, lalu anak div...