Satu

24 5 1
                                    

----------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

----------------------

Aku melangkahkan kakiku secara perlahan. Hampir setiap teman jalanku akan memprotes tindakan ini. Tapi mau bagaimana lagi? Ini cara ternyaman bagiku. Berjalan lambat sambil sesekali melihat-lihat pemandangan sekitar. Hampir saja tadi gerbang tertutup. Kalau bukan karena kebaikan dari Pak Hendra--satpam sekolah--yang sangat mengenalku, mungkin saja sekarang aku sudah terkunci diluar bersama orang-orang bernasib sial lainnya. Sepertinya aku berjalan cukup lama. Bukan. Aku berjalan sangat lama. Tak apa, selama tubuh ini sudah masuk wilayah sekolah. Suara tapak kaki yang berlari terasa semakin dekat. Entah siapa itu. Biasanya banyak siswa yang nekat memanjat tembok dan langsung berlari. Mungkin yang satu ini salah satu dari mereka. Suara itu tidak mempengaruhiku sedikitpun.

"Na!!!"

Satu kata itu mampu membuatku menoleh. Suara itu?

"Tungguin gue, lah."

Kata-kata berikutnya malah membuatku jadi acuh lagi. Lagi-lagi dia.

"Hampir aja gue telat, untung aja Pak Hendra baik banget."

Nasibnya sama sepertiku.

"Males banget, ih. Lu kenapa? Gue ngerasa lagi ngobrol sama tembok tau nggak?"

Aku hanya mengendikkan bahu, tanda tidak tahu. Ah, tidak. Aku tahu kenapa aku diam saja. Satu-satunya alasan adalah karena orang yang sekarang disampingku ini.

"Yaudah, gue duluan ya!" Ujar laki-laki itu sambil berlari mendahuluiku. Lega rasanya. Pasti semua orang tahu perasaan ini. Perasaan ketika orang yang sangat tidak ingin kalian jumpai pergi dari hadapan kalian. Apalagi pergi dari kehidupan ini. Pergi dari kehidupan? Dilihat-lihat kalimat itu cukup seram bukan?

Sepertinya kegiatan belajar sudah mulai beberapa menit yang lalu. Tak apalah. Geografi sama sekali bukan minatku. Aku lebih memilih Matematika yang memusingkan daripada Geografi.

Linka--teman sebangkuku--sudah tampak fokus dengan buku cetaknya. Entah apa yang mengilhaminya untuk menjadikan Geografi sebagai mata pelajaran favoritnya.

"Hei." Sapaku padanya.

Linka hanya menoleh sebentar, sedetik kemudian langsung memberi perhatiannya lagi pada buku itu. Tanpa balasan sedikitpun.

Oh, God.

"Lo udah ngerjain PR Geo kan? Gue bagi, dong. Mumpung Pak Santoso belum dateng." Linka tidak pernah melewatkan PR yang diberikan setiap guru. Aku yakin itu masih menjadi salah satu alasan terbaikku menjadikannya teman sebangku.

"Ambil aja, tuh." Dagunya menunjuk salah satu buku bersampul coklat di mejanya. Namun matanya tetap terpaku pada buku didepannya.

Aku tersenyum senang. Baru saja akan menyalin tugas itu, suara yang sangat familiar terdengar. Suara yang mungkin hari ini sangat-sangat kubenci.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ATHENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang