HARI PERTAMA

10 0 0
                                    

Kadang hati selalu berkata teruslah berlari mengejarnya, namun otak hanya memerintahku untuk menghentikan langkah yang semakin jauh. Kau takan mengerti seberaapa dilemanya ketika kau bilang "jangan datang kecuali aku yang datang padamu" memangnya rinduku tau waktu? Ketika kita dulu baru saja bertemu, kau juga tau aku gampang terserang rindu. Lantas sekarang kau membatasiku untuk melewati sekat antara kau dan aku. Bisa? Jawabannya Tidak!! Tapi kau tau aku sayang kan? Aku hanya menuruti saja apa maumu. Aku tak berani menyeretmu dalam lingkaran egoisku. Cukup saja aku yang bergumul dengan keegoisanku tanpa perlu kau ada di dalamnya.

Mengingat dipagi hari pertamaku saat itu, yang tiba-tiba saja hancur setelah tau bahwa kau benar-benar takkan pernah berbalik lagi arah padaku. Hari itu benar-benar awal dari sebuah kesedihanku padamu. Biasanya tidak. Aku paham betul hatiku, ini benar-benar pertama kalinya aku rapuh di pagi itu. Antara percaya dan tidak tapi itu benar adanya. Kesedihanku pagi itu bertambah ketika teman-temanku bertanya "are you okay?" sambil kutahan air mataku beberapa menit kebelakang untuk disembunyikan dari mereka akhirnya menetes satu persatu tak tertahan hingga menjadi derai air mata. Ah yaah sudahlah mau bagaimana lagi, toh mereka mengerti bahwa hari ini aku sedang benar-benar sakit.

Di bulan ini adalah hari pertama hatiku merasakan hancur sehancur hancurnya. Lagu kesedihan mulai dilantunkan, di media social, computer di kantor, juga di batinku. Memapahku menyelami duka yang jauh lebih sakit dari kisah apapun di duniaku yang tak mampu orang lain bahaasakan. Lagu-lagu kesedihan yang seemakin marak bergema, di telingaku, duka yang tak tau akan ku bawa kemana. Aku coba untuk menutup telinga, tapi itu hanya membuatku tenggelam dalam pikiranku. Nyatanya duka kali ini tak bisa aku lepas dari genggamanku, sebab yang aku rasa semakin aku melapsnya semakin erat semuanya dalam genggamanku.

Yang kuingat selama hari itu adalah namanya. ABIMANA NAZRIL IRHAM seketika melekat dalam pikiranku. Nama yang sudah jarang ada dalam pikiranku namun terkadang memang masih terlintas jika sedang rindu, kini tiba-tiba tak bisa lepas dalam kepalaku. Yang sering kupanggil abim selama sembilan tahun lamanya aku mengenalnya kini aku merindukannya kembali. Merindukan dia ada didekatku, tersenyum padaku dan menggenggam erat tanganku.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"An!!!" teriak seseorang yang sudah tak asing bagiku

"apa?" kataku berbalik pada abim yang sudah kutahu pasti dia yang panggil

"nanti malem sibuk ga?" suaranya masih terengah-engah akibat mengejarku

Aku menggelengkan kepala "emang kenapa? Ada perlu?"

"enggak! Nanti malem aku sms gak apa-apa?"

"emang kenapa? Ya gak apa-apa lah"

"nanti ada yang marah!" katanya sambil menyenggol bahuku

Mataku melirik pada abim heran "siapa?"

"teuh ga di akuin! Ya pacar kamu lah"

Aku memalingkan mukaku dari pandangannya. Saat itu memang aku sudah punya "pacar" tapi tak penting. Karena taka da rasa jadi yasudah.

"yee malah diem! Hayu ah masuk kelas!" tangannya menarik tanganku dengan sigap

Aku dan abim satu kelas di SMP yang sama. Nomor absenku dengan abim tak beda jauh. Bangku kami pun hanya terhalang satu baris tapi sejajar. Aku dan abim berteman cukup baik, tidak baiknya karena abim sering jail. "An" adalah nama yang disematkan abim untuk memanggilku, padahal orang-orang sering memanggilku dengan nama "Ale". Pernah aku tanya "kenapa panggil aku An?" lalu abim bilang "biar kamu gampang kenalin kalau yang panggil An itu cuma aku" alasannya masuk akal, karena namaku tak jauh beda dengan panggilannya itu. ALENA WANDA AMIRA itulah namaku. Malam itu aku jadi benar-benar menunggu sms dari abim yang tak kunjung datang. Inginnya lebih dulu bicara namun aku tahan. Sampai akhirnya selang 3 jam tepatnya jam 22.00 suara handphone bergetar di bawah bantal yang sudah aku tiduri. Ada sms masuk, dan setelah aku tau sms itu datang dari abim rasanya kantuk ini hilang

Abim : "udah jam 10"

Aku : "tau! Kenapa baru sms?"

Abim : "aku tau tadi jadwal kalian pacaran di sms, makannya aku punya waktu sendiri buat sms kamu"

Aku : "terus mau sms apa kalau udah malem kaya gini?"

Abim : "ga ada! Waktu aku udah abis"

Aku : "udah abis?"

Abim : "ini udah waktunya kamu tidur! Udah sanah tidur! Kesiangan! Aku masih punya besok buat ngobrol sama kamu"

Aku : iya aku tidur!

Perhatiannya saat masih jadi temanku dulu juga tak pernah hilang. Dia masih tetap yang paling tau waktuku, paling mengerti perasaanku, paling bisa melindungiku lebih dari pacarku sendiri.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Ah...lamunanku ini membuat rindu tak karuan. Sudah kubilang rinduku tak menentu. Masih untung aku tidak nekad menemuimu. Coba kalau kau yang seperti ini sudah pasti kau takkan pernah bertanya padaku, apakah boleh atau tidaknya kau sudah nekad menemuiku tanpa ucapan persetujuan dariku. Dasar abim.......

Grup whatsapp mulai ramai dengan berbagai ucapan, aku masih belum mau menanggapinya. Jariku masih tertahan karena hatiku belum sanggup mengucap. Sialan!!! Aku pikir isi orang-orang yang ada di grup akan mengabaikan pesan itu. Tau nya mereka se antusias itu, sedangkan aku? Keegoisan ku mulai memuncak, berfikir macam-macam tentang semua orang yang mengaku teman tau nya tak respect padaku. Mereka asyik saling membahas tentang berita itu di grup. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk muncul di tengah obrolan mereka, barulah satu persatu mereka mulai menyabarkan ku dengan kata-kata yang benar-benar membuat orang lemah menjadi tak berdaya. Tapi aku tidak! Aku kuat, walau hati ini sedang kerapuhan. Tapi orang banyak tak usah tau.

Abim... kau tau? Sejak pagi itu aku benar-benar merasakan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Ada bagian dari hatiku yang rasanya tak bisa lagi utuh.  Sejak pagi itu aku merasa bahwa cinta memang takkan pernah bisa dipaksakan dan akan sulit untuk dipertahankan bila hanya satu kaki yang mampu berdiri untuk menopang nya.

Sejak hari pertama itu aku sudah benar-benar hanyut dalam sedih ku. Entah harus bagaimana lagi aku memperbaikinya menjadi seperti biasa lagi. Bahkan untuk melakukan apapun terasa sangat sulit. Memang benar ya bahwa masa lalu akan selalu kembali dengan caranya sendiri. Aku benci mengakui bahwa kau benar-benar sudah pergi dari hidupku tanpa berpaling sedikitpun padaku. Tanpa jejak, sirna begitu saja. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 25, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SATU MINGGU SEBELUMWhere stories live. Discover now