ONE

18 1 0
                                    

WARNING!!

cerita ini tidak bermaksud untuk menyinggung atau menyakiti perasaan siapapun. Diharapkan menjadi pembaca yang bijak. 




_________________________________________
Tiati typo bertebaran!
_________________________________________

pagi ini rasanya dingin, lebih dingin dari biasanya. dapat dibuktikan, lihatlah gadis yang nampak sangat mungil saat tengah bergelung dibawah selimut tebalnya. nampak seperti hanya gulungan selimut yang terdapat disana, tanpa orang lain tahu apa yang terdapat dibawahnya.

gadis yang sedang menangis menumpahkan segala kepedihannya menutupi semua yang terjadi dengan senyum palsunya. tapi maaf ia hanya manusia biasa, ia memiliki titik lemah dimana ia tak bisa lagi membendung tangisnya.

Dia.. arin, lee arin. Seorang gadis cantik nan anggun, gadis pantang menyerah dan memiliki mimpi yang sangat besar.

Ah jangan lupakan tentang pria yang. menjadi pujaan hatinya sejak dua tahun lalu, gadis enam belas tahun ini sedang jatuh cinta rupanya. Namun sepertinya dalam waktu yang salah.

seharusnya ia tak jatuh cinta, seharusnya ia tak menyukai apapun yang bersangkutan dengan pria itu, dan seharusnya ia merelakan segalanya demi kebaikan semua orang. Namun, ia tak bisa. Sejauh apapun dirinya berusaha menjauh, berusaha melupakan, pada akhirnya tetap seperti ini.

Berdebat dan menangis, hal hal yang rutin dilakukannya setiap hari. Ia jenuh, bosan, lelah dengan keadaan. Ingin rasanya melarikan diri, apa bisa?

"bisakah aku menggapaimu?" Lirihnya. Sepersekian detik kemudian selimut tebal itu tersingkap, tentu saja karena ulahnya sendiri. Memangnya siapa yang ada dikamar ini? Hanya dia seorang.

Ia melangkahkan kakinya perlahan menuju jendela dikamarnya, nampak anggun dengan balutan dress putih selutut dan rambut yang diurai bebas walau sedikit berantakan dengan wajah sembabnya.

"Apa akan berakhir disini? Aku lelah.." helaan itu, helaan nafas yang kembali terdengar disela kegiatannya, duduk bersandar dipinggiran jendela yang cukup kokoh.

"Ibu bilang tidak ya tidak! Tidakkah kau mengerti??"

"Aku tidak mengerti dan selamanya takkan mengerti bu! Entah berapa kali aku bilang tapi untuk apa aku mengerti jika ibuku sendiri pun tak mengerti padaku!"

Plakk



suara perdebatan dan tamparan yang selalu terngiang di telinganya. Sakit, sakit sekali mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Kejadian yang selalu terulang.


Ia mengangkat pisau kecil di genggamannya, memperhatikan benda itu dengan saksama "maaf.. " hanya itu yang terlontar dari bibir kecilnya.

Tangannya kembali bergerak menggoreskan benda tajam itu ke pergelangan tangannya, hanya sedikit. Ya, sedikit.. "apa harus ku lanjutkan?"


Plakk


Arin menatap tak suka pada seseorang yang dengan sengaja menepis pisau ditangannya dengan kasar

"Apa yang kamu lakukan?!" Tanya haris, sang adik. ia khawatir, sungguh. Melihat kakaknya seperti ini, siapa yang tidak panik?

"Apa urusanmu?" Masih sama, dengan posisi dan tatapan yang sama arin kembali melontarkan pertanyaan pada adiknya.

Haris menulikan telinganya, beranjak mengambil kotak obat di nakas samping tempat tidur dan mengobati pergelangan kakaknya yang terluka.

"Jangan seperti ini, kumohon" arin hanya memandangnya dengan tatapan kosong
"Aku tahu ini sulit, tapi bersabarlah. Semuanya akan baik baik saja" lanjutnya

"Bagaimana jika kau yang menjadi aku, mendapat ketidak adilan seumur hidupmu. Tidakkah kamu lelah? Tidakkah kamu ingin memperbaiki semuanya?" Bungkam, haris bungkam mendengar pertanyaan kakaknya.


Arin tersenyum miris diantara kecanggungan keduanya.




Tbc.








Sedikit informasi;

Arin.
Lulus SMA sejak umur 16 tahun Dengan mendapat peringkat satu di sekolahnya.
Tinggi : 170 cm
Hobi : dancing and singing
Tidak bisa memasak

LET'S START AGAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang