Bukan Akhir dari segalanya

13 1 0
                                    

      Ia hanya bisa terdiam dan merenung sendirian dalam kamarnya yang sunyi, hanya terdengar suara tetesan air dari luar, ia hanya memandangi ponselnya sambil melihat foto-foto kenangan itu. Sebuah foto ketika ia berjalan-jalan dengan dia, membuat air mata gadis itu mengalir, yang bisa ia lakukan hanyalah menangis sambil memandangi foto itu. Semua sudah berbeda, orang yang dulu memandangi nya dengan hangat, sekarang berubah menjadi orang paling dingin di dunia, orang yang dulu datang menbawa harapan, dan orang itu juga yang pergi setelah menghancurkan semuanya. Tiba-tiba tangisan Anita pun terhenti, ayahnya menelpon, ia cepat-cepat menghapus air matanya dan menenangkan diri, lalu mengangkat telepon ayahnya. "Halo ayah, kok tiba-tiba telepon?", "Hari ini ayah pulang telat, tolong bilangin ke mama ya, hp mama mati, jadi nggak bisa dihubungin.", sambil menghela nafas ia menjawab " Iya nanti aku bilangin ke mama." *tut tut tut* suara pertanda telepon dimatikan, Anita berbaring di kasur dan dengan cepat menandai foto-foto kenangan lama yang membuat nya menangis lalu menghapusnya. Ia membenamkan wajahnya di dalam bantal sambil berdiam diri, ditemani dengan teddy bear kesayangannya. "Binnie, aku harus bagaimana sekarang?" Ucap Anita kepada teddy bear nya. "Ah, dia sudah pergi, bagaimana cara melupakannya? Bukan hal yang mudah kurasa" Anita beranjak dari kasurnya dan berjalan ke meja belajarnya, ia membuka laptopnya dan mengetik sesuatu, ia akan mengirimkan email kepada seseorang. Setelah dikirim, ia mengambil jaketnya dan keluar dari kamarnya. "Loh ta, mau kemana kamu hujan-hujan gini?" Tanya mama nya ketika ia berjalan menuju pintu keluar. "Ini ma, mau beli sesuatu." Jawab Anita sambil mencari payung. "Beli apa sih? Kenapa nggak titip Juan aja ? Sekalian suruh kesini, udah lama mama nggak ketemu si Juan." Hati Anita terasa sesak dan sakit ketika nama itu terucap di bibir mama nya, apa yang harus dia katakan? Yang ia lakukan hanyalah menaikkan pundaknya dan bergegas keluar. "Aku keluar dulu ma. Ayah pulangnya telat."

     Anita berjalan melewati ratusan air yang jatuh ke bumi. Ia dilindungi oleh payung yang besar sehingga tidak membuatnya basah, hanya saja, jalanan becek membuat kakinya yang putih itu menjadi kotor. Ia berjalan ke salon langganan di ujung jalan, saat masuk, terdengar bunyi lonceng kecil sebagai pertanda bahwa ada pelanggan. "Loh ta, hujan-hujan kok kesini? Mau potong lagi?" Ucap tante Mira sang pemilik salon. "Iya nih, udah gerah, kebiasaan pendek soalnya, potong kayak biasa ya tante, jangan buat Anita kecewa loh, bisa-bisa pelanggan setia satu-satunya pergi." Jawab Anita sambil tertawa. "Biasanya kalo tante potong juga bagus, ada-ada aja km." Menit demi menit berlalu, Anita sekarang memiliki kembali model rambut lamanya, ia memotong rambut sebahunya menjadi bob pendek dengan poni tipis. "Duh, jadi makin mirip orang jepang aja sih Nita." Puji tante Mirah. "Banyak yang bilang gitu te, nggak kaget aku." Balas Anita sambil memberikan uang kepada tante Mirah dan beranjak pergi. "Makasih ya te." Ucap Anita sambil membuka payung nya. "Sama-sama Nit." Anita kembali berjalan ke rumahnya, namun tiba-tiba mobil hitam menurunkan kecepatannya disamping Anita. "Woy Nit, potong lagi ya, sakit hati lagi nih pasti, kenapa sama dia?" Sambil membuka kaca mobil, ia bertanya pada Anita "ayo masuk mobil, hujan, nanti kalo kamu sakit, malah aku yang dimarahin mama." Anita membuka pintu mobil dan masuk, lalu menyenderkan diri di kursi mobil. "Kak, aku diputusin sama Juan." Ucap Anita sambil membuka kaca dan melihat rambutnya. "Pantes aja potong rambut, kebiasaan banget kalo sakit hati malah potong rambut." Ucap Martha, kakak perempuan Anita. "Sekalian buang sial dong." Jawab Anita sambil memamerkan rambut barunya. "Yaudah, biarin aja, nanti juga dapet yang lebih baik dari Juan." Kata-kata itu mengakhiri percakapan mereka dan mereka saling berdiam diri hingga sampai kerumah.

Sampai dirumah, Anita langsung berjalan ke kamarnya. "Loh, kok adek potong rambut ta?" Tanya mamanya kepada Martha. "Sakit hati tuh dia, diputusin Juan." Jawab Martha sambil membuka kulkas. "Loh? Kok bisa?" "Ya nggak tau ma, namanya juga cinta monyet, biasa kalo putus gini, paling juga nanti balik lagi atau nggak nemu yang lain." Mama Anita berjalan ke arah kamar Anita, mengetok pintu dan membukanya langsung. "Nit, kata Martha kamu diputusin ya sama Juan?" Tanya mama nya ketika Anita sedang berusaha untuk tenang. Hatinya sakit, terasa seperti ada yang menusuk-nusuk sampai hancur, untuk kedua kalinya mamanya bertanya tentang Juan. "Iya ma, katanya dia pengen sendiri." "Nggak logis banget alasannya, udah, kamu nanti gausah balikan sama dia kalo diajak, udah berapa kali kamu diputusin, diajak balik lagi. Banyak yang lebih baik dari dia." Mama Anita berbicara seperti pakar cinta, yang tau kisah dari Anita dan Juan. "Iya ma." Jawab singkat Anita. Waktu menunjukkan sudah pukul setengah 8 malam, tapi Anita merasa lelah, letih, dan mengantuk, apakah ini efek sakit hati? Gara-gara sakit hati, semua jadi terasa aneh, sepi, dan berbeda. Anita meregangkan badannya dan meraih ponsel dan boneka teddy bear kesayangannya. Ia mengirim pesan kepada Martha "Jangan diceritain juga semua ke mama, ember banget, males ah." Setelah itu Anita mengambil kabel charger dan memasangkan ke ponselnya. Ia menaruhnya di meja sebelah kasur dan menarik selimut nya dan tidur. Besok ia harus bangun pagi dan bergegas  pergi ke sekolah. Anita tidak ingin waktu tidurnya berjalan cepat, ia harap, waktu tidur ini akan lama dan jika ia bangun, ia harus ke sekolah dan bertemu dengan Juan dikelas.

Sekecil Titik CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang