. . . . 5

30 1 0
                                    


Mestinya Takashi bisa melakukan pencarian lewat internet atau lewat data penduduk dengan mudah tapi dia sungguh tidak punya petunjuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mestinya Takashi bisa melakukan pencarian lewat internet atau lewat data penduduk dengan mudah tapi dia sungguh tidak punya petunjuk. Satu-satunya yang dimiliki adalah ingatan akan wajahnya dan senyumnya yang menyenangkan. Dia tidak ahli menggambar untuk menerjemahkan ingatannya ke dalam sebuah lukisan, dan deskripsi tentu tidak cukup. Kecuali jika ia pergi ke kantor polisi dan meminta penyelidik untuk menggambarkan wajah itu untuknya. Tapi itu tidak mungkin karena tidak mungkin kau melakukan pencarian orang bersama polisi dengan alasan jatuh cinta.

Takashi memutar otak mencari cara. Satu-satunya petunjuk adalah tempat di mana mereka bertemu. Di waktu luangnya dia mengingat-ingat kapan tepatnya mereka bertemu waktu itu. Pertama, jalur penyebrangan, sebelum ulang tahun Kazeki Sawamura, sore hari sepulang bekerja, sekitar pukul 4.30-5.00. Kedua, jembatan di sisi kereta, Senin, tengah hari, sekitar pukul 11-12.00 siang. Pada tengah hari peluangnya hanya sedikit. Maka peluangnya adalah pada sepulang kerja di jalur penyebrangan Tokyo.

Jadi begini yang dia lakukan, berangkat ke kantor, menyelesaikan pekerjaannya dengan cekatan sehingga punya lebih banyak kesempatan. Maka sepulang kerja hari ini, dia pergi melewati jalan itu. Sayangnya dia tidak menemukannya hari ini, tapi masih ada hari esok. Ada banyak peluang di depan matanya, berjajar seperti barisan tuts piano menunggu untuk dibunyikan meski entah ujungnya berada di mana. Baru satu nada yang telah dibunyikannya, Takashi belum bisa menyerah.

Esoknya dia belum menemukan gadis itu.

Esoknya lagi belum juga.

Esoknya lagi dan esoknya lagi.

Mencoba berbagai variasi dengan berkeliling dulu di sekitar situ, serta menunggu tanpa berpindah tempat di lain kesempatan. Selama beberapa hari itu, Takashi melalui jalan yang sama. Tapi dia tak kunjung menemukan si cantik. Setelah beberapa hari kemudian pula dia merasa tindakannya itu sangat tidak berguna dan buang-buang waktu saja.

Hari berganti minggu. Pekerjaan demi pekerjaan di kantornya semakin banyak dan bertambah. Takashi banyak bekerja keras. Selalu ada saja yang membutuhkan bantuannya. Kamiya-san, maukah kau menolongku melakukan..? Takashi-kun, bisa kau membantuku membawakan..? Begitulah orang-orang memanggilnya, menyeretnya dalam kegiatan-kegiatan yang bisa mengalihkan pikirannya. Dengan mudah dia menghabiskan harinya. Waktu yang ditempuhnya berjalan cepat. Tapi ketika dia memikirkan perempuan itu, seketika semuanya terasa sangat lambat.

Dia menghela nafas. Jarinya yang sedang menari-nari di atas keyboard berhenti, tiba-tiba saja dia merasa sangat lelah. Takashi menyandarkan punggungnya pada jok kursi, mengaitkan kedua tangannya lalu meregangkannya ke depan. Sia-sia, pikirnya. Apa mungkin aku harus mengambil cuti supaya bisa berpeluang menemukannya di dekat perlintasan kereta?

Itu bahkan terdengar lebih sia-sia.

Takashi bangkit dari kursinya, berjalan menuju balkon di samping gedung kantornya. Dia mengeluarkan sebatang rokok dari saku lalu menyulutnya.

Beautiful StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang