Ailly, gerimis datang

58 2 0
                                    

Pagi yang muram, sepertinya langit sedang bersedih, warnanya biru berbalut abu. Aktivitas pagi ini disambut dengan hujan gerimis, ritme suaranya teratur namun sendu. Seorang laki-laki menyaksikannya dari balik jendela rumah, tanpa sadar ia terbawa suasana. Mendung di kota Bandung ternyata menularkan mendung di wajahnya.

Meskipun diluar gerimis, tidak sedikit pun ia mengurungkan niatnya untuk pergi, dengan cepat Bagas menjalankan motornya menuju sebuah tempat, untuk menemui seseorang meskipun sudah dua bulan terakhir ini, orang itu tidak pernah terlihat. Di pintu masuk sanggar tari, tubuhnya membentur tubuh lain karena langkahnya yang tergesa-gesa. Dia adalah seorang perempuan, usianya mungkin sekitar 22 tahun, dia cantik, dengan hiasan lesung pipit di wajahnya. Perempuan itu memasang wajah tak suka. Tanpa melihat sosok perempuan itu, Bagas langsung minta maaf sambil mengambil selendangnya yang ia jatuhkan. Ketika mendongak, ia kaget bukan kepalang dan langsung memeluk perempuan itu sambil sedikit terisak.

"Siapa namamu?"

"Ailly Putri! lepaskan!" Perempuan itu langsung mendorong tubuh Bagas kuat-kuat hingga jatuh tersungkur. Bagas bangkit, dan langsung minta maaf atas ketidak sopanannya. Namun, perempuan itu malah pergi tanpa meresponnya.

Selang beberapa hari dari kejadian itu tanpa sengaja Bagas bertemu lagi dengannya. Ailly terlihat sedang sibuk menunggu bus, badannya sedikit basah karena tetesan air hujan. Bagas menawarkan tumpangan beberapa kali tapi Ailly menolak.

"Di daerah ini sangat sulit menemukan bus saat sore, naiklah," ucap Bagas sebagai penawaran terakhir. Akhirnya Ailly menyerah.

Bagas mampir sebentar ke sebuah warung bakso favoritnya, Ailly merasa tempat itu tidak asing, dia berpikir kalau Bagas juga akan memesankan 1 bungkus bakso tanpa sayuran untuknya. Ternyata hal itu benar-benar terjadi. Bagas bertanya ia harus mengantarkan Ailly kemana, Ailly malah meminta agar Bagas mengantarkannya sampai sini saja.

***

Bagas bertemu lagi dengan Ailly, kali ini ketika Ailly sedang melintasi jalan dan hampir terbentur mobil, dengan sigap bagas menyelamatkan.

"Terima kasih," ucap Ailly kaku.

"Ya sama-sama," jawab Bagas singkat.

"Ayo minum kopi sebentar?!" teriak Ailly, menghentikan langkah Bagas.

"Boleh, tapi aku yang menentukan tempatnya," Bagas tersenyum cerah.

"Baiklah, emhh panggil saja aku Illy."

"Bagas," jawab Bagas, lagi-lagi tersenyum cerah.

Ailly merasa seperti sering mendengar nama itu. Bahkan ketika menginjak Cafe dan memesan kopi. Ailly merasa tidak asing, dan seakan pernah melakukan hal ini dengan seseorang. Tapi, entahlah.

Semenjak kejadian itu, Bagas dan Ailly semakin akrab. Hari ini adalah hari Sabtu, Bagas sudah berada di depan Kampus menjemput Ailly, tiba-tiba batin Ailly berkata kalau Bagas akan mengantarkannya ke sanggar seni, siapa sangka, ternyata yang di bayangkan itu benar-benar terjadi. Entah dari mana Bagas tahu kalau hari ini adalah jadwalnya pergi ke sanggar.

"Bagas, kau tahu? Illy adalah panggilan pemberian seseorang," ucap Ailly ketika turun dari motor.

"Siapa?" Bagas sangat antusias mendengarnya.

"Entahlah, aku lupa. Tapi aku sangat menyukai panggilan itu."

"Kau tidak tahu Namanya ataupun wajahnya?" Bagas menatap Ailly tajam. Tapi hanya sebuah gelengan yang ia dapatkan.

"Oh ya, setiap kali kita bertemu, aku merasakan De javu, atau illusi atau semacamnya, entahlah aku tidak mengerti. Apa mungkin kita pernah bertemu?" kata-kata itu keluar dari mulut Ailly begitu saja.

Bagas hanya diam, raut wajahnya mengguratkan kekecewaan yang begitu dalam.
"Ini jas hujan untukmu, karena cuaca hari ini mendung mungkin nanti akan gerimis atau hujan. aku ada urusan lain, maaf," Bagas berusaha tersenyum, senyum yang di paksakan.

****

Sore ini Ailly meminta Bagas untuk menemaninya pergi ke toko buku. Usai memburu beberapa buku incarannya, Ailly mengajak Bagas ke sebuah toko. Langkah Bagas berhenti pada barisan jam tangan, dia mengambil jam berwarna metalik, tapi karena melihat lebel harganya mahal, dia menyimpannya kembali. Ailly yang melihat hal itu, langsung tersenyum. Tanpa sepengetahuan Bagas, ia membeli jam itu. Sebenarnya ia juga menyukai modelnya dan ingin memilikinya ketika membeli, tapi sayang, Bagas lebih dulu melihatnya.

Sepulang dari sana, Ailly meminta Bagas mengantarkannya ke sanggar, sepanjang perjalanan Ailly meminjam jaket Bagas karena angin yang dingin seolah hendak mengupas dagingnya. Sesampainya di sanggar, Bagas memutuskan untuk menunggu di luar saja. Kesempatan ini di manfaatkan oleh Ailly, ia menyimpan jam itu di sakunya. Ada hal lain yang Ailly temukan di saku itu, foto seorang perempuan. Ia langsung melempar jaket itu ke arah Bagas dengan kasar. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Kau mempermainkan perasaanku!" Ailly tersenyum pahit dan sinis.

Ia meminta Bagas agar tidak muncul di hadapannya. Bagas pun menurut, dia pergi.

Malam yang cukup dingin, membuat angin mampu menyelisip ke tulang-tulang. Bagas duduk di sebuah kursi yang letaknya tidak jauh dari jalan. Ia terus mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru jalan, sambil sesekali melirik ponsel yang menampilkan foto seorang perempuan, tepat jam 20.00 ketika langit semakin gelap, seorang perempuan bejalan dengan langkah gontai sambil menutup telinga dengan sebuah handset. Bagas berusaha mengejarnya dengan langkah yang tergesa-gesa, perempuan itu menyusuri pertengahan jalan. Tiba-tiba dari arah sebelah kiri, sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi, ternyata sopirnya sedang mabuk. Bagas berusaha memanggil perempuan itu tapi percuma, karena dia sedang mendengarkan musik. Dengan cepat Bagas berlari ke arah perempuan itu dan mendorong tubuhnya ke pinggir jalan, tapi naas, dia tidak lihai menyelamatkan diri sendiri.

Tut, tut, tut! Mobil itu berhenti, pengendaranya melarikan diri, ketika menyadari bahwa benda itu telah merenggut nyawa seseorang.

Perempuan tadi bangkit dari jatuhnya, matanya terbelalak ketika menangkap sosok Bagas yang sudah terbujur kaku bersimbah darah. Perempuan itu adalah Ailly, kepalanya terasa begitu sakit ketika semua memory masa lalunya kembali lagi. Ia ingat, malam itu hujan gerimis, mereka bertengkar hebat. Bagas dalam keadaan mabuk terus meracau hingga pertengahan jalan dan hampir kehilangan nyawa namun di selamatkan olehnya,  benturan yang mengenai kepala Ailly membuatnya amnesia. Orang yang kini berada di hadapannya adalah suaminya sendiri, Bagas mabuk berat malam itu karena putus asa, Ailly meminta bercerai. Tanpa ia tahu apa penyebabnya.

Ailly menghampiri tubuh Bagas yang bersimbah darah, membelainya dengan lembut.

"Illy adalah panggilan dariku, dan foto itu, adikku yang pernah kita temui di Rumah Sakit jiwa, dia cantikkan?" ucap Bagas sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

"Maafkan aku, Bagas, aku terlambat mengenalimu." Ailly menangis. Memeluk erat tubuh sang suami. Beruntung malam ini gerimis datang, sehingga Ailly dapat menyembunyikan tangisnya di balik tetesan air.

Garut, 2018
Andam P Winduniti

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang