Tergopoh gopoh gadis itu berjalan menuju kelas. Tubuh mungil itu sangat gesit, meski beban ransel dipundak seakan mengalahkan bobot tubuhnya. Terlambat,
kesiangan akibat kelelahan karena terlalu sibuk dengan aktifitasnya semalam.
Bukan kemarahan Dosen yang membuatnya gentar, hanya lelah juga bila harus mengulang lagi tahun depan.
"Piit.. tunggu napa.." sosok gadis lain belari mengejar dibelakangnya.
"Eh lambat banget, ntar keburu masuk kelas Pak Bustam.."
"Iya..iya.. nih juga dah ngos ngosan.."
"Kamu kenapa juga ikut ikutan telat, nggak biasanya.."
"Biasa video call sampe jam 1 malam, ditutup gak boleh..kangen.." cengiran kecil terukir diwajah manis Meysa.
"Iya tahu..yang lagi dilanda cinta, baru ditinggal seminggu juga kayak tahunan.."
"Ya iyalah, makanya cari pacar coba biar tahu rasanya dilanda cinta.."
" halah.. gak guna juga, ayo buruan.."
Kedua gadis itu bergegas masuk kelas, rupanya kedua gadis itu sedang mujur, sebab dosen yang mengisi kuliah belum datang.
Seperti biasa Pipit lebih suka mengambil tempat duduk paling depan, menghindari kantuk katanya.
Hanya Meysa teman wanita yang dekat dengan Pipit, gadis manis yang dikenalnya pada saat pendaftaran di Universitas ini. Dan nasib mempertemukan mereka lagi saat memilih rumah kost, ternyata mereka bersebelahan kamar di kost yang sama.
Pipit gadis perantauan yang menuntut ilmu dikota ini.
Berasal dari kota kecil diseberang pulau. Setelah lulus SMA Ia sempat menganggur 1 tahun, bermodal nekat dengan biaya seadanya dengan harapan bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, meski hanya Diploma III.
Ayahnya sudah meninggal 4 tahun lalu, hanya tinggal Ibu dan adik lelaki yang masih menginjak kelas 2 SMP.
Sementara ibunya telah menikah lagi. Dengan lelaki yang sangat ia benci karena selalu berlaku kasar terhadap Ibunya serta tak perduli sama sekali dengan dirinya. Itu pula salah satu alasan yang menyebabkan ia memilih untuk meninggalkan kampung halaman.
Untuk biaya pendidikan Ia cari sendiri, karena itu Ia harus bisa membagi waktu antara kuliah dengan kerja paruh waktu sebagai pramuniaga toko.*****
"Kenapa bete banget kayaknya pit.."
Tanya Elly salah seorang teman kost Pipit.
"Yah biasa tadi dikampus dipanggil Kajur..."
"Nunggak lagi..?"
"Bingung nih, gajian masih dua minggu lagi, paling juga cuma cukup buat bayar kost ama makan.."
Elly menyulut rokok dan menyesapnya, sambil menyodorkan bungkus rokok ke arah Pipit.
"Timbang bengong nyoh rokok, cobain aja lumayan ngurangin bete.."
Pipit diam sambil memandang kearah bungkus rokok yang disodorkan Elly.
"Ealah..cobain aja, serius ni ya..aku kalau bete biasanya ngisap rokok ni lumayan berkurang betenya, apalagi kalau gak punya teman curhat.."
Dengan ragu ragu Pipit membuka bungkusan rokok menthol itu, menyulut dan menyedot perlahan. Dingin..itu yang Ia rasakan pada hisapan pertama,mencoba lagi menyesap perlahan.. mungkin pengaruh nikotin yang mulai bekerja membuatnya sedikit melayang. Ada benarnya juga... batinnya.
Rasa betenya agak berkurang, terus disesap hingga tak terasa rokok ditangannya tersisa setengah batang.
"Gimana rasanya..? benarkan betenya agak kurang.."
Pipit hanya mengangguk dan kembali menyesap.
"Pit.. aku kasih tahu ya cara nyari uang yang gampang, tapi itupun kalo kamu mau.."
" Maksudnya..?"
"Aku kan dah lama ya ngekost disini, kakak kakak tingkat dulu juga rata rata begitu dan udah punya langganan tetap.."
Pipit menyimak dengan tatapan tidak paham.
"Bingung ya.." Elly tertawa kecil "Kita tu punya langganan Om Om, yang siap boking kita kalau lagi butuh. Yah..maksudnya teman tidur gitu, kamu ngerti kan?.."
Pipit terbengong,tak menyangka.
Elly memang kakak tingkat satu tahun diatasnya, gadis itu cantik dengan postur tubuh tinggi langsing, sungguh diluar dugaan kalau gadis yang selalu tampil modis dan feminim ini adalah gadis panggilan yang sering diboking Om om.
"Gimana..? Kamu masih perawan?..kalau perawan malah besar bayarannya tiga kali lipat.."
Pipit tergagap diberondong pertanyaan seperti itu.
"Yah..aku cuma nawarin sih.. siapa tau bisa membantu kalau nggak mau ya nggak apa apa.." Elly tersenyum
"Gini aja,kalau kamu mau dan siap ntar ngomong aja ya..pikir pikir aja dulu.."
Elly berbalik meninggalkan teras dengan pencahayaan lampu temaram itu.
"Eh iya, tu rokok buat kamu aja, cepat masuk gih..ntar masuk angin kelamaan diluar"
Pipit termenung sambil menatap sosok Elly yang menghilang dibalik pintu.
Dipandangi bungkus rokok yang tergeletak disamping.
Tangan dengan jemari lentik itu mulai membuka kembali bungkus rokok, menariknya sebatang dan mulai menyulut lagi. Menyesapnya perlahan dan kembali terbuai lamunan.#Cerita baru nih.. lanjutan udah ada di draf.
Tolong vote⭐⭐⭐ ok...✌
KAMU SEDANG MEMBACA
Pipit
General FictionFitria Nurul Jannah, 18thn. Gadis cantik, energik. faktor ekonomi serta berbagai konflik kehidupan merubah gadis lugu menjadi sosok yang tak terkendali. Hidupnya keras, sekeras hatinya yang tak mampu tersentuh cinta. "Pipit..,panggil aku Pipit. Aku...